MANGUPURA, BALIPOST.com – Energi bersih di Bali, selama ini sudah menjadi visi dan menjadi landasan hidup masyarakat Bali sejak dulu. Semua itu, berdasarkan tiga aspek, yakni alam, krama (manusia), dan budaya, yang diterapkan dengan nilai aspek kearifan lokal yakni sat kerthi yang harus dijaga terdiri dari atma, samudra, sungai, tumbuh-tumbuhan, manusia dan alam. Demikian diungkapkan Ketua Center of Excellence Community Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana (Unud) Prof. Ir. Ida Ayu Dwi Giriantari, MEngSc, PhD, IPM., Selasa (30/8).
Ia mengatakan ini yang menginspirasi masyarakat menjaga kehidupan yang ada di Bali. Untuk mencapai itu, lanjut dia, Pemerintah Provinsi Bali memiliki program khusus, didukung oleh infrastruktur melalui Ekonomi Kerthi Bali, dengan program unggulan yakni Bali Hijau. Yakni ada energi bersih, pengelolaan sampah, sistem keamanan lingkungan yang berbasis desa adat.
“Di Bali desa adat ini sangat kental. Demikian juga dalam penerapan energi bersih Bali, lebih banyak melibatkan desa adat. Kita punya budaya komunal yang khusus di Bali. Inilah yg harus dimanfaatkan, karena Bali ini pulau kecil, yang sumber daya alamnya tidak terlalu banyak. Sehingga energi surya menjadi alternatif,” katanya saat menjadi pembicara pada seminar publik dengan tema “Decentralizing Energy Transition – Advancing the Role of Community and Subnational Government” serangkaian G20 Side Events dan Energy Transition Working Group (ETWG) Meeting di Nusa Dua.
Lebih lanjut menurutnya, dengan program energi bersih secara nasional, yang dilakukan di Bali merupakan gayung bersambut. Pasalnya, konsumsi energi di Bali, rata-rata lebih besar dibandingkan m nasional. Hal itu karena Bali merupakan kawasan pariwisata, sehingga konsumsi energinya tinggi.
Oleh karenanya, Bali dalam hal energi, tentu harus menjadi perhatian khusus. “Kalau dilihat, konsumsi energi erat hubunganya dengan pertumbuhan ekonomi. Bisa dilihat selama tahun 2020, saat pandemi COVID-19, Bali sangat terpuruk. Memang saat ini sudah mulai bangkit dari segi ekonomi, namun dari sisi energi harus juga disiapkan,” ucapnya.
Untuk itu, praktek pemanfaatan energi bersih di Bali sangat penting dilakukan, seperti penerapan PLTS atap. Dengan target Bali menjadi pariwisata yang hijau yang ramah lingkungan, target utama yang disasar adalah fasilitas pariwisata.
Saat ini akan dimulai percontohan di kantor pemerintahan. “Tahun 2023 akan digenjot di fasilitas pariwisata untuk mewujudkan green energy ini,” terangnya.
Sementara itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang hadir pada seminar ini menyampaikan, Bali bisa menjadi contoh pemanfaatan energi bersih. “Saat ini, energi fosil sudah sangat mahal. Bahkan untuk mendapatkannya, tidak mudah,” ucapnya. (Yudi Karnaedi/balipost)