Oleh Dewa Gde Satrya
KTT G20 berlangsung pada 15-16 November dengan persebaran venue utama di Nusa Dua, GWK dan Tahura Hutan Mangrove. Untuk kesekian kalinya, Nusa Dua
menjadi episentrum pertemuan penting dunia di Indonesia.
Beberapa tahun silam, perhelatan KTT ASEAN ke-19 dan Asia Timur juga dipusatkan di Nusa Dua, dengan 2 venue utama Bali International Convention Center dan Bali Nusa
Dua Convention Center. KTT G20 semakin memperkuat positioning Indonesia sebagai destinasi MICE (meeting, incentive, conference, exhibition) internasional.
Berkah keketuaan Indonesia dalam organisasi tingkat tinggi tidak hanya Presidensi G20. Pada tahun 2011 Indonesia terpilih sebagai Ketua ASEAN. Saat itu, ratusan perhelatan internasional sepanjang tahun 2011-2013, selain juga penyelenggaraan East Asia dan ASEAN Summit, di Jakarta dan Bali.
Bali memiliki sejumlah produk wisata, baik kemasan tradisional maupun modern. Hermawan Kartajaya, dalam Ubud the Spirit of Bali (2010) menuturkan, Kuta identik sebagai “physically wild”, Nusa Dua sebagai “professionally peaceful”, dan Ubud adalah “naturally spiritual”. Tiga ikon wisata Bali tersebut telah mengalami transformasi besar-besaran dari daerah adat yang terlokalisir, menjadi destinasi wisata internasional.
Perlahan namun pasti, Nusa Dua menjadi mercusuar positioning Indonesia dalam peta turisme global sebagai destinasi MICE. Untuk menggaet even MICE skala dunia agar dilakukan di Indonesia tidaklah mudah. Namun, sekali
even MICE spektakuler dihelat, dampak berganda secara langsung dan tak langsung sangat signifikan.
Secara tidak langsung, jelaslah tuan rumah penyelenggara MICE akan meningkat pamornya. Secara langsung, banyak bisnis yang terimbas perputaran ekonomi dari industri ini,
di antaranya, professional exhibition organizer (PEO), professional conference organizer (PCO), stan kontraktor, freight forwarder, supplier, florist, event organizer, hall owner, tenaga kerja musiman, percetakan, transportasi, biro dan agen perjalanan wisata, hotel, perajin dan pedagang souvenir, serta UKM.
Dalam pariwisata, MICE merupakan produk unggulan karena kegiatan itu menghasilkan devisa dan PAD lebih besar dibandingkan pengeluaran wisatawan biasa yang
datang ke Indonesia. Wisatawan MICE pada umumnya mempunyai pengeluaran (spend of money) yang tinggi dan lama tinggal (length of stay) lebih panjang, karena mereka mengikuti kegiatan pre and post tour.
Sehingga, secara keseluruhan waktu dan pengeluaran mereka lebih besar. Selain itu, wisatawan MICE memiliki
tingkat kekebalan yang relatif lebih tinggi terhadap berbagai isu ketidakjelasan di suatu negara. Mereka tidak mudah membatalkan kunjungannya.
Even MICE juga memberikan manfaat langsung pada ekonomi masyarakat seperti akomodasi, usaha kuliner, cenderamata, guide, hingga transportasi lokal. Sejarah pembangunan kawasan wisata modern di Nusa Dua berawal pada tahun 1970, ketika pemerintah bekerjasama dengan sebuah perusahaan konsultan Prancis (Societe Centrale l’Equipment Touristique Outre-Mer/SCETO) dengan tujuan menghasilkan suatu rencana induk pengembangan pariwisata Bali.
SCETO mengusulkan satu kompleks kawasan pantai yang jauh dari pusat penduduk untuk mengurangi dampak negatif terhadap budaya Bali. Lokasi yang diusulkan adalah kawasan pantai Nusa Dua yang terletak di Bali bagian Selatan.
Kiranya, KTT G20 berhasil dari sisi penyelenggaraan acara dan dari sisi substansi pembahasan yang membutuhkan kebijaksanaan tingkat tinggi para kepala negara dan
pemerintahan yang hadir untuk menghasilkan keputusan yang tepat bagi kebaikan dunia. Akhirnya, mentalitas, profesionalitas, dan keseluruhan daya sebagai bangsa, ditumpahkan dalam posisi sebagai tuan rumah bagi bangsa-bangsa.
Menjadi tuan rumah yang baik tidak sekadar menyelenggarakan even dengan baik dan benar. Tetapi menjadi tuan rumah yang baik adalah urat nadi dan bukti kualitas kebangsaan melalui kemampuan untuk memberikan pelayanan yang baik, cepat, tepat, benar dan serius pada tamu kita. Nusa Dua mercusuar Indonesia sebagai destinasi MICE yang menyenangkan dan menguntungkan di pergaulan global.
Penulis Dosen Hotel & Tourism Business, School of Tourism, Universitas Ciputra, Surabaya