DENPASAR, BALIPOST.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengizinkan peserta Pemilu Serentak 2024 untuk menggelar kampanye di kampus. Kalangan akademisi pun tidak mempermasalahkan kebijakan ini.
Seperti disampaikan Rektor Universitas Warmadewa (Unwar), Prof. dr. I Dewa Putu Widjana, DAP&E., Sp.ParK. Ia berpendapat setiap pasangan calon (paslon) berhak untuk menyampaikan program-programnya di dunia akademik. Asalkan kampanye yang dilakukan tidak menimbulkan friksi-friksi destruktif, namun kampanye yang bersifat konstruktif.
“Selama kampanyenya bagus, konstruktif, bukan destruktif, saya kira oke-oke saja,” ujar Prof. Widjana, belum lama ini.
Widjana mengatakan bahwa Unwar tidak akan diskriminatif terkait paslon yang akan melakukan kampanye di kampus. Namun ia menegaskan bahwa teknis dan waktunya akan diatur langsung oleh pihak kampus. “Kita yang akan tentukan waktunya, jangan kita diperintah. Saya tidak mau diperintah. Kita yang akan mengalokasikan waktu untuk mereka yang ingin melakukan kampanye di Kampus. Dengan catatan, jangan sampai mengupload isu-isu panas yang membuat suasana akademis menjadi tidak bagus. Selama itu bisa dijaga, why not? Saya pikir sebagai pimpinan universitas welcome saja,” tegasnya.
Prof. Widjana, berpandangan bahwa kampanye di dunia akademik sama halnya seperti kuliah umum biasa. Asalkan jangan black campaign (kampanye hitam).
Apabila dalam pelaksanaan kampanye ditemukan unsur kampanye hitam pihak kampus tidak akan mengizinkan kegiatan kampanye tersebut berjalan kembali. Untuk di Unwar, kegiatan kampanye paslon tidak akan masuk ke setiap fakultas. Melainkan seluruh mahasiswa, akademisi akan dikumpulkan menjadi satu dan tidak ada unsur pemaksaan. “Ini masalah pilihan orang yang tidak bisa kita paksakan, apalagi para akademisi, para mahasiswa sudah sedikit matang dan sedikit mengerti tentang politik,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Yayasan Kesejahteraan Korpri Provinsi Bali, Dr. Drs. Anak Agung Gede Oka Wisnumurti, M.Si. menilai diizinkannya paslon pemilu serentak 2024 untuk kampanye di kampus merupakan momentum yang baik untuk menghasilkan calon pemimpin yang berkualitas ke depannya. Asalkan jangan melakukan kampanye hitam.
Apalagi, dalam dunia pendidikan tinggi, civitas akademika akan lebih mengkritisi program-program yang diusung oleh masing-masing paslon. “Yang tidak boleh dilakukan kampus adalah black campaign. Dan ketika mereka memaparkan program-program kerjanya, saya lihat ini wajib dilakukan di kampus. Karena kampus adalah dunia akademik yang memiliki kesadaram dan tingkat kecerdasan politik yang sedikit berbeda kalau dibandingkan dengan dunia lain, asal kampus harus memberikan persamaan dan keadilan kepada semua kandidat. Jadi tidak berpihak dalam proses memberikan kesempatan kepada kandidat untuk memaparkan atau menyampaikan program-program dan mimpi-mimpi sang calon pemimpin untuk membawa Indonesia yang lebih baik ke depan,” tandas mantan KPU Provinsi Bali ini.
Tidak hanya kampanye di kampus, Wisnumurti bahkan menyarankan agar KPU menyelenggarakan debat publik paslon di kampus. Menurutnya, debat publik yang dilakukan di kampus jauh lebih baik.
Sebab, apabila dunia kampus dilibatkan dalam debat publik, maka para akademisi kampus akan bisa memberikan feedback dalam bentuk kritikan terhadap apa yang harus paslon lakukan. Ketimbang debat publik dilakukan hanya sebuah prasyarat formalitas dari perjalanan demokrasi. (Winatha/balipost)