Ngurah Sumaryana. (BP/asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Mantan Ketua LPD Ungasan, Kuta Selatan, Badung, terdakwa Drs. Ngurah Sumaryana, M.M., Selasa (20/9) mulai diadili di Pengadilan Tipikor Denpasar. JPU Dewa Lanang Arya dkk., dalam surat dakwaanya di hadapaan majelis hakim pimpinan Kony Hartanto, menguraikan sejumlah peristiwa yang diduga berkaitan dengan peran terdakwa selaku Ketua LPD Ungasan yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi hingga mengakibatkan kerugian sebesar Rp26.872.526.963.

Angka itu sebagaimana hasil laporan akuntan independen atas pemeriksaan investigasi laporan aliran dana investasi di Lombok dan pinjaman yang diberikan LPD Desa Adat Ungasan yang dibuat oleh Kantor Akuntan Publik K.Gunarsa. Yang menarik, dalam surat dakwaan JPU, banyak nama yang ikut terseret dalam pusaran dugaan korupsi LPD Ungasan tersebut.

Dijelaskan dalam sidang secara virtual, terdakwa Ngurah Sumaryana, selaku Kepala LPD Desa Adat Ungasan dalam memberikan kredit tidak mempedomani sistem dan prosedur perkreditan LPD. Terdakwa dalam memberikan kredit kepada nasabah yakni kepada debitur Junaidi Kasum, I Wayan Suena, Daniel Sahat Tua Sinaga dan Herdin A. Fattah. “Pemberian kredit ini tidak sesuai dengan sistem dan prosedur perkreditan LPD,” jelas jaksa.

Baca juga:  Polisi Gerebek Judi Sabung Ayam

Apalagi dalam aturan sudah jelas bahwa dalam Perda Provinsi Bali, soal LPD yang menyebutkan bahwa lapangan usaha LPD mencakup “memberikan pinjaman hanya kepada krama desa”. Namun oleh terdakwa, diduga pinjaman yang diberikan kepada debitur tersebut tidak disertai dengan penyerahan agunan atau jaminan ke LPD Desa Adat Ungasan sehingga ketika para debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk melakukan pembayaran atau kredit debitur kualifikasi macet.

Tidak ada agunan milik debitur yang dapat diambil alih oleh LPD Desa Adat Ungasan untuk menutupi atau menyelesaikan pinjaman debitur. Lebih jauh dijelaskan jaksa, akibat pengelolaan keuangan LPD Desa Adat Ungasan yang tidak menerapkan prinsip kehati-hatian yang dilakukan Ngurah Sumaryana sejak 2013 hingga tahun 2017 telah menyebabkan kekayaan terdakwa bertambah sebesar Rp6.231.965.633.

Baca juga:  Mengundang Polemik, Kewajiban Sertifikasi Halal Makanan Hotel Restoran Dinilai Mengada-ada

Selain itu memperkaya Junaidi Kasum Rp15.208.775.880, I Wayan Suena Rp4.338.785.450, Daniel Sahat Tua Sinaga Rp800.000.000, dan Herdin A. Fattah sebesar Rp293.700.000. Masih dalam dakwaan jaksa, juga diuraikan bahwa LPD Desa Adat Ungasan berdiri sejak bulan September 1991 dan berdasarkan SK Gubernur, dengan modal pendirian Rp 5 juta dari Pemkab Badung.

Namun, kata jaksa, Kepala LPD Desa Adat Ungasan dalam memberikan kredit tidak mempedomani sistem dan prosedur perkreditan LPD, dengan memberikan kredit kepada satu orang debitur namun dipecah-pecah menjadi beberapa debitur yang melibatkan keluarga debitur itu sendiri. Padahal beban pembayaran menjadi kewajiban debitur.

Baca juga:  Pascaditangkap KPK, Lukas Enembe Dirawat di RSPAD Gatot Soebroto

Mebijakan tersebut diberikan bukan hanya kepada debitur melainkan juga diterapkan dalam pemberikan kredit atas nama terdakwa yang kreditnya dipecah-pecah juga menatasnamakan istri, anak dan keluarga terdakwa dengan maksud untuk menghindari ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).

Atas dakwaan itu, terdakwa melalui tim penasihat hukumnya, I Gde Manik Yogiartha, I Kadek Agus Suparman, dkk.,bakalan mengajukan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa. Ada beberapa alasan. Salah satunya bahwa belum jelas apa bentuk bantuan modal awal LPD dari Pemkab Badung, apakah beruba hibah atau penyertaan modal. “Jika hibah, jelas ini bukan ranah pidana korupsi. Namun merupakan pidana umum. Namun jika itu penyertaan modal, bagaimana cara menghitung uang negara dari Rp5 juta, menjadi Rp26 miliar?,” kata tim kuasa hukum terdakwa. (Miasa/balipost)

BAGIKAN