Krama Desa Adat Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak melaksanakan pembangunan fisik pada baga parahyangan. Ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan BKK dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Wewidangan Desa Adat Tukad Sumaga Kecamatan Gerokgak berbatasan langsung dengan kawasan hutan lindung. Kondisi ini membuat pemerintahan desa adat terus berkomitmen menjaga kelestarian kawasan hutan di Buleleng barat.

Caranya, berpartisipasi dalam pengawasan hutan melibatkan unsur pecalang di desa adat. Selain itu, bersama pemerintahan desa (pemdes) dan instansi terkait di pemerintahan komitmen melaksanakan rehabilitasi di kawasan hutan.

Kelian Desa Adat Tukad Sumaga, Nyoman Marga, Selasa (11/10) mengatakan, sejak terbentuk desa adat ini terbagi menjadi sembilan banjar adat masing-maaing, Banjar Adat Mawar, Buluh, Bulakan, Gandongan, Gandongan Cendana, Gandongan Cemara, Yeh Emas, Berawah dan Banjar Adat Poh kembar. Saat ini, jumlah krama desa di desa adat ini tercatat sebanyak 2.000 kepala keluarga (KK).

Di mana, pekerjaan sehari-hari ribuan krama desa ini sebagian besar menjadi pekerja serabutan. Selain itu, ada juga menjadi pegawai pemerintahan dan kariyawan suwasta.

Baca juga:  Dari Identitas Pemotor Terseret Arus Sungai Yeh Ho hingga Banjir Ancam Denpasar

Sesuai dresta yang diwarisi, setiap krama desa ini bertangungjawab sebagai pengempon di pura baik kayangan tiga dan kayangan desa. Kayangan Tiga terdiri dari Pura Puseh/ Desa, Dalem, dan Pura Mrajapati.

Sementara pura khayangan desa meliputi, Pura Taman yang diempon oleh karama subak dan Pura Segara. “Wewidangan desa adat kami memang luas, namun potensi lokal sangat minim dan terbukti sebagian besar krama menjadi pekerja serabutan dan selebihnya ada juga menjadi pegawai, baik pemeirntah dan swasta,” katanya.

Menurut Kelian Desa Adat Tukad Sumaga Nyoman Marga, sebagai desa adat yang berbetasan dengan kawasan hutan lindung, kebijakan yang dijalankan selama ini komitmen menjaga kelestarian kawasan hutan itu sendiri sebagai kawasan hulu yang disucikan. Sejak beberapa tahun terakhir, kawasan hutan mengalami kerusakan parah akibat aksi perambahan hutan.

Baca juga:  12 Pasien OTG Dipindahkan ke Tempat Karantina GTPP COVID-19 Bali

Sadar dengan kondisi itu, krama desa bersama perangkat pemerintahan desa dan instansi terkait melaksanakan rehabilitasi kawasan hutan. Pada program ini telah ditanam bibit pohon yang endemis tumbuh di kawasan hutan tersebut.

Selain itu, bibit tanaman produktif juga banyak ditanam di kawasan hutan. Hasilnya kemudian bisa dimanfaatkan oleh warga itu sendiri.

Untuk menjaga kelestarian kawasan hutan, Prajuru Desa Adat Tukad Sumaga kemudian menugaskan unsur pecalang di desa adat untuk melakukan pengawasan hutan. Pengawasan ini untuk mencegah jangan sampai kawasan hutan yang telah kembali pulih tidak lagi menajdi sasaran bagi oknum perambah.

Hal ini juga sejalan dengan kebijakan Gubernur Bali Wayan Koster lewat visi misi Nangun Sat Kerthi Loka Bali (NSKLB). Salah satunya adalah menjaga kelestarian hutan. “Kami bersama aparat desa dinas dan instsnasi terkait komitmen menjaga jangan sampai kawasan hutan kembali rusak, dan ini sejalan dengan visi misi Pak Gubernur Koster yang konsisten menjaga kelestarian dan kesucian hutan,” tegasnya.

Baca juga:  Waisak, Umat Buddha Diminta Sembahyang di Rumah

Kelian Desa Adat Tukad Sumaga Nyoman Marga menambahkan, kebijakan dalam pembangunan fisik di desa adat berjalan dengan baik. Buktinya, pada baga prayangan, pihaknya berhasil melaksanakan pembangunan. Ini tak lepas karena Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali mengalokasikan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) kepada desa adat.

Dengan bantuan itu, pihaknya berhasil membangun wantilan, pelinggih catus pata, dan pemasangan lampu penerangan di areal Pura Khayangan Tiga. “Kami tidak punya pendapatan asli dan karena itu sukur ada bantuan dari Pak Gubernur, sehingga pembangunan fisik di desa adat bisa berjalan. Kami berharap program ini dilanjutkan untuk periode berikutnya,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN