SINGARAJA, BALIPOST.com – Bangkai anak Dolphin Bottle Nose ditemukan mengambang di Pantai Penimbangan, Desa Baktiseraga, Kecamatan Buleleng Sabtu (9/12) sekitar pukul 12.30 wita. Diduga dolphin ini terjerat jaring kemudian lemas dan tenggelam.
Bangkai hewan laut yang dilindungi itu untuk sementara diteliti oleh dosen Perikanan dan Kelautan Undiksha, Singaraja. Penemuan bangkai Dolphin Bottle Nose yang habitatnya banyak ditemukan di Pantai Penimbangan hingga di Pantai Celukan Bawang, Kecamata Gerokgak ini secara tidak sengaja.
Saat itu, anggota Kelompok Nelayan (KN) Sari Segara Desa Baktiseraga sedang menyelam untuk mengawasi perkembangan terumbu karang yang baru saja ditenggelamkan beberapa waktu lalu. Ketika tiga orang nelayan itu kembali ke daratan, ditemukan bangkai ikan mengambang.
Posisi ditemukan kalau dari daratan diperkirakan jaraknya sekitar 500 meter. Semula, diperkirakan temuannya itu ikan yang bisa ditangkap oleh nelayan untuk konsumsi. Tetapi, setelah diamati ternyata anak Dolphin Botle Nose yang sudah mati.
Salah seorang nelayan Gede Widnyana saat ditemui kemarin menuturkan, saat ditemukan anak Dolhin itu sudah lemas dan tidak mampu berenang. Dia dan dua rekannya sempat bingung karena ikan temuannya itu adalah hewan yang dilindungi. Wiadnyana memutuskan untuk melaporkan temuan itu kepada dosen Jurusan Biologi Universitas Pendidikan Ganseha (Undiksha).
Sejumlah dosen dan anggota Polisi Perairan (Polair) dan Dinas Perikanan Buleleng melakukan pemeriksaan bangkai Dolphin temuannya itu. “Kami setiap hari selalu menyelam karena baru saja menanam terumbu karang dan eksadom di pantai ini. Nah saat mau ke daratan saya lihat kok ada ikan ngambang dan kebetulan arusnya kecil jadi terombang-ambing di permukaan. Saya dekati ternyata Dolphin dan langsung saya lapor ke tim peneliti Undiksha dan kepolisian,” katanya.
Terkait penyebab kematiannya, Widnyana mengaku tidak berani memastikan apa penyebab anak Dolhin Bottle Nose tersebut mati. Namun, dia memperkirakan gerombolan Dolphin Bottle Nose ini tersangkut jaring, sehingga berusaha melawan agar lepas dari jeratan jaring.
Karena usianya masih kecil, saat meronta dolphin itu kehabisan tenaga dan lemas hingga di perutnya kemasukan air dan akhirnya mati di laut lepas. “Makanya kami serahkan kepada tim penliti Undiksha biar dicari tahu penyebab kematiannya. Kalau perkiraan kami itu terjerat jaring dan berusaha melawan dan kehabisan tenaga hingga mati,” jelasnya.
Sementara itu Dosen Jurusan Perikanan dan Kelautan Undiksha Gede Iwan Setiabudi mengatakan dari pemeriksaan luar, dolphin tersebut diperkirakan baru sekitar dua tahun. Panjang dari ujung mulut sampai ekor sekitar 80 centimeter.
Sementara pemeriksaan lain menyebutkan bahwa pada ujung mulutnya ditemukan luka bekas jeratan tali dan pada siripnya juga ditemukan luka, tetapi tidak terlalu parah. Selain itu, dia juga menemukan adanya lendir putih pada mulut hingga lidah.
Dari hasil pemeriksaan itu, Iwan belum berani memastikan penyebab kematian Dolphin Bottle Nose tersebut. Dirinya, hanya memperkirakan kalau penyebab kematiannya diduga tersangkut jaring.
Selain meneliti penyebab kematian, dosen Jurusan Perikanan dan Kelautan Undiksha diizinkan untuk mengawetkan bangkai anak tersebut. Izin ini diberikan setelah polisi, Dinas Perikanan, dan anggota neayan memebrikan rekomendasi kepada tim penliti untuk mengawetkan bangkai Dolphin Botle Nose tersebut.
Tim dosen kemudian melakukan pengawetan dengan teknik taxidermi menggunakan borak. Selanjutnya, bangkai ini dijadikan media pembelajaran mahasiswa Jurusan Perikanan dan Kelautan serta Biologi Undiksha. “Tadi isi perut sudah kami keluarkan dan selanjutnya ini kami awetkan dan untuk bahan ajar bagi mahasiswa atau bisa juga untuk referensi penelitian tentang populasi Dolphin Bottle Nose di Buleleng,” katanya. (Mudiarta/balipost)