Viraguna Bagoes Oka. (BP/Dokumen)

Oleh Viraguna Bagoes Oka

Merebaknya berbagai permasalahan keuangan, perbankan dan disrupsi ekonomi serta hiruk pikuknya gejolak sosial kemasyarakatan di Bali terlihat cukup menonjol belakangan ini. Antara lain ditandai dengan semakin sulitnya sumber likuiditas perbankan/BPR dan meningkatnya NPL akibat sulitnya penyelesaian kredit bermasalah dunia usaha sebagai dampak pandemi Covid-19 yang masih tetap berlanjut.

Berbagai kasus keuangan dan penyimpangan (fraud) telah banyak menimpa lembaga keuangan non bank seperti “Lembaga Perkreditan Desa (LPD) dan koperasi termasuk berkembangnya kembali kasus-kasus lama seperti money changer bodong yang membuat kegamangan tugas penegak hukum kepolisian dan atau dari kejaksaan dalam menuntaskannya akibat lemahnya payung hukum yang berlaku (LPD berada dalam yuridiksi hukum lokal Pemprov Bali).

Selain itu, dalam upaya mempercepat pertumbuhan pariwisata Bali yang sudah mulai menggeliat pascapandemi dengan telah dibukanya penerbangan-penerbangan langsung (direct flight) menuju Bali. Sebagai akibatnya,  telah menimbulkan permasalahan baru terkait dengan pelayanan keimigrasian yang masih dirasa jauh dari harapan dalam rangka mewujudkan pariwisata Bali yang berkualitas.

Selain itu, permasalahan lainnya adalah sering munculnya kontroversi terkait masalah perizinan usaha-usaha hotel atau resort seperti kasus Hollywings yang mendadak bisa berubah nama menjadi Atlas Resort. Bahkan hingga isu terkini yang memancing perhatian masyarakat desa adat (MDA) Sanur tentang kontroversi atas lokasi proyek LNG Sanur terkait dengan kelestarian lingkungan. Di samping maju mundurnya masalah pro dan kontra atas reklamasi Tanjung Benoa yang sepertinya tak kunjung selesai.

Baca juga:  Ancaman Gelombang Ketiga Dipengaruhi Vaksinasi Yang Belum Memadai

Belum lagi isu lama lainnya terkait kemacetan, sampah hingga perang tarif hotel serta maju-mundurnya rencana pendirian bandara Bali Utara telah membuat semakin lengkaplah carut-marutnya persoalan-persoalan yang semakin kompleks dihadapi Bali ke depan pascapandemi dan krisis global saat ini.

Dalam rangka memulihkan kembali dan menyongsong Bali Era Baru serta mewujudkan pariwisata Bali yang berkualitas, dunia usaha, pertumbuhan ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat Bali yang harmonis, terukur dan terpadu, maka sudah saatnya diambil terobosan dan langkah strategis Kepemimpinan Bali Terpadu Pariwisata yang tangguh.

Kenapa permasalahan tersebut tak akan bisa tuntas penindakannya selama ini? Antara lain disebabkan persoalan dasar hukum dalam rangka enforcement antara kewenangan pusat vs kearifan lokal terkait kultur/budaya lokal membuat gamangnya penindakan di tingkat pelaksana di Bali. Contoh kasus LPD (aturan lokal/lex spesialis) vs penegakan hukum yang ditangani kejaksaan (sesuai UU/ lex generalis).

Baca juga:  Amankan Perayaan Tahun Baru, Polda Bali Fokus di 2 Kawasan Ini

Contoh lainnya dalam kasus money changer bodong yang izinnya dikeluarkan oleh otoritas BI, namun untuk penindakan dan pengawasannya otoritas BI tak memiliki perangkat/kewenangan yang memadai di tingkat lokal yang seringkali dikaitkan dengan desa adat tempat lokasi money changer sehingga penanganan dan penindakannya sering gamang.

Mencermati permasalahan tersebut, maka sudah saatnya Bali memiliki semacam “Otoritas Kepemimpinan Bali Terpadu Pariwisata (OKBTP)“ dengan fungsi dan kewenangan serta perangkat hukum/UU terpadu yang dimiliki Gubernur Bali.

Dalam pelaksanaan tugas/kebijakan tata kelola dan manajemen Bali secara terpadu dimaksud dalam bingkai Otoritas Kepemimpinan Bali Pariwisata Terpadu (OKBTP) khusus di bidang Pariwisata berikut turunannya yang terkait seperti pungutan VOA, keimigrasian, kepolisian dan pengelolaan bandara serta perizinan terkait pariwisata menjadi satu atap di bawah kendali/komando terpadu Gubernur Bali. Sehingga kepemimpinan Bali dapat berjalan secara efektif dan terintegrasi dalam satu kesatuan komando, berikut perangkatnya dan kewenangan penuh berada langsung di tangan Gubernur Kepala Daerah Bali, sebagaimana halnya Otoritas dan kewenangan penuh yang dimiliki oleh Gubernur DKi Jakarta saat ini sesuai UU.

Baca juga:  Nilai Ekspor Nasional di Agustus Capai Rekor Tertinggi Sepanjang Masa

Jika OKBTP ini disetujui pemerintah menjadi UU berikut anggaran dan perangkat terkait di bawah kendali/komando langsung Gubernur Bali, maka dapat dipastikan pengelolaan kepemimpinan Bali berbasis Sad Kerthi Loka Bali dengan kepemimpinan satu atap (satu komando) yang terpadu, kompeten  kredibel dan terpercaya akan dapat dipastikan bisa berjalan efektif.

Jika permasalahan utama dengan dapat diperjuangkannya OKBTP dapat diwujudkan oleh Bali, maka Bali dengan kemampuan/skill/integritas SDM-nya dipastikan akan bisa segera menyelesaikan segala permasalahan Bali yang selama ini bertumpu dari sektor pariwisata sehingga sumber dana dan pendapatan daerahnya dapat menjadi mandiri serta potensinya sangat besar bisa tumbuh pesat. Dengan catatan Gubernur Bali memiliki komitmen penuh dan tekad kuat agar Bali bisa dikelola secara profesional (transparan, akuntabel, bertanggung jawab, independen dan terpercaya). Bali ke depan tak lagi ketergantungan dana subsidi dari pemerintah pusat. Svaha.

Penulis, praktisi dan pelaku usaha keuangan dan perbankan

BAGIKAN