I Made Agus Adnyana. (BP/Istimewa)

Oleh I Made Agus Adnyana

Beberapa waktu lalu Badan Pusat Statistik merilis perkembangan beberapa indikator pariwisata Bali, di antaranya adalah jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, tingkat hunian kamar hotel dan rata-rata lama menginap. Ketiga indikator tersebut menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan periode sebelumnya.

Kunjungan wisatawan mancanegara yang datang langsung ke Bali bulan Juli mencapai 246.504 kunjungan, naik 35,72% dibandingkan bulan Mei 2022. Tren peningkatan ini sepertinya akan terus berlangsung, seiring sudah dibukanya penerbangan beberapa negara yang langsung ke tujuan Bandara I Gusti Ngurah Rai.

Sepertinya pariwisata Bali mulai bangkit perlahan. Sudah terlihat banyak aktivitas pariwisata hampir di seluruh wilayah kabupaten kota di Bali.

Meningkatnya aktivitas pariwisata ini tentu juga akan meningkatkan aktivitas ekonomi penunjang sektor pariwisata, seperti sektor jasa akomodasi, makan dan minuman, transportasi dan juga perdagangan. Dengan meningkatnya sektor-sektor tersebut yang notabene adalah sumber pertumbuhan ekonomi Bali sebelum pandemi, diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Bali yang telah ambruk di dua tahun terakhir pada masa pandemi COVID-19.

Baca juga:  Meritokrasi dan Kelangkaan Pengawas Sekolah

Sebelum pandemi, pertumbuhan ekonomi Bali selalu berada diatas 5%. Terakhir tahun 2019 misalnya, pertumbuhan ekonomi Bali mencapai 5,60%. Namun pada tahun 2020 dan 2021 akibat pandemi, pertumbuhan ekonomi Bali minus, masing-masing sebesar -9,33% dan -2,47%. Namun dengan meredanya kasus COVID-19 di seluruh dunia, dan diiringi dengan dibukanya kembali beberapa penerbangan internasional langsung ke Bali berimbas pada meningkatnya kedatangan wisatawan mancanegara yang langsung datang ke Bali, dan kembali mampu menggerakan ekonomi Bali untuk tumbuh kembali seperti sebelum pandemi.

Ekonomi yang tumbuh tentu merupakan hal yang sangat baik. Namun merujuk pada Kuznet Curve (Kuznets, 1955), dalam jangka pendek ada korelasi yang positif antara laju pertumbuhan dengan ketimpangan distribusi pendapatan.
Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi atau semakin besar pendapatan per kapita, semakin besar pula perbedaan pendapatan antara si miskin dengan si kaya.

Baca juga:  Milenial sebagai Promotor Pariwisata

Meningkatnya pendapatan perkapita akan pula meningkatkan kesenjangan pendapatan. Namun kedua variabel tersebut akan berkorelasi negatif jika dalam jangka panjang. Artinya dalam jangka pendek, meningkatnya pendapatan akan diikuti dengan meningkatnya kesenjangan pendapatan, namun dalam jangka panjang peningkatan pendapatan akan diikuti dengan penurunan kesenjangan pendapatan.

Menurut catatan Badan Pusat Statistik, pada tahun 2000, angka koefisien Gini Bali sebesar 0,2502. Koefisien Gini menggambarkan tingkat ketimpangan pendapatan suatu wilayah secara menyeluruh, dengan nilai terendah adalah 0 dan nilai tertinggi adalah 1.

Koefisien Gini bernilai 0 berarti pemerataan sempurna, sedangkan apa￾bila bernilai 1 berarti ketimpangan benar-benar sempurna terjadi. Angka koefisien Gini Bali terus
meningkat seiring meningkatkan pendapatan per kapita penduduk Bali.

Puncaknya adalah di tahun 2014, dimana rasio Gini Bali mencapai 0.4310. Dan data terakhir menunjukkan nilai
koefisien Gini Bali cenderung menurun yaitu sebesar 0,3780 pada tahun 2021.

Baca juga:  Angka Pengangguran Bali Terendah se-Indonesia

Studi yang dilakukan oleh Nuryanto (2017) menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara meningkatnya pariwisata Bali yang dilihat dari share sektor pariwisata terhadap total PDRB dengan ketimpangan.
Lebih lanjut Nuryanto menyampaikan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan ini dikarenakan pada rumah tangga dengan pendapatan yang tinggi, memperoleh benefit
yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga yang tingkat pendapatannya rendah.

Ke depannya, dengan mulai bangkitnya pariwisata Bali beberapa bulan terkahir pascapandemi, pengembangan parwisata Bali harusnya tidak melulu pada peningkatan jumlah wisatwan mancanegara dan peningkatan penerimaan APBD saja, akan tetapi juga mengarah ke propoor tourism dan tidak melupakan wisatawan domestik.

Karena terbukti pada masa pandemi, pariwisata Bali benar-benar bergantung pada wisatawan domestik. Selain itu, hasil penelitian Suraj Pant (2011) menyebutkan bahwa wisatawan domestik berkontribusi lebih besar terhadap penurunan ketimpangan pendapatan dibandingkan dengan
wisatawan internasional.

Penulis, Statistisi di Badan Pusat Statistik Provinsi Bali

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *