Tempat Konservasi di Pantai Yeh Gangga, Desa Sudimara, Tabanan. (BP/Dokumen)

TABANAN, BALIPOST.com – Tak hanya pemandangan pantainya yang indah, kini DTW Yeh Gangga, Desa Sudimara, Tabanan juga dikenal dengan konservasi penyu (tukik), untuk mendukung obyek wisata yang ada. Harapannya, bisa menambah kunjungan ke objek wisata di Yeh Gangga.

Bendesa Adat Yeh Gangga, I Ketut Dolia, mengatakan, tujuan awal konservasi yang dibangun sejak 2021 ini memang ingin membuat tambahan objek wisata baru selain sudah ada wisata majukungan dan bebek-bebekan. “Masyarakat kini tidak usah jauh-jauh lagi melihat konservasi penyu, bahkan tiketnya juga tidak mematok harga, bisa bayar seikhlasnya untuk biaya perawatan,” terang Dolia, Senin (18/7).

Dolia menegaskan jika sedang musim, di sepanjang
Pantai Yeh Gangga memang kerap kali ditemukan penyu bertelur. Sayangnya sebelum ada tempat konservasi, banyak yang dimakan anjing.

Baca juga:  Debat Perdana Pilkada Tabanan, KPU Batasi Kehadiran Pendukung Cegah Kericuhan

Dengan adanya keberadaan konservasi ini, otomatis penyelamatan hewan dilindungi tersebut bisa dilakukan dalam jangka panjang. Konservasi yang dibuat Desa Adat Yeh Gangga, lanjut Dolia, memiliki kapasitas menangkar tukik sekitar 500 ribu ekor.

Tersedia 4 bak besar, jika penuh sudah disediakan bak cadangan. Dengan adanya konservasi di bawah naungan Desa Adat Yeh Gangga ini, seluruh telur penyu yang sebelumnya kerap dimakan anjing
bisa diselamatkan.

Bahkan petugas konservasi juga memberikan imbalan kepada masyarakat, jika menemukan sarang telur akan diupah Rp100 ribu per orang. “Upah ini diberikan supaya telur yang didapat tidak disalahgunakan, jika ada yang menemukan satu sarang upahnya Rp100 ribu,” tegas Dolia.

Hanya saja untuk tetap bisa menjaga keberlangsungan penangkaran penyu di tempat
konservasi tersebut, masih terkendala pagar pengaman. Ini mengakibatkan sebelumnya banyak penyu yang hilang. “Kami harapkan adanya bantuan pemerintah, agar pagar tempat konservasi bisa dibuat
permanen, karena sempat hilang 20 ekor tukik,” ucapnya.

Baca juga:  Kembangkan Potensi Desa Adat, Wujudkan SDM Bali Berkualitas

Dengan melihat kondisi pariwisata yang perlahan mulai kembali normal, dilihat dari banyaknya kunjungan ke pantai Yeh Gangga, Dolia berharap
keberadaan konservasi ini bisa selain mendukung pariwisata pantai yang ada juga menjadi tempat edukasi bagi masyarakat. Tentunya semua masih
terus berproses, karena untuk konservasi ini memerlukan waktu untuk penataan hingga akhirnya benar-benar siap bisa menambah pendapatan desa adat ke depannya.

Ditambahkan Ketut Dolia, Desa Adat Yeh Gangga didukung oleh dua banjar yakni Banjar Yeh Gangga Kangin, Banjar Yeh Gangga Kawan dengan total krama adat 356 KK yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan dan pertanian, pihaknya terus berupaya mengembangkan potensi wisata yang ada, khususnya pantai di bagian barat untuk aktivitas surfing.

Baca juga:  Desa Adat Jelekungkang Apresiasi Hari Arak Bali

Selain surfing, desa adat setempat juga mencoba menggaet tamu yang memiliki hobi kuliner. Apalagi kini kawasan pantai sudah banyak ditata dan banyak disediakan tempat kuliner. Dan rencananya di minggu pertama pada Agustus akan dilaunching 10 bilik warung desa adat yang natinya bisa untuk lebih meningkatkan taraf ekonomi karma setempat. “Yeh
Gangga terkenal akan hasil ikan lautnya terutama lobster, kami ingin mengembangkan wisata kuliner tentunya dengan melibatkan krama adat. Intinya
datag melihat panorama pantai,melihat konservasi penyu dan bisa menikmati sajian kuliner dari Krama Adat Yeh Gangga,” jelasnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN