Marjono. (BP/Istimewa)

Oleh Marjono

Seperti kita ketahui bersama, Negara Indonesia dikenal dengan memiliki kekayaan budaya yang tak terhingga, salah satunya adalah bahasa daerah.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak bahasa daerah. Di Indonesia ada sekitar 742 bahasa daerah, tetapi pada 2021 sekitar 11 bahasa daerah di Indonesia sudah punah karena tidak ada lagi penuturnya, maka dari itu bahasa daerah atau bahasa ibu sangat penting untuk dilestarikan karena merupakan bagian dari budaya Indonesia.

Salah satu penyebab kenapa bahasa daerah punah dan penutur muda terus berkurang karena sikap masyarakat setempat terhadap bahasa daerahnya masih belum terlalu positif. Banyak anak muda merasa lebih bergengsi menggunakan bahasa asing atau bahasa Indonesia daripada berbahasa daerah.

Karena itu, berbagai upaya dilakukan pemerintah daerah untuk melestarikan bahasa daerah. Misalnya
menjadikan pelajaran bahasa daerah sebagai muatan lokal di sekolah, merancang program yang cocok agar jumlah penutur muda tidak terus merosot, serta membuat kamus bahasa daerah.

Pelestarian bahasa daerah ini menjadi tanggung jawab kita sebagai generasi penerus bangsa. Bagi saya, bahasa daerah itu merupakan sebuah identitas positif, yang sangat penting untuk diperhatikan.

Baca juga:  Segini, Indeks Kemahiran Berbahasa Indonesia di 2023

Bahasa daerah juga sebagai entitas pemersatu. Ada paguyuban-paguyuban yang berdasar bahasa daerah, dan itu sangat guyub dan eksis. Punya program untuk saling membantu bahkan membantu orang lain di luar komunitasnya. Kita tentu kita bangga akan ke-bahasa
daerah-an masing-masing, bangga berbahasa Jawa, bangga berbahasa Bali pun begitu juga dengan orang Batak, Minang, Sunda, Betawi, Papua dan lain-lain.

Sebagai bentuk kebanggaan kita dan upaya untuk nguri-uri bahasa daerah, kita harus membiasakan berbahasa daerah pada setiap kegiatan. Bukan hal yang mudah memang, tetapi sekurangnya ada spirit untuk mau dan belajar menggunakan bahasa daerah.

Kepunahan bahasa daerah memang menjadi ancaman bagi kita. Bahasa ini mulai ditinggalkan oleh generasi penerusnya. Mereka lebih enjoy mengunakan bahasa gaul. Lebih ironis, bahasa Indonesia dijadikan sebagai alat komunikasi antaranggota keluarga. Tak heran jika dialek lokal dari tahun ke tahun mulai tergusur.

Baca juga:  Siswa dan Perilaku “Deviant”

Menurut UNESCO, sekitar 140 bahasa daerah terancam kepunahan. Lebih memprihatinkan lagi orang-orang yang merantau ke ibu kota, ketika pulang
ke tanah kelahirannya menularkan bahasa baru.

Bahkan mereka enggan mengunakan bahasa nenek
moyangnya dengan berbagai macam alasan. Kelihatannya bahasa Indonesia ikut andil dalam kepunahan bahasa lokal. Semisal guru lebih suka berkomunikasi dengan muridnya menggunakan bahasa nasional dari pada dialek asalnya. Tak ayal siswa sering menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan teman-teman sepermainannya.

Bahkan orangtua lebih memilih mengajarkan bahasa Indonesia dari pada bahasa daerah. Padahal Undang-undang 45, Bab XIII Pasal 32 Ayat 2 menyebutkan, bahwa “negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.”

Hal ini mewajibkan tiap warga negara untuk melestarikan bahasa daerahnya. Untuk itulah, kita ingin semua untuk benar-benar mengupas semua persoalan, hambatan dan potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan serta membuat strategi serta mencari solusi dalam rangka melestarikan bahasa daerah ini.

Aneka forum berlabel menyelamatkan bahasa daerah, harus mampu melahirkan sebuah konsep baku pelestarian bahasa daerah yang nantinya bisa digunakan menjadi standar operasional untuk lembaga pendidikan dan berbagai organisasi, baik itu pemerintah serta partikelir. Barangkali, kita dapat mengarahkan program revitalisasi bahasa daerah untuk para kaum muda atau milenial, tentunya harus dengan cara-cara maupun metode yang ngepop dan menarik.

Baca juga:  Mengefektifkan PTM Terbatas Melalui "Flipped Classroom"

Anak-anak muda harus didorong untuk menggunakan bahasa daerah, khususnya di lingkungan keluarganya. Tak ada salahnya kita rangkum kosa kata yang tersebar di masyarakat.

Kemudian, kita klasifikasi mana yang termasuk ucapan positif dan negatif. Selanjutnya, bisa
dipindahkan dari teks buku ke dalam bentuk teks
digital atau ke dalam CD, flashdisk, hal ini akan
memacu semangat minat baca masyarat dan jika
memungkinkan membuat website yang membahas hal ihwal bahasa daerah dan membuka forum diskusi, dialog atau tanya jawab yang memungkinkan orang ikut berdiskusi menggunakan bahasa daerah setempat.

Penulis, Marjono, Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *