Kepala Bapenda Bali, I Made Santha (tengah) saat sosialisasi batas akhir relaksasi pajak kendaraan bermotor tahun 2022, Kamis (22/12). (Kmb/Balipost)

DENPASAR, BALIPOST.com – Relaksasi pajak yang diberlakukan Pemerintah Provinsi Bali melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 43 Tahun 2022 dan Pergub Nomor 54 Tahun 2022 terkait Pelaksanaan Pemutihan, bebas BBNKB II dan Diskon Pajak akan berakhir 29 Desember 2022. Namun, sebanyak 180 ribu unit lebih kendaraan di Bali belum melakukan kewajiban pajak.

Pemerintah Provinsi Bali melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Bali mengajak masyarakat wajib pajak kendaraan untuk segera memanfaatkan kebijakan Gubernur Bali untuk membayar pajak kendaraan. Jangan sampai kendaraan dihapus dari daftar registrasi identifikasi (regident), sehingga kendaraan bakal bodong dan tidak boleh didaftarkan ulang jika melewati batas waktu.

Kepala Bapenda Provinsi Bali, I Made Santha, mengatakan bahwa ada 3 program pro rakyat yang dikeluarkan Gubernur Bali terkait relaksasi pajak. Pertama, kebijakan pemutihan yang dilaksanakan 2 tahap. Yaitu, tahap I mulai tanggal 4 April – 31 Agustus 2022 melalui Pergub Nomor 14 Tahun 2022, dan tahap II mulai tanggal 1 September – 29 Desember 2022 melalui Pergub Nomor 43 Tahun 2022. Kedua, kebijakan bebas BBNKB II yang dilaksanakan 2 tahap. Yaitu, tahap I mulai tanggal 5 Januari – 3 Juni 2022 melalui Pergub Nomor 61 Tahun 2021, dan tahap II mulai tanggal 3 Oktober – 29 Desember 2022 melalui Pergub Nomor 54 Tahun 2022. Ketiga, kebijakan diskon pajak mulai tanggal 3 Oktober – 29 Desember 2022 melalui Pergub Nomor 54 Tahun 2022.

Baca juga:  Diusulkan, Retribusi Masuk Bali untuk Dongkrak PAD Jembrana

Terhadap 3 program relaksasi pajak pro rakyat tersebut, Made Santha, mengungkapkan bahwa respons masyarakat wajib pajak cukup tinggi. Terhadap kebijakan pemutihan sampai dengan 21 Desember 2022, masyarakat wajib pajak yang memanfaatkan kebijakan tersebut sebanyak 635.836 unit kendaraan atau Rp 623 miliar lebih.

Kebijakan bebas BBNKB II sampai dengan 21 Desember 2022, sebanyak 23.113 unit kendaraan atau Rp 26 miliar lebih memanfaatkan kebijakan ini, termasuk kurang lebih 2.392 unit kendaraan luar daerah telah memutasikan kendaraannya ke Provinsi Bali. Sedangkan, terhadap kebijakan diskon pajak sampai dengan 21 Desember 2022 sebanyak 18.540 unit kendaraan atau Rp 23 miliar lebih memanfaatkan kebijakan ini. Sehingga, secara total keseluruhan respon masyarakat terhadap ketiga kebijakan tersebut sebanyak 677.489 unit atau sebesar Rp 673 miliar lebih.

Baca juga:  Kendaraan Penunggak Pajak Tak Boleh Beli BBM Subsidi

“Kepada masyarakat wajib pajak kami harapkan segera memanfaatkan kebijakan ini sebaik-baiknya sampai dengan tanggal 29 Desember 2022, jangan sampai kendaraan anda dihapus dari daftar regident, segera registrasi ulang dan bayar pajak kendaraan anda,” tegas Made Santha, Kamis (22/12).

Made Santha, mengungkapkan bahwa data lima tahun terakhir (2017-2021) terdapat tunggakkan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Bali sebanyak 580 ribu unit lebih. Dan yang sudah berpartisipasi menyelesaikan wajib pajak sekitar 388 ribu lebih.

Sehingga, masih ada sekitar 180 ribu unit lebih yang belum menyelesaikan wajib pajak kendaraannya atau sekitar Rp54 miliar. Dari 580 ribu unit kendaraan tersebut, komposisinya yaitu 82 persen kendaraan roda dua, dan 18 persen roda empat ke atas.

Baca juga:  Produksi Beras di Bangli Naik 1,50 Persen

Dari jumlah yang tersisa itu, Made Santha yakin bahwa tidak semua kendaraan yang menunggak itu masih beroperasi. Bisa saja rusak berat, kecelakaan, dan menjadi barang bukti pihak kepolisian, serta potensi lainnya.

Terkait aturan penghapusan regident kendaraan bermotor (ranmor), Made Santha menjelaskan ranmor bakal dihapus jika tidak melakukan regident ulang sekurang-kurangnya dua tahun setelah habis masa berlaku STNK. Kendaraan bakal bodong, dan tidak boleh didaftarkan ulang jika melewati batas waktu tersebut.

Ditanya soal apakah relaksasi pajak ini akan dilanjutkan di 2023, Made Santha mengatakan akan melakukan kajian ulang. Kajian yang akan dilakukan tidak cukup bergantung pada pertumbuhan ekonomi regional Bali, melainkan juga melihat bagaimana ekonomi global, mikro, dan makro, termasuk ekonomi nasional. (Winatha/balipost)

BAGIKAN