Ilustrasi. (BP/Antara)

JAKARTA, BALIPOST.com – Kemunculan subvarian Omicron, baik itu BA4, BA2, dan BA5 harus diwaspadai. Sebab, memicu kenaikan signifikan kasus COVID-19 di beberapa negara. Seperti Jepang, Korea Selatan, Australia dan Singapura. Demikian dikemukakan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Prof. Wiku Adisasmito, Kamis (4/8) dikutip dari keterangan tertulisnya.

Ia mengungkapkan dari data per 31 Juli, kasus di Jepang angkanya melebihi 1 juta kasus. Sementara itu, Korea Selatan mencatatkan 500 ribu kasus lebih, disusul Australia hampir 300 ribu kasus, dan Singapura mencapai 54 ribu kasus dalam 1 minggu.

Baca juga:  PTM Berjalan Lancar, Mesti Tetap Disiplin Prokes

“Penting untuk belajar dari penyebab kenaikan kasus di negara lain. Agar kita dapat merefleksikannya dan mencegah semaksimal mungkin potensi tersebut terjadi di Indonesia,” kata WIku.

Melihat secara rinci penyebabnya, di Jepang kenaikan besar terjadi karena memasuki periode musim panas. Mobilitas masyarakat untuk rekreasi dan melakukan perjalanan baik internasional maupun domestik meningkat. Subvarian BA5 dan BA2 menyebar dengan luas seiring kegiatan publik kembali meningkat.

Baca juga:  Warga Belanda Rindu ke Bali, Ini Kata Wagub Cok Ace

Sedangkan di Korea Selatan, disebabkan pembukaan perjalanan internasional yang dibarengi penghapusan sebagian besar peraturan menjaga jarak, sehingga hanya mengandalkan penggunaan masker saja. Lalu, di Australia, disebabkan Subvarian BA5 yang menyebar luas, diperparah lonjakan kasus influenza secara bersamaan. Di Singapura, kenaikannya juga karena Subvarian BA4 dan BA5.

Sementara, kondisi kenaikan di Indonesia pada kasus mingguan menjadi yang terendah dibandingkan 4 negara tersebut. “Adanya fakta ini, sudah sepatutnya tidak dianggap enteng oleh masyarakat Indonesia. Hal ini menegaskan bahwa subvarian dari COVID-19 ini sudah menjadi ancaman,” tegas Wiku.

Baca juga:  KPU Terima Berkas Pendaftaran Prabowo-Gibran di Hari Keramat Pemilu

Meskipun saat ini di indonesia dampaknya tidak seperti negara-negara lain, namun tetap perlu diwaspadai. Karena, kemungkinan lonjakan kasus itu masih ada. “Kita perlu meminimalisir potensi terjadinya lonjakan kasus dengan belajar dari negara-negara tersebut,” tegas Wiku. (kmb/balipost)

BAGIKAN