DENPASAR, BALIPOST.com – Pelaku Start-Up, I Ketut Adhi Apriana, S.Sn., M.Kn., mengaku bahwa dunia digitalisasi sangat prospek membantu anak muda untuk berkreativitas, bahkan bisa menjadi pekerjaan untuk menghasilkan pundi-pundi penghasilan. Terlebih saat pandemi Covid-19.

Ia berharap kreativitas digital generasi muda ini mendapat perhatian serius dari pemerintah. Paling tidak diberikan arahan, kesempatan dan difasilitasi. Sehingga akan mampu memberikan dampak makro dan kontribusi dalam income bagi pendapatan Bali.

Dikatakan, dalam Komunitas Remote Worker dan Komunitas Star-Up, penghasilan anak-anak muda usia di bawah 30 tahun telah mampu menghasilkan puluhan ribu USD dalam setahun. “Saya berharap pemerintah harus lebih memberikan perhatian, karena perhatiannya masih minim, padahal saya lihat Bali memiliki potensi yang sangat besar sebagai destinasi melakukan pekerjaan sebagai remote worker,” harapnya.

Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2022 yang dikeluarkan Google, Bain & Company, Indonesia memiliki potensi pertumbuhan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Dengan pertumbuhan GMV (gross merchandise value) 22% YoY, ekonomi digital Indonesia bernilai kurang lebih 77 miliar dolar AS pada 2022 dan dapat menyentuh angka sekitar 130 miliar dolar AS pada 2025, dengan e-commerce sebagai pendorong utama.

Baca juga:  Garap "Digital Nomad," Bali Berpotensi Raup Triliunan Rupiah Per Tahun

Sub Koordinator Aplikasi Informatika Diskominfos Provinsi Bali, I Gusti Ngurah Puspa Udiyana mengatakan, dalam mengembangkan ekonomi digital, Pemerintah Provinsi Bali terlebih dulu merancang kegiatan digital terbesar yaitu DigiFest sebagai media pembelajaran. Selain itu, ajang ini juga sebagai sarana membangun jejaring untuk nantinya diajak berkolaborasi agar tercipta ekosistem digital.

Dengan terciptanya jejaring, pemerintah akan memiliki pemetaan untuk memfasilitasi semua komunitas digital. Dari event tersebut membuktikan animo masyarakat sangat tinggi untuk datang dan terlibat.

“Salah satu implementasinya dengan DigiFest. Ini awal dalam istilah Balinya baru ngentenin, baru membangunkan komunitas digital yang ada di Bali baik dari start up, dari sisi digital art, musik, filmnya, untuk kita siapkan fasilitasnya,” ujarnya.

Ekonomi digital menjadi pilihan fondasi ekonomi Bali karena sifatnya ramah lingkungan, tidak mengeksploitasi lingkungan, dan added value-nya tinggi. Salah satu yang bisa dikembangkan adalah nomad tourism. Laporan dari idEA (Indonesian E-Commerce Association), sejumlah talenta digital dunia tinggal di Bali.

Baca juga:  Usai UHC Sabet Penghargaan, TOSS dan "Bima Juara" Klungkung Masuk Nominasi KIPP

Dilansir Lonely Planet, program tersebut sebelumnya juga sudah dilakukan di beberapa negara di Eropa. Beberapa negara Eropa, seperti Jerman, Spanyol, Portugal, dan Republik Ceko, dan Estonia yang menggarap skema pariwisata serupa membuktikan bahwa nomad digital dapat meningkatkan pendapatan yang signifikan bagi destinasi yang ditawarkan. Adapun Visa Nomad Digital dibuat dengan tujuan agar para wisatawan mancanegara dapat bekerja sambil pelesiran di destinasi yang ditawarkan. Sementara untuk jangka waktunya, visa tersebut dapat digunakan dengan minimal durasi satu tahun.

Akademisi dari Institut Pariwisata dan Bisnis Internasional Bagus Wahyu, Bagus Putu Wahyu Nirmala, S.T., M.Par. mengatakan, digital nomad tourism diperkirakan mulai berkembang sejak 2014 dan Bali menjadi salah satu lima besar destinasi digital nomad di dunia. “Kita sudah dipublish sebagai destinasi digital nomad, maka kita harus mempersiapkan diri, tidak hanya SDM pariwisata tapi juga SDM IT-nya,” ujarnya.

Deputi Kepala BI Bali, Agus Sistyo mengatakan, untuk menuju ekonomi digital Bali memiliki modal karena telah menjadi salah satu tujuan digital nomad tourism. Data dari Tripadvisor, Bali masih menjadi tujuan wisata favorit. Sehingga daya tarik ini menjadi modal bagi Bali untuk mengembangkan pariwisata. Sementara fenomena wisata yang berkembang saat ini mengarah ke digital nomad.

Baca juga:  Putri Koster Apresiasi Penggunaan Buah Lokal di Lomba Gebogan

Digital nomad tourism memiliki rata-rata lama menginap 6 bulan sampai 1 tahun sehingga jangka waktu tinggalnya cukup panjang, dan spending money mereka USD 1.000 per bulan, lebih besar dari jenis wisatawan yang lain. “Ini merupakan sumber-sumber potensi yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Bali namun Bali harus memfasilitasi kebutuhan mereka,” ujarnya.

Kepala SMAN 1 Denpasar, M. Rida mengatakan, di era saat ini tidak bisa lepas dari dunia digital karena proses pembelajaran juga tidak lepas dari digital apalagi selama pandemi. Digitalisasi juga mendorong anak-anak mudah belajar secara mandiri. Pemerintah Provinsi Bali pun telah memfasilitasi minat anak muda sehingga program tersebut dinilai dapat mewadahi minat dan bakat anak-anak muda. Wadah ini dinilai akan mendorong anak muda lebih semangat dalam berkarya. (Tim BP)

BAGIKAN