Wisatawan menikmati pemandangan alam dari anjungan Penelokan, Kintamani. (BP/Dokumen)

BANGLI, BALIPOST.com – Pemerintah Kabupaten Bangli akan menelusuri histori lahan anjungan wisata Penelokan. Hal itu menyusul adanya 15 warga Penelokan yang meminta perlindungan ke Pemkab Bangli.

Mereka merupakan warga di Penelokan yang terkena relokasi tahun 1981. Mereka meminta perlindungan karena mendapat surat peringatan dari BKSDA akibat menempati lahan hutan.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bangli Ida Bagus Gde Giri Putra mengungkapkan 15 warga tersebut dulunya tinggal dan menempati lahan di Penelokan, di lokasi anjungan wisata saat ini. Pada tahun 1981, kelimabelas warga tersebut pindah karena lahan yang mereka tempati digunakan oleh Pemkab Bangli untuk jadi anjungan wisata seperti yang ada sekarang.

Saat ini kelima belas warga itu meminta perlindungan ke Pemkab Bangli karena mendapat surat peringatan dari BKSDA akibat menempati lahan hutan. “Informasinya sudah SP ke 3,” ungkap Giri Putra belum lama ini.

Baca juga:  Inmendagri No. 10 Tahun 2022 Berlaku, Bali Kembali Jalani PPKM Level 3

Menyikapi hal itu, Giri Putra mengatakan, pihaknya telah melaksanakan rapat Kamis (1/12) lalu melibatkan BKSDA, BPN, dan OPD terkait. Selanjutnya pihaknya akan melakukan penelusuran terkait histori pemanfaatan lahan anjungan Penelokan yang terjadi di tahun 1981.

Pemkab Bangli akan memastikan apakah dulunya kelimabelas warga itu sudah pernah menerima pengganti dari Pemkab baik berupa uang atau lahan. Pihaknya juga akan mengecek apakah mereka dulunya memang direlokasi di lahan hutan yang ditempati sekarang, yang lokasinya ada di sebelah Utara Pasar Geopark.

Menurut Giri Putra kalau memang Pemkab merelokasi di lahan hutan pastinya sebelumnya sudah ada komunikasi dan kerjasama antara Pemerintah daerah dengan kementerian. Hanya saja kemungkinan pada saat itu tidak ada tindaklanjut secara tertulis sehingga pihak BKSDA melayangkan surat peringatan kepada lima belas warga itu karena lahan yang mereka tempati tercatat masih lahan hutan. “Kami akan cari dulu Warkahnya, bukti-bukti penggantinya,” ujarnya.

Baca juga:  Redam "No List," Wisatawan Diimbau Viralkan Bali Secara Positif

Jika memang Pemkab Bangli saat itu tidak ada memberikan pengganti terhadap 15 warga yang terkena relokasi tersebut, Giri Putra mengatakan Pemkab Bangli berkewajiban menggantikan lahan mereka yang selama ini dijadikan obyek wisata. “Kalau tidak ada kami temukan bukti daerah pernah memberikan pengganti berupa tanah atau uang kepada mereka, solusinya kami akan memohon ke kementerian untuk melakukan pembebasan lahan yang sudah terlanjut ditempati mereka selama ini,” ujarnya.

Baca juga:  Dua Belas Hari Berturut, Bali Laporkan Korban Jiwa COVID-19

Menurut pejabat asal Geria Bukit, Bangli itu dalam menyikapi persoalan ini pihaknya harus obyektif, jujur dan bijaksana. Pemkab Bangli tidak bisa mengabaikan kebaikan masyarakat yang telah menyerahkan lahannya digunakan pemerintah daerah sebagai anjungan wisata. “Anjungan itu kan tempat premium, view-nya luar biasa. Andaikata kita yang punya lahan itu mungkin kita tidak pernah akan memberikannya ke Pemkab. Jadi kita mesti obyektif juga, dengan tidak melupakan kebaikan masyarakat,” kata Giri Putra.

Sementara itu, Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Bali Sulistyo Widodo dikonfirmasi terkait adanya surat peringatan yang dilayangkan terhadap belasan warga tersebut, enggan memberikan keterangan. Ia meminta Bali Post untuk mengkonfirmasi langsung ke BKSDA Bali. (Dayu Swasrina/balipost)

BAGIKAN