Dr. Yoga Iswara. (BP/Istimewa)

DENPASAR, BALIPOST.com – Isu aturan di RUU KUHP terkait pasal perzinaan kembali viral dan menuai kontroversi. Dalam pasal 415 RUU KUHP tersebut, perzinaan diancam pidana penjara maksimal 1 tahun atau denda. Jika aturan ini disahkan, maka sektor pariwisata terutama perhotelan akan terancam, mengingat hanya pasangan sah yang dapat chek-in di hotel.

Menanggapi hal itu, Ketua IHGMA DPD Bali, Dr. Yoga Iswara, BBA., BBM., M.M., CHA., Minggu (23/10) mengatakan bahwa permasalahan ini perlu dicarikan solusi dan dikemas lebih baik lagi tanpa harus menimbulkan masalah baru, khususnya di Bali yang sedang berfokus pada tahapan pemulihan karena dilanda Pandemi Covid-19.

Menurutnya, jika peraturan ini disahkan, akan menjadi kemunduran bagi dunia perhotelan, karena tidak semua budaya menerima hal itu. “Secara budaya, kalau hanya diterapkan bagi orang Indonesia misalnya yang menganut adat ketimuran tidak ada masalah, itu secara umum itu memang sudah terjadi tapi jika peraturan itu secara spesifik diterapkan bagi orang di seluruh dunia yang akan ke Indonesia, maka akan sangat berdampak bagi kunjungan dan minat wisatawan datang ke Indonesia,” ujarnya.

Baca juga:  Era Digitalisasi, IHGMA Cari Solusi Atasi Permasalahan Praktisi Pariwisata

Yoga yang merupakan Corporate GM Maca Group menambahkan walaupun pasangan diluar nikah yang menginap di hotel tidak serta merta dapat digerebek tanpa ada aduan. Artinya hanya dapat diadukan oleh suami atau istri bagi mereka yang terikat perkawinan atau orang tua atau anak bagi mereka yang tidak terikat perkawinan.

Namun, ini sudah masuk ke ranah yang sangat privat yang seyogyanya dapat dikemas lebih baik lagi tanpa harus menimbulkan permasalahan baru. “Di sisi lain, kondisi ini tentunya dapat juga digunakan sebagai senjata untuk menyerang kita, contohnya terdapat pasal-pasal yang dapat disalah artikan oleh media asing atau kompetitor kita tanpa melakukan klarifikasi lebih lanjut oleh pasal atau ayat lainnya yang dapat menciptakan persepsi negatif dan tentunya sangat merugikan,” ujarnya.

Baca juga:  Bali Loloskan 12 Petinju ke PON

Di hotel sendiri menurutnya telah memiliki kebijakan dan aturan untuk mencegah terjadinya praktik human trafficking, khususnya pada anak-anak di bawah umur, dengan melatih dan mengedukasi karyawan hotel untuk melihat gerak gerik praktik perdagangan manusia dan bagaimana mencegah dan melaporkannya.

“Namun kita juga tetap memiliki etika untuk tetap menjaga setiap privasi tamu yang menginap. Batasan ini harus jelas untuk menghindari salah tafsir dan persepsi yang berpotensi besar dapat merugikan pariwisata,” ujar lulusan Doktor Pariwisata Udayana ini.

Baca juga:  Pjs Bupati Badung dan Karangasem Lakukan Serah Terima Nota Pelaksanaan Tugas

General Manager Arkamara Dijiwa Ubud Wayan Parka mengatakan, hembusan isu lama ini menurutnya ingin menjatuhkan citra pariwisata atau dunia perhotelan. “Tapi isu ini seperti mencoba menurunkan citra pariwisata kita ke dunia internasional. Sangat lucu sekali, di mana-mana bahkan di Arab pun peraturan ini sebenarnya tidak ada yang mengkhususkan bahwa check in di hotel diatur secara spesifik seperti ini,” ujarnya. (Citta Maya/balipost)

 

BAGIKAN