Menpar Arief Yahya saat menjelaskan tentang Go Digital Wonderful Indonesia. (BP/ist)
JAKARTA, BALIPOST.com – Travelport, platform travel niaga yang berbasis di Inggris merilis data terbaru tentang tren wisatawan digital. Yaitu wisatawan yang merencanakan, memesan dan melakukan perjalanan dengan memanfaatkan platform digital.

Hasilnya, India dan Cina yang merupakan negara kantong penyumbang wisman potensial ke Indonesia berada di urutan dua teratas. Indonesia sendiri berada di posisi tiga. Kemudian disusul sejumlah negara lainnya seperti Brasil, Arab Saudi, Meksiko, Afrika Selatan, Uni Emirat Arab, Kolombia dan Italia.

Hasil riset tersebut menggambarkan bahwa langkah Menteri Pariwisata Arief Yahya yang menerapkan strategi Go Digital sangatlah tepat. India dan Cina sebagai pasar potensial, serta Indonesia sebagai destinasi telah sama-sama mengarah ke digital lifestyle. Untuk mengoneksikan ketiganya, atau bahkan dengan pasar-pasar lainnya ke Indonesia, strategi digitallah yang paling tepat.

“Sejauh ini saya masih berkeyakinan, hasil yang luar biasa hanya bisa ditempuh dengan cara yang tidak biasa. Dan cara yang luar biasa itu adalah digital,” kata Arief Yahya, yang juga Mantan Dirut PT Telkom itu.

Digital lifestyle saat ini, kata dia, sudah bukan lagi gaya hidup. Tapi sudah merupakan kebutuhan hidup, bahkan menuju ke kehutuhan primer. Kids zaman now, istilahnya anak-anak muda kekinian, sudah tak bisa hidup tanpa gadget, wifi dan jaringan internet.

Ciri khas digital adalah interaktif, dari look, book, pay sudah berada di genggaman. 70% search and share dengan digital. “Karena itu strategi media nya pun, sudah lebih banyak menggunakan digital. Di semua lini sudah digital, baik di pemasaran, destinasi, kelembagaan sudah menggunakan dashboard digital,” kata Arief Yahya.

Data menyebutkan, hingga September 2017 Cina memang menjadi negara penyumbang wisman terbesar ke Indonesia. Dengan jumlah kunjungan mencapai 1.607.615 atau naik 45,68 persen dibanding periode yang sama di tahun lalu. Sementara wisman India tercatat yang paling tinggi pertumbuhannya dengan menempatkan Bali sebagai destinasi favorit.

Baca juga:  Tourism Paragliding Bikin Kota Batu Makin Kaya Even Wisata

Hingga Juni 2017 wisatawan asal India ke Bali tercatat sebanyak 129.727 wisatawan. Jumlah tersebut naik 39,90 persen dibanding semester sama tahun sebelumnya yang tercatat 92.371 orang.

Menpar mengatakan, strategi go digital menjadi penting karena konsumen sudah berubah jauh perilakunya yang semakin digital. Traveller saat ini dimanapun dan kapanpun saling terkoneksi dengan adanya mobile apps/devices.

“Maka jika kita tidak berubah mengikuti perilaku konsumen, kita akan mati. Buktinya jelas, wisatawan digital semakin besar,” ujarnya.

Tidak hanya bagi wisman yang akan plesiran ke Indonesia, go digital juga sangat penting dalam mengembangkan perjalanan wisatawan nusantara.

Managing Director Travelport Asia Pacific (APAC), Mark Meehan mengatakan, berdasarkan survei, saat merencakan perjalanan, wisatawan Indonesia lebih suka melakukan riset atau mencari tahu untuk membuat rencana perjalanan. 93 persen responden mengaku menggunakan video dan foto dari media sosial untuk memandu mereka tentang destinasi yang akan dituju. Angka ini di atas rata-rata responden di Asia Pasifik yang hanya 76 persen.

Selanjutnya dari penelitian ini juga diketahui bahwa sebanyak 84 persen wisnus memanfaatkan jasa profesional di agen perjalanan untuk merencanakan perjalanan. 68 persen responden mengaku memesannya melalui smartphone. Ini merupakan persentase tertinggi di dunia.

“Digitalisasi mampu menciptakan jumlah traveler dan permintaan traveling yang lebih besar di Indonesia. Pengalaman perjalanan menjadi semakin transparan. Traveler bisa saling membandingkan berbagai layanan seperti tarif,” ujar Mark Weehan.

Entrepreneur yang juga pendiri Helmy Yahya Broadcasting Academy, Helmy Yahya berpendapat hasil yang dirilis Travelport tentunya sangat sesuai dengan perkembangan yang ada saat ini. Bahwa traveler sangat tergantung kepada smartphone dan teknologi digital untuk apapun. Baik mulai dari perencanaan, mencari informasi, memesan hotel hingga saat mereka tiba di destinasi.

Baca juga:  Wisatawan Tumpah Ruah Saksikan Pelebon Tjokorda Bagus Santaka

“Setelah mereka selesai dari perjalanan, mereka pun menuliskan atau mengabadikan pengalamanya itu melalui konten digital. Di sosial media,” ujar Helmy Yahya.

Ia mengatakan bahwa perilaku traveler sudah berubah. Jika ingin menjangkau mereka, tentunya harus masuk ke dalam minatnya mereka.

“Celakanya masih banyak di kita, terutama birokrat masih ada yang tidak sadar dengan hal demikian. Traveler saat ini membutuhkan informasi secara digital, pelayanan digital, mereka butuh transaksi digital,” katanya.

Ia pun memberikan apresiasi atas apa yang telah dilakukan Kementerian Pariwisata di bawah komando Menteri Arief Yahya yang telah menggaungkan Go Digital. Merombak pola pikir dan cara kerja di Kemenpar menjadi semakin digital.

“Saya pernah diundang ke War Room, dan saya terkagum-kagum bahwa Kemenpar dengan begitu detail memantau segala perkembangan dengan digital. Perubahan itu diharapkan terus semakin ke bawah ke tingkat daearah. Kemenparnya, menterinya sudah sangat sadar, tinggal bagaimana menularkan ide itu ke daerah-daerah,” ujar Helmy Yahya.

Seperti diketahui, Kemenpar sebelumnya telah meluncurkan War Room. Yaitu pusat kendali “peperangan” berupa perangkat berbasis digital yang memungkinkan Kemenpar mengambil keputusan-keputusan secara cepat berbasis pada data real time.

Selain itu juga ada platform online marketplace pariwisata Indonesia yaitu ITX (Indonesia Travel Exchange). Platform ini berfungsi sebagai hub yang mempertemukan supply dan demand industri pariwisata Indonesia.

Masyarakat sendiri saat ini juga sudah sangat sadar akan pentingnya go digital. Sejumlah komunitas di berbagai daerah telah memanfaatkan strategi digital dalam menciptakan pasar, berpromosi dan publikasi.

Baca juga:  Tahun Politik Bagus untuk Pariwisata, Menparekraf Ungkap Alasannya

Komunitas Generasi Pesona Indonesia (GenPI) Jawa Tengah misalnya. Yang sukses menghadirkan atraksi wisata “Pasar Karetan”. Pasar ini merupakan hasil terobosan promosi dan sosialisasi pariwisata yang mereka ciptakan. Yakni menggali potensi wisata yang ada di daerah, kemudian secara kreatif menjadikannya satu atraksi dengan sosial media sebagai senjata utama.

Secara berkesinambungan atraksi ini kemudian diadopsi oleh komunitas lainnya. Seperti Pasar Pancingan Lombok dan Pasar Siti Nurbaya di Sumatera Barat.

Gagasan ini menunjukkan bahwa GenPI sebagai komunitas telah membuktikan diri mampu membuat program promosi wisata “go digital” yang gencar dilakukan oleh Kemenpar sebagai salah satu strategi pemasaran pariwisata Indonesia.

CEO Good News From Indonesia, Wahyu Aji menambahkan, apa yang dilakukan GenPI dan GenWI tentunya akan menjadi konten yang baik dalam skema digital. Bahwa etika dan norma di dunia media sosial bisa dihadirkan dengan konten-konten positif. Salah satunya pariwisata.

“Ini bisa menjadi contoh bagi masyarakat dalam menggunakan sosial media untuk berbagi konten menarik yang mempromosikan Indonesia,” ujar Wahyu Aji.

Good News From Indonesia sendiri diutarakan Wahyu sedang menjalankan “Mobile Project” yang mengajak setiap orang menggunakan smartphone mereka untuk menangkat hal-hal menarik tentang Indonesia.

“Saat ini tema yang sedang berjalan adalah tentang budaya. Siapapun kita dorong untuk merekam ragam budaya Indonesia dan berbagi informasinya sehingga menjadi konten yang menarik,” ujar Wahyu.

Dengan konsep yang luas tersebut, hingga akhirnya membuat wisatawan baik nusantara maupun mancanegara datang ke Indonesia, semuanya hanya akan bisa dilakukan dengan Go Digital! (kmb/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *