I Wayan Artika. (BP/Istimewa)

Oleh Dr. I Wayan Artika, S.Pd., M.Hum.

Tahun ini program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) dilaksanakan dalam MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka), kembali dilaksanakan. Yang khas pada tahun kedua adanya tema kebhinekaan dalam format Modul Nusantara (MN); kelas-kelas perkuliahan yang membuka wawasan dan sikap kritis
mahasiswa terhadap praktik-praktik hidup masyarakat yang bhineka.

Pertukaran mahasiswa, baik dalam negeri maupun luar negeri, telah lama dikenal dalam kancah pendidikan. Biasanya selalu ada tema-tema khusus yang diusung oleh suatu program pertukaran.

Artinya, dengan sangat “vulgar” pendidikan senantiasa tidak pernah bebas dari beban sampingan, terkadang politik, kebangsaan, misi diplomasi kebudayaan, penyembuhan luka sejarah, ekonomi, ideologi, dll. PMM tentu saja implementasi dari salah satu aksioma MBKM; mahasiswa mendapat hak untuk belajar sejumlah mata kuliah dengan beban kredit tertentu di luar prodi, fakultas, universitas, bahkan di lembaga-lembaga sosial, industri, dan masyarakat.

Pemerintah tidak cukup menggelontorkan proramnya tetapi menyediakan dana. MBKM ternyata telah siap dengan aneka paket belajar yang bisa dipilih oleh mahasiswa. Universitas-universitas menjadi ujung tombak.

Baca juga:  Bali dengan Problema Penduduk Pendatang

Di samping itu, masih ada wujud lain MBKM, program-program yang mengusung roh atau ideologi MBKM, yang digagas, dilaksanakan, dan didanai oleh universitas secara mandiri. PMM dalam kerangka MBKM yang terimplementasi dalam kekhasan berupa
Modul Nusantara yang tahun ini baru memasuki
tahun kedua, mengusung misi atau semacam
muatan tambahan yakni kebinekaan.

Kampus-kampus tujuan (yang menerima mahasiswa PMM, inbound) wajib menyelenggarakan kuliah kebinekaan yang diberi nama Modul Nusantara. Dosen pengajarnya sendiri diberi label khusus, yaitu Dosen Modul Nusantara.

Kata “Nusantara” dipilih karena di dalamnya mengandung makna kebinekaan yang menjadi
landasan pendirian NKRI. Kuliah-kuliah Modul Nusantara adalah kuliah-kuliah kebhinekaan
yang sangat menarik.

Daya tariknya adalah pada pengalaman langsung mahasiswa di tengah kebhinekaan itu sendiri. Topik-topik kuliah Modul Nusantara dirancang oleh dosen perguruan tinggi tujuan pengampu yang lolos seleksi menjadi dosen Modul Nusantara.

Berbagai praktik kemerdekaan yang telah terjadi berabad-abad dijadikan materi atau teori kebinekaan dan sekaligus arena untuk mengalami kebhinekaan itu sendiri. Soal kebhinekaan yang digandengkan dengan NKRI dan pilar-pilar kebangsaan lainnya, tidak
cukup hanya dicerna dalam ruang kuliah atau forum-forum ilmiah kampus tetapi harus dialami langsung oleh mahasiswa.

Baca juga:  Bergerak Merawat Kebangsaan dengan Penguatan Multikultur

Lalu, mahasiswa ditukar ke berbagai kota di Indonesia selama enam bulan atau satu semester. PMM memang tidak secara khusus membelajarkan dan memberi pengalaman praktis soal kebhinekaan karena mereka tetap kuliah di perguruan tinggi asal, sesuai dengan prodi dan mengambil sejumlah mata kuliah terkait prodi di perguruan tinggi tujuan.

Karena itu, kuliah-kuliah Modul Nusantara berlangsung pada setiap akhir pekan sehingga tidak terjadi benturan jadwal. Kuliah-kuliah Modul Nusantara memberi keleluasaan wawasan mahasiswa dalam hal konsep, cakupan, dan dinamika kebinekaan.

Setelah mahasiswa selesai mengikuti PMM dan kuliah Modul Nusantara, mereka kembali ke kampus asal dan melanjutkan kuliah hingga tamat. Pengalaman kebinekaan itu mengisi dirinya.

Mereka telah membuktikan bahwa kebinekaan itu nyata. Kebinekaan itu wacana tetapi mereka telah mengalami langsung dalam berbagai program belajar empiris dan kontekstual; kebhinekaan sebagai keniscayaan besar.

Baca juga:  Optimisme Perekonomian Bali 2017

Kekhasan lain Modul Nusantara adalah pada variasi kuliah. Dosen-dosen Modul Nusantara menyelenggarakan kuliah-kuliah di luar kampus atau di situs-situs kebinekaan, seperti klenteng, masjid, pura, gereja, kampung-kampung etnik tertentu yang hidup berdampingan dengan kampung etnik-etnik lainnya.

Di sini mahasiswa berkomunikasi langsung dengan masyarakat setempat atau menerima kuliah-kuliah inspirasi dari tokoh-tokohnya. Aturan-aturan kuliah lainnnya memang lebih ketat ketimbang kuliah pertukaran mahasiswa yang sudah lazim.

Bali misalnya yang merupakan salah satu tujuan PMM/Modul Nusantara dikonstruksi sebagai sebuah pulau atau habitus kebinekaan, yang sangat dinamis. Mahasiswa mengenal satu wawasan dinamis tentang kebinekaan Bali, yang tidak lagi sebatas SARA. Lewat kuliah Modul Nusantara, Bali dihadirkan dalam wajah
kebinekaan kontemporer yang tidak lagi politis tetapi ekonomis, demografis, dan mobilitas, dan itu sangat kompleks. Kebinekaan Bali yang tidak kalah pentingnya adalah polarisasi, oposisi-oposisi biner, kasta yang masih ada, kawin campur, kehadiran orang asing, dan lain-lain.

Penulis, Dosen Undiksha, Pengampu Mata
Kuliah Modul Nusantara

BAGIKAN