Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu . (BP/Ant)

JAKARTA, BALIPOST.com – Berbagai insentif perpajakan ikut untuk mendukung kinerja perekonomian. Dengan demikian, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menerbitkan Laporan Belanja Perpajakan (Tax Expenditure Report) tahun 2021.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, insentif perpajakan berperan efektif mempercepat pemulihan ekonomi pada 2021 dengan pertumbuhan ekonomi 1,6 persen lebih tinggi dibanding sebelum pandemi.

“Melihat perekonomian tahun 2020 terkontraksi dalam, pemerintah memberikan insentif perpajakan yang lebih besar di 2021 untuk mendorong pemulihan. Kebijakan insentif ini dilakukan dengan lebih terarah dan terukur untuk merespons kondisi pandemi yang dinamis serta mendukung upaya akselerasi transformasi ekonomi,” jelas Febrio dalam keterangan resmi di Jakarta, sebagaimana dikutip dari kantor berita Antara, Senin (26/12).

Baca juga:  Pemerintah Dipastikan Tak Ikut Campur KLB PSSI

Belanja perpajakan tahun 2021 mencapai Rp299,1 triliun atau sebesar 1,76 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan meningkat 23,8 persen dibandingkan 2020 yang nilainya Rp241,6 triliun atau 1,56 persen dari PDB.

Berdasarkan jenis pajaknya, belanja perpajakan terbesar 2021 adalah belanja untuk insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang mencapai Rp175,0 triliun atau 58,5 persen dari total estimasi belanja perpajakan.

Jumlah ini meningkat 24,2 persen dibandingkan insentif PPN dan PPnBM dalam belanja perpajakan tahun 2020, seiring dengan pemanfaatan insentif dalam rangka penanggulangan dampak pandemi COVID-19 dan semakin pulihnya aktivitas perekonomian nasional.

Baca juga:  Roda Perekonomian di Karangasem Mulai Berjalan

Berdasarkan pemanfaatannya, nilai estimasi belanja perpajakan tahun 2021 ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan UMKM, mencapai Rp229,0 triliun atau sebesar 76,5 persen terhadap total belanja perpajakan.

Belanja perpajakan tersebut sebagian besar berupa pengecualian barang dan jasa kena pajak seperti bahan kebutuhan pokok, jasa angkutan umum, serta jasa pendidikan dan kesehatan, yang ditujukan untuk menjaga daya beli masyarakat. Selanjutnya terdapat fasilitas PPN tidak dipungut untuk pengusaha kecil dan fasilitas PPh final untuk UMKM.

“Selain itu untuk menjaga tata kelola yang baik (good governance), pemerintah secara berkesinambungan melakukan pengawasan dan evaluasi atas suatu fasilitas perpajakan,” imbuhnya.

Baca juga:  Miliki Modal Ekonomi Kuat, Indonesia Optimis Hadapi 2024

Berkenaan dengan hal tersebut, dalam laporan tahun ini disajikan juga hasil evaluasi atas beberapa kebijakan yaitu fasilitas penurunan tarif pajak penghasilan bagi perseroan terbuka, fasilitas kepabeanan dalam rangka penanganan pandemi COVID-19, dan kontribusi ekonomi pemanfaatan fasilitas Kawasan Berikat.

Hasil dari evaluasi tersebut diharapkan menjadi informasi awal bagi pemerintah dan dapat memberikan ruang diskusi bagi publik dalam rangka melakukan pengawasan bersama terhadap pemanfaatan insentif perpajakan di Indonesia. “Laporan Belanja Perpajakan adalah bagian yang sangat penting dari APBN karena mencatat semua instrumen yang tidak tertera dalam komponen belanja. Laporan ini adalah bentuk akuntabilitas dari penghitungan kebijakan insentif perpajakan dan akan terus disempurnakan,” kata Febrio. (Kmb/Balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *