Majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, pimpinan Heriyanti, saat membacakan putusan sela kasus dugaan korupsi dan TPPU dengan terdakwa Dewa Rhadea. (BP/Asa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar pimpinan Heriyanti, Kamis (29/9) membacakan putusan sela dalam perkara dugaan korupsi dan TPPU dengan terdakwa I Dewa Gede Rhadea Prana Prabawa. Ketua majelis hakim yang juga KPN Singaraja itu menolak eksepsi pihak terdakwa.

Alasannya bahwa eksepsi yang diajukan melalui kuasa hukumnya I Gede Indria dkk., sudah masuk pokok perkara. Sehingga, perbuatan yang didakwakan terdakwa mesti dibuktikan di pengadilan.

Atas ditolaknya eksepsi terdakwa, majelis hakim minta JPU membuktikan dakwaan, dengan menghadirkan para saksi. Karena belum ada saksi, sidang bakalan dilanjutkan dua pekan kemudian.

Sebelumnya, JPU dari Kejati Bali pimpinan Agus Eko Purnomo, dkk., membacakan dakwaan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi, pemerasan dan TPPU dengan terdakwa I Dewa Gede Rhadea Prana Prabawa. Yakni, dalam kaitan proyek LNG Celulan Bawang dan lahan di Air Sanih, yang rencananya untuk Bandara Bali Utara.

Baca juga:  JPU Beber Kebobrokan Pengelolaan, Terdakwa LPD Ungasan Ajukan Eksepsi

JPU membeber peranan Rhadea yang merupakan anak mantan Sekda Buleleng, Ir. I Dewa Ketut Puspaka. Salah satunya adalah pengganti Made Sukawan Adika dalam surat perjanjian sewa lahan Desa Adat Air Sanih ke Dewa Radhea (adendum I).

Sesuai surat dakwaan jaksa yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Denpasar, terungkap bahwa sewa lahan Air Sanih itu selama 40 tahun dengan nilai sewa Rp25 miliar, seluas 58 hektar.

Baca juga:  Datangi Kejati Bali, Tokoh Adat Pertanyakan Perkembangan Kasus LPD Sangeh

Sedangkan kuasa hukum terdakwa, Indria dan Santanu, selain “menggoyang” soal Pasal 55, penasihat hukum terdakwa juga menyoroti perhitungan dana investor yang telah disetorkan ke Sukawan Adika, Candra Bherata dan Dewa Radhea sendiri. Dalam dakwaan JPU, sebagaimana dakwan jaksa disebutkan total dana yang diterima Dewa Puspaka dari Investor PT. Titis Sampurna melalui anak perusahaanya, PT. Padma Energi Indonesia adalah Rp12.500.000.000.

Dana itu diterima melalui Dewa Radhea, I Made Sukawan Adika, Made Candra Bherata dan Hasyim. Kata kuasa hukum terdakwa dalam eksepsinya, setelah dihitung terjadi perbedaan angka, yakni menjadi Rp 12.542.070.501. Angka itu didapat dari transferan ke Dewa Radhea Rp 4.700.000.000, Sukawan Adika Rp 5.392.070.501, Hasyim Rp 1.150.000.000., dan Candra Bherata Rp 1.300.000.000.

Baca juga:  Dikritisi, Dokumen RZWP3K Masih Alokasi Reklamasi dan Tambang Pasir Laut

Jadi, ada selisih Rp 42.070.501. “Apakah sisa ini masih ada di Sukawan Adika, atau dimana? Kami penasihat hukum terdakwa melihat ini dakwaan a quo tidak cermat dan tidak jelas. Namun jika membaca dakwaan JPU,sejatinya turut serta dan membantu Ir. Dewa Puspaka dalam melakukan perbuatan pidana korupsi, secara dengan sengaja dan aktif adalah Made Sukawan Adika,” beber Indria di hadapaan majelis hakim pimpinan Heriyanti. (Miasa/balipost)

BAGIKAN