I Wayan Sukarsa. (BP/Istimewa)

Oleh I Wayan Sukarsa

Desa Adat merupakan kearifan lokal (Local Genius), bersifat otonom, terikat kahyangan desa dilandasi filosofi Tri Hita Karana, dijiwai ajaran agama Hindu dan nilai-nilai budaya. Guna mendukung aktivitas budaya dan kegiatan operasionalnya perlu pendanaan, bersumber dari pengelolaan padruwen dan utsaha (Usaha) desa adat maupun sumber lain yang sah. LPD (Lembaga Perkreditan Desa) merupakan utsaha milik Desa Adat sebagai usaha sosial (Sosial Enterprises) disebut Hybrid Organizations memiliki karakteristik differentiated and integrated, untuk penciptaan nilai sosial dan komersial, berisiko kehilangan fungsi sosialnya untuk mengejar pendapatan dalam upaya memenuhi rasio-rasio perusahan komersial (Ramantha, 2021).

Memperkuat posisi LPD, Provinsi Bali menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 44 Tahun 2017 tentang peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali nomor 3 tahun 2017 yang mengatur pendirian dan tata kelola yang diatur dalam Pararem LPD. Kabupaten Badung sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, memiliki 122 Desa adat (Badung Dalam Angka 2018). Secara kelembagaan semua Desa Adat telah memiliki LPD, namun yang aktif operasional sebanyak 118 LPD dengan tingkat kesehatan tahun 2019 sebelum pandemi Covid-19, Sehat 78 (63,93%), Februari 2022 Sehat 33 (27,05%) dan tersangkut masalah hukum sebanyak 9, masih proses 7 dan sudah inkrah 2 (LPLPD Badung, 2022).

Baca juga:  Digitalisasi Strategi Bertahan Sektor Pariwisata

Tingkat kesehatan, kepemilikan pararem yang mengatur tata kelola LPD, sangat ditentukan oleh Good Corporate Governance (GCG) mengatur hubungan antara pemilik, pengurus dan pengawas dalam membangun kepercayaan (trust & confidence), mengurangi risiko terjadinya crisis/rush dan scandals,meningkatkan kualitas keputusan (quality of decisions), menurunkan biaya modal (costs of capital), meningkatkan daya saing (competitiveness), memperbaiki kinerja dan menjaga keberlanjutan usaha (performance dan sustainability), melindungi kepentingan orang banyak (stakeholders’ interests) dengan menerapkan prinsip Transparency, Accountability, Responsibility, Independence, Fairness dan Participation (Ramantha, 2022). Sitem Tata kelola yang baik dan penerapan manajemen resiko bagi LPD, peran Pengurus dan Pengawas sangat penting dan menentukan, didukung komitmen penuh agar implementasi serta keberhasilan GCG berjalan dengan baik.

Baca juga:  Deflasi, Daya Beli dan Ekspektasi Konsumen  

Masih banyaknya LPD yang belum memilki pararem serta lemahnya tata kelola dan pengawasan menjadi titik awal terjadinyanpermasalahan baik tingkat kesehatan maupun permasalahan hokum. Sebagai upaya meminimalkan permasalahan tersebut Desa Adat membuat Pararem LPD dan mengoptimalkan pengawasan internal sebagai amanat perwakilan melaksanakan fungsi monitoring dan pengawasan secara berkala, untuk mencegah terjadinya penyimpangan operasional dan permasalahan hukum bagi LPD.

Optimalisasi fungsi pengawas internal, diperlukan pengawas independen (independent commissioner) berfungsi sebagai kekuatan Pengawas Independen memiliki tanggung jawab pokok, mendorong diterapkannya prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dengan pemberdayaan Dewan Pengawas agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Pengurus secara efektif sesuai dengan tupoksinya dan lebih memberikan nilai tambah bagi LPD, penyeimbang (conterveiling power) dalam pengambilan keputusan oleh dewan pengawas untuk mengantisipasi permasalahan dan resiko yang terjadi demi terwujudnya tujuan pendirian LPD, yaitu melestarikan budaya dan meningkatkan kesejahteraan krama desa adat.

Baca juga:  LPD Cermin Pemajuan Kebudayaan Bali

Analis Kebijakan Ahli Madya, Badan Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Badung

BAGIKAN