GIANYAR, BALIPOST.com – Pariwisata Bali yang sudah berkembang sejak tahun 1930-an mendapat tantangan dari perkembangan destinasi wisata di seluruh dunia yang bergerak cepat. Bali harus mampu mengatasi perubahan kondisi ini untuk bisa tetap bersaing.
Karena itu, Yayasan Puri Kauhan Ubud mengadakan Pelatihan Manajemen Pengelolaan Sampah di Desa Wisata pada Kamis (14/7) di Mansion Sayan Ubud, Gianyar. Narasumber yang hadir adalah Prof. Dr. I Ketut Widnyana, I Gede Mantrayasa, Ni Wayan Riawati, dan Ni Ketut Sri Umayanti.
“Bali mesti bersama-sama dan bersinergi mengatasi masalah di desa wisata. Pariwisata yang dibesarkan jangan hanya yang sudah besar-besar, tetapi juga yang kecil,” kata Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud Ari Dwipayana saat membuka acara pelatihan dikutip dari rilisnya.
Pelatihan ini adalah rangkaian acara dengan seminar pada 12 Juli 2022 lalu yang diluncurkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar.
Agar bisa beradaptasi dengan perubahan, Ari yang juga Koordinator Staf Khusus Presiden menyebutkan 2 hal kunci yang harus dilakukan oleh desa wisata, yaitu konservasi alam dan budaya. Persoalan air menjadi masalah serius.
Berbagai mata air di Ubud sudah mulai surut dan tercemar oleh sampah dan limbah. Selain itu, ada juga masalah konflik pengelolaan air antara PDAM, subak, dan desa adat. “Untuk menjaga air, kita juga harus membangun budaya kebersihan dalam masyarakat,” tutur Ari.
Ari mengapresiasi bantuan tempat pembuangan sampah reduce, reuse, recycle (TPS3R) sudah banyak. Hal ini perlu didukung dengan manajemen pengelolaan sampah yang baik dari hulu ke hilir.
Manajemen air limbah sebaiknya berbasis desa dan sumber. Persoalan hulu di rumah tangga bisa diselesaikan di rumah tangga sendiri dengan memanfaatkan limbah untuk tanaman. Sisanya bisa dikelola oleh desa adat bekerja sama dengan hotel dan restoran untuk sumber dan pemanfaatan limbah yang lebih besar.
Kerja sama dengan pemerintah daerah juga diperlukan. Ari menambahkan, “Selama ini, aktivitas di pura yang merupakan tempat suci memproduksi banyak sampah. Pura juga harus memiliki pengelolaan sampah yang baik.”
Pengelolaan sampah adalah pekerjaan yang vital untuk menjaga alam dan memajukan pariwisata dan perekonomian di Bali. Sampah bisa diolah menjadi pupuk, aromaterapi, dan barang kerajinan.
Pupuk dari sampah organik bisa diintegrasikan dengan perkebunan dan pertanian di desa. Karena itu diperlukan manajemen pengolahan dan pengangkutan serta penyaluran hasil pengolahan.
Profesor Ilmu Pertanian Universitas Mahasaraswati Denpasar I Ketut Widnyana menyatakan pekerjaan pengelolaan sampah adalah pekerjaan mulia.
Hadir dalam pelatihan perwakilan dari 10 desa di sepanjang daerah aliran Tukad Oos, yaitu Desa Singapadu Tengah, Desa Batuan, Desa Lodtunduh, Desa Sayan, Desa Singakerta, Desa Keliki, Desa Buahan, Desa Bukian, Desa Kerta, dan Desa Taro. (kmb/balipost)