stok
Stok SAR,di Kabupaten Bangli kosong, sehingga korban gigitan anjing mengeluarkan puluhan juta rupiah uang untuk membelinya. (BP/dok)
BANGLI, BALIPOST.com – Kosongnya stok serum anti rabies (SAR) di Kabupaten Bangli memaksa lima warga di dua desa di Kecamatan Susut yang menjadi korban gigitan anjing rabies membelinya hingga ke luar kabupaten. Bahkan untuk bisa mendapatkan SAR, korban gigitan anjing tersebut juga harus mengeluarkan biaya yang cukup tinggi hingga puluhan juta rupiah.

Ni Wayan Ardiani, orang tua korban Ni Putu Ayu Kartika Dewi mengungkapkan untuk bisa mendapatkan SAR, dirinya harus membelinya ke rumah sakit swasta di Badung. Per satu vial dirinya membelinya dengan harga Rp 7,5 juta. Untuk bisa membeli SAR, Ardiani mengaku terpaksa meminjam uang ke LPD yang ada di desanya.

Baca juga:  Dari Gepeng Menjamur di Badung hingga Pelaku Usaha Perlu Modal Berbunga Ringan Memulai Lagi Bisnisnya

Tak hanya Ardiani, Sang Made Permana Yuda (29) warga yang menjadi korban gigitan anjing rabies lainnya juga mengaku membeli SAR di sebuah rumah sakit di wilayah Badung untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Karena pemberian SAR disesuaikan dengan berat badannya, maka dirinya harus merogoh kocek hingga Rp 23 juta.

Terkait mahalnya harga SAR, Permana Yuda berharap pemerintah kabupaten Bangli bisa menyediakan SAR di rumah sakit sehingga harganya bisa lebih terjangkau. “Kita harapkan pemerintah kabupaten bisa menyediakan SAR di rumah sakit sehingga warga tidak harus membelinya jauh dengan harga mahal,” harapnya.

Baca juga:  Perusahaan Bursa Saham Tiongkok akan Bertemu di Bali

Sementara itu, Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Bangli Nyoman Sudarma saat dikonfirmasi mengakui bahwa stok SAR di Bangli saat ini memang sedang kosong.

Tak hanya di Bangli kosongnya stok SAR juga terjadi di kabupaten lainnya di Bali. Bahkan sebagaimana informasi yang didapatnya dari Kementerian Kesehatan bahwa stok SAR di distributornya di Perancis juga kosong. “Kita sebenarnya sudah siapkan anggaran untuk pengadaan SAR, cuma barangnya tidak ada. Infonya Mei-Juni ini baru ada,” terangnya.

Lantas di singgung mengenai adanya rumah sakit swasta yang menyediakan SAR, Sudarma mengaku tidak mengetahui secara pasti dimana dapatnya. Dirinya mengaku sudah sempat menanyakan hal itu ke Kemenkes, namun Kemenkes juga menyatakan tidak tahu.

Baca juga:  Tambahan Harian COVID-19 Bali Sudah Dua Digit, Tapi Zona Risiko Tak Bergeser

Sudarma menjelaskan, sesuai protap kasus gigitan pada daerah yang tidak beresiko tinggi sebenarnya cukup ditangani dengan VAR lengkap sebanyak 3 kali. Sedangkan jika kasus gigitan terjadi pada daerah beresiko tinggi seperti pada leher, wajah, kepala, ujung jari kaki, tangan, dan kemaluan serta luka multiple disarankan untuk mendapat SAR.

“Tidak perlu sebenarnya SAR kalau gigitannya di daerah resiko rendah walaupun anjingginya positif rabies. Tapi karena ada kekhawatiran masyarakat jadinya beli SAR,”jelasnya. (dayu rina/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *