JAKARTA, BALIPOST.com – Inisiatif pelaksanaan perdagangan karbon atau carbon trading di bursa tanah air dilakukan pengkajian oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Untuk pasar karbon kita terus melakukan kajian-kajian dan tentunya kita berkoordinasi dengan kementerian terkait, dari KLHK, Kemenkomarinves dan juga Kemenkeu untuk melakukan atau melaksanakan inisiatif tersebut,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajardi dalam acara peringatan 45 tahun Diaktifkannya Kembali Pasar Modal Indonesia di Jakarta, dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (10/8).
Mengutip laman ICDX Group, perdagangan karbon merupakan kegiatan jual beli kredit karbon, di mana pembeli menghasilkan emisi karbon yang melebihi batas yang ditetapkan.
Kredit karbon (carbon credit) adalah representasi dari hak bagi sebuah perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya dalam proses industrinya. Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2).
Kredit karbon yang dijual umumnya berasal dari proyek-proyek hijau. Lembaga verifikasi akan menghitung kemampuan penyerapan karbon oleh lahan hutan pada proyek tertentu dan menerbitkan kredit karbon yang berbentuk sertifikat. Kredit karbon juga dapat berasal dari perusahaan yang menghasilkan emisi di bawah ambang batas yang ditetapkan pada industrinya.
Pemerintah setempat biasanya akan mengisukan kredit tersebut hingga batasan tertentu. Jika perusahaan menghasilkan emisi kurang dari kredit yang dimiliki, maka perusahaan tersebut bisa menjual kredit tersebut di pasar karbon.
Namun jika emisi yang dihasilkan melebihi kredit yang dimiliki, maka perusahaan harus membayar denda atau membeli kredit di pasar karbon. Dengan demikian, negara-negara di dunia dapat mengontrol jumlah emisi karbon yang dihasilkan dan mengurangi dampak gas rumah kaca secara signifikan.
“Dalam P2SK, kita juga sudah masukkan mengenai pasar karbon. Ini masih dalam proses dan kita tunggu penunjukan dalam hal ini kementerian terkait KLHK untuk mengamanahkan karbon sebagai securities. Kami terus berkoordinasi dengan kementerian terkait dan juga SRO,” ujar Inarno.
Sementara itu, Direktur Utama BEI Iman Rachman menyampaikan, memang perlu didefinisikan terkait karbon sebagai instrumen keuangan. “Karena kalau kita bicara bursa selama ini adalah surat berharga. Terkait dengan aturannya, di SRO kami saat ini bersama-sama memang sedang meminta kajian oleh konsultan karena ini baru pertama kali di Indonesia, bagaimana best practices yang dilakukan di negara-negara lain,” ujar Iman.
Selain itu, lanjut Iman, perlu dilihat dari sisi suplai dan permintaan yang akan terjadi dalam perdagangan karbon. Ia pun menyatakan Organisasi Regulator Mandiri (SRO) yang terdiri dari BEI, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), juga siap apabila nantinya ditunjuk untuk menyelenggarakan perdagangan karbon tersebut.
“Tentu saja kita persiapkan apakah kita gunakan sistem saat ini di mana ada penjaminan dari KPEI maupun dilakukan langsung dengan KSEI, bisa kita kaji. Kedua, apakah ini dilakukan langsung oleh bursa karena terkait perdagangan saham atau dilakukan terpisah sebagai entitas terpisah di bursa efek. Tapi semua kajian itu sedang kita lakukan berkoordinasi antara SRO dengan OJK,” kata Iman. (Kmb/Balipost)