Massa memadati tempat tes PCR di pinggir jalan di Distrik Chaoyang, Kota Beijing, China, Sabtu (3/12) sore, hingga menimbulkan antrean panjang. Situasi tersebut terjadi setelah otoritas kesehatan setempat memangkas masa berlaku hasil tes negatif COVID-19 dari 72 jam menjadi 48 jam tanpa menambah jumlah petugas pengambilan sampel sehingga sejumlah tempat tes PCR di setiap kompleks permukiman warga banyak yang tutup. (BP/Ant)

BEIJING, BALIPOST.com – Isu pencabutan kebijakan nol COVID-19 yang dalam tiga tahun terakhir diimplementasikan secara ketat di wilayah ibu kota China itu menjadi isu yang mengguncang kota Beijing. Isu tersebut tersebar secara daring.

Disebutkan, Beijing akan mencabut secara penuh pembatasan-pembatasan anti-pandemi mulai besok, mengakhiri tes massal asam nukleat, dan penerapan kode kesehatan. Kabar yang belum jelas kebenarannya itu menyebar sejak Sabtu (3/12), seperti dikutip dari Kantor Berita Antara, Minggu (4/12).

Rumor tersebut segera dibantah oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (CDC) Kota Beijing. Pada saat situasi pandemi di Beijing stabil, penularan di level masyarakat masih tinggi sehingga tidak boleh dianggap remeh, demikian CDC dikutip media-media China. “Jadilah orang pertama yang bertanggung jawab atas kesehatan anda,” seru CDC menanggapi rumor tersebut.

Baca juga:  Tiga Zona Orange Sumbang 63 Persen Kasus COVID-19 Baru

Dalam pertemuan dengan satuan tugas bentukan CDC, Ketua Partai Komunis China (CPC) Kota Beijing Yi Li, mengatakan bahwa situasi pandemi masih parah dan rumit. Ia juga menyerukan pemangku kepentingan bekerja efektif berdasarkan ilmu pengetahuan dalam mengatasi lonjakan kasus positif COVID-19 terkini guna menghindari pandemi baru.

Satuan Tugas Anti-Pandemi bentukan Dewan Pemerintahan China telah mengeluarkan pernyataan menanggapi tuntutan publik atas diberlakukan paket 20 aturan baru anti-pandemi. Ada tiga hal yang dipetakan Dewan Pemerintahan terkait gejolak sosial yang meletus di berbagai kota di China. Pertama, kurangnya ketelitian dalam menerapkan upaya pencegahan pandemi sehingga sangat mempengaruhi mata pencaharian dan produktivitas masyarakat.

Baca juga:  Sejumlah Guru di Jembrana Terkonfirmasi COVID-19, Ini Usulan PGRI

Kedua, penanganan yang tidak fleksibel dan kakunya sikap petugas di lapangan yang mengakibatkan buruknya komunikasi dengan masyarakat. Dan ketiga, penyampaian informasi anti-pandemi kepada masyarakat yang tidak tepat waktu dan tidak memadai.

Atas arahan dari pusat kepada beberapa daerah tersebut, Kota Beijing tidak lagi mempersyaratkan hasil tes negatif COVID-19 yang berlaku 48 jam kepada penumpang kendaraan umum.

Mal dan pusat-pusat perbelanjaan dibuka namun dengan tetap menunjukkan hasil negatif 48 jam bagi pengunjung dan aturan pembelian obat-obatan di apotek dan toko obat juga mulai dilonggarkan.

Baca juga:  Satu Kabupaten Nihil Tambahan Kasus COVID-19, Sisanya Naik 2 hingga 3 Digit

Warga Beijing tidak harus mendaftar dengan melampirkan informasi diri saat membeli obat flu, demam, dan anti-infeksi lainnya di apotek atau toko obat. Di Beijing masih ditemukan 1.392 kasus positif baru COVID-19 pada Sabtu (3/12). (kmb/balipost)

BAGIKAN