Banjar Adat Petiga Kangin, Desa Petiga, Kecamatan Marga, Tabanan menangani sampah berbasis sumber. (BP/Istimewa)

TABANAN, BALIPOST.com – Sampah masih menjadi masalah terbesar hampir di seluruh daerah. Dan rumah tangga merupakan salah satu penghasil sampah dengan volume yang cukup besar. Namun, jumlah sampah rumah tangga ini bisa diatasi, jika diolah dengan benar. Seperti yang coba diterapkan Banjar Adat Petiga Kangin, Desa Petiga, Kecamatan Marga, Tabanan.

Sejak satu tahun, di banjar setempat sudah sangat intens mengatasi sampah dari sumbernya. Diawali kegiatan menukar sampah plastik dengan beras, kini dilanjutkan pengolahan sampah organik dari rumah tangga dengan teba modern.

Bendesa Adat Petiga, I Made Darmawan, menjelaskan penanganan sampah berbasis sumber khususnya di banjar adat Petiga Kangin sudah dilaksanakan sejak 1 tahun lalu. Pertama dalam mengatasi persoalan sampah plastik, setidaknya sudah empat kali dilakukan kegiatan the Plastic Exchange (penukaran sampah plastik dengan beras). Dimana dua bulan mengawali, berhasil terkumpul 1,8 ton sampah plastik.

Baca juga:  Belasan Pimpinan Lembaga Peroleh Penghargaan Bali Kerthi Sewaka Nugraha

Selanjutnya pada penukaran ke 2 dan 3 terkumpul 2 ton sampah plastik, dan terakhir terkumpul 2,2 ton. Untuk kegiatan the Plastic Exchange ini adalah 4 kilogram sampah plastik ditukar dengan 1 kilogram beras. Dimana untuk penukaran sampah plastik ini kerja sama dengan pihak ketiga.

“Jadi empat kali kegiatan exchange ini sekitar 4-5 kuintal beras yang ditukarkan, dan dari banjar adat Belanban dan Semingan juga sudah kesini menukarkan sampah plastiknya meski volumenya belum banyak, termasuk dari desa dinas juga sudah mulai melakukan penjajakan seperti desa Selanbawak,” terangnya, Selasa (27/12).

Berhasil menangani sampah non-organik, kini dilanjutkan fokus menangani sampah organik rumah tangga, dengan teba modern, yang samplingnya dilakukan di banjar adat Petiga Kangin. Dimana sebelumnya untuk sampah organik ini sudah banyak dikembangkan dengan jalan fermentasi di lahan lahan pribadi untuk pemupukan tanaman hias. Namun di bulan terakhir ini dapat subsidi atau bantuan dari penggerak pengolahan sampah I Made Janur Yasa, dimana di masing-masing rumah tangga disubsidi teba modern. “Kurang lebih satu bulan kita sudah berproses, sampah organik dimasukkan ke dalam teba modern, sehingga dalam kurun waktu 5-6 bulan sudah berfermentasi dan diangkat untuk menjadi pupuk organik, apalagi di desa adat Petiga mayoritas petani,” jelasnya.

Baca juga:  Desa Adat Kedisan Lestarikan Tari Sakral

Untuk teba modern ini, khusus di banjar adat petiga kangin sudah ada 26 titik. Dimana kalkulasi akan ada 40 titik lokasi teba modern disesuikan dengan jumlah rumah yang ada di banjar Petiga Kangin. Dan teba modern ini nantinya juga akan dibuat di Tri Kahyangan, karena setiap upacara banyak ada sampah organik.

Sementara itu, penggerak the Plastic Exchange I Made Janur Yasa mengatakan, pengelolaan sampah perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat dan aman bagi lingkungan serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Dimana meminimalisir permasalahan sampah, maka harus ada pengelolaan sampah sejak dari sumbernya. Menurutnya permasalahan sampah itu adalah sistem yang memang tidak terbangun dengan baik. Contohnya saja terdapat larangan membuang sampah sembarangan, tanpa dicarikan solusi ke mana sampah ini harus dibuang.

Baca juga:  Desa Adat Baha Gelar Karya Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya

“Bicara sampah harus keduanya diselesaikan, baik itu organik maupun non-organik. Selama ini yang banyak dibicarakan adalah sampah plastik, sedangkan 60 persen sampah organik dari rumah tangga tiap harinya ini juga harus diselesaikan dari hulu,” terangnya. (Puspawati/balipost)

BAGIKAN