Anak Agung Istri Agung Widyawati. (BP/Istimewa)

Oleh Anak Agung Istri Agung Widyawati

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk laju timbunan sampah juga semakin meningkat. Semakin tinggi jumlah penduduk dan aktivitasnya, membuat volume sampah terus meningkat. Akibatnya, untuk mengatasi sampah diperlukan biaya yang tidak sedikit dan lahan yang semakin luas.

Di samping itu, tentu saja sampah membahayakan kesehatan dan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik (Sujarwo et al., 2014). Semakin meningkatnya timbulan sampah maka diperlukan teknik pengelolaan sampah yang tepat sehingga aman bagi lingkungan dan kehidupan manusia.

Limbah rumah tangga dari aktivitas dapur berupa kulit buah-buahan dan sayur-sayuran. dengan persantase besar dalam buangan limbah rumah tangga. Wardhani (2018), tantangan dalam keluarga untuk menimbang sampah harian selama seminggu sebuah keluarga yang sudah menerapkan prinsip meminimalkan sampah masih mempunyai sampah anorganik 550 gram sementara sampah organik 3.547 gram.

Baca juga:  “Eco Enzyme”, Pengolahan Limbah Rumah Tangga

Hal tersebut menjelaskan bahwa sampah sisa konsumsi perdapuran berupa sampah organik menempati posisi teratas. Sampah sisa konsumsi rumah tangga ini jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan masalah besar karena akan berdampak buruk pada lingkungan (sampah organik di dapur pada saat dibuang dan membusuk akan menghasilkan karbondioksida dan gas metana). Hal ini dapat memperburuk efek pemanasan global.

Maka, sebaiknya dikelola supaya tidak menjadi penyumbang sampah terbesar yang dibuang ke TPA mengingat dampak limbah rumah tangga yang sangat besar terhadap lingkungan maka diperlukan tindakan untuk mengelola limbah rumah tangga dengan baik.

Pengelolaan sampah dengan penerapan 3R atau reuse, reduce dan recycle sampah merupakan salah satu program terbaik dalam rangka pelestarian lingkungan hidup karena mengedepankan penanganan sampah dari sumbernya. Akan tetapi ternyata pengolahan sampah dengan sistem pemilahan sampah belum terlaksana secara terpadu.

Baca juga:  Gaspol Mengawal Bali dan Kepri

Sampah yang sudah dipilah sejak level rumah tangga belum tentu akan ditangani secara terpisah ketika telah sampai di tempat pembuangan akhir (TPA), perlu dilakukan pemotongan alur distribusi sampah menuju TPA adalah cara yang efektif dan mempercepat pemrosesan sampah menjadi produk yang lebih bermanfaat adalah melalui pembuatan eco-enzyme yang dapat diterapkan pada level rumah tangga.

Eco-enzyme adalah hasil dari fermentasi limbah dapur organik seperti kulit buah-buahan dan sayuran, gula (gula coklat, gula merah atau gula tebu), dan air. Eco-enzyme
merupakan produk ramah lingkungan yang mudah digunakan dan mudah dibuat.

Sehhingga dapat mengurangi jumlah sampah organik yang bersumber dari rumah tangga. Selama proses pembuatan eco-enzyme, dihasilkan pula ozon yang bermanfaat dalam
mengurangi karbon dioksida dan logam berat di udara.

Baca juga:  Pendidikan dan Resiliensi Ekonomi

Selain itu dihasilkan pula NO3 dan CO3 yang juga membantu dalam membersihkan udara di atmosfer. Gas yang dihasilkan selama pembuatan eco-enzyme ini sangat berperan dalam menurunkan efek rumah kaca penyebab global warming.

Nitrit di udara berperan sebagai nutrien tanaman dan tanah serta sebagai growth factor tanaman. Eco-enzyme ini juga dapat menetralisir racun dan polutan di sungai, tanah, dan atmosfer. Eco-enzyme adalah hormon alami bagi tumbuhan dan pohon juga herbisida dan pestisida alami. Jika tiap rumah tangga membuat eco-enzyme, akan sangat membantu dalam mengatasi global warming dan dapat menyelamatkan bumi dari dapur.

Penulis, Analis Kebijakan pada Badan Litbang Kabupaten Badung

BAGIKAN