Djoko Subinarto. (BP/Istimewa)

Oleh Djoko Subinarto

Dengan model bekerja sambil liburan atau liburan sambil bekerja, para nomaden digital turut berkontribusi membangkitkan kembali sektor industri pariwisata di Tanah Air, yang sempat mati suri selama pandemi panjang Covid. Guna mendukung tumbuhnya nomaden digital ini, pemerintah daerah di Tanah Air tentunya perlu melengkapi daerahnya dengan fasilitas pokok yang memang dibutuhkan para nomaden digital yakni koneksi internet yang prima dan andal serta co-working space.

Walau Bumi yang kita tinggali ini benar-benar bulat, teknologi saat ini telah membuatnya seolah datar dan tanpa sekat. Akibat teknologi, batas dan sekat-sekat geografis sekarang ini nyaris sirna.

Pertukaran informasi demikian cepat. Apa yang sedang terjadi di belahan bumi lain dapat langsung kita ketahui pada saat ini juga. Begitu pula sebaliknya.

Dalam hal pekerjaan, orang sekarang dapat bekerja dari mana saja dan kapan saja. Kantor maupun mitra kerja bisa saja berada nun jauh di belahan utara bumi, sementara kita menyelesaikan tugas dan proyek pekerjaan dari sebuah kafe yang berada di belahan selatan bumi. Banyak bidang pekerjaan sekarang yang memungkinkan dikerjakan secara remote, dengan bantuan teknologi.

Baca juga:  Bali Kehilangan Raja Buduh

Orang bekerja tidak harus selalu mengikuti pola 8-4 (masuk kantor pukul 08.00 pagi dan pulang pukul 04.00 petang), dari Senin sampai Jumat, yang bisa sangat menjemukan. Di masa kini, bekerja dapat dilakukan sambil liburan dan liburan dapat saja sambil bekerja.

Fenomena nomaden digital (digital nomad) telah membuktikan hal tersebut. Nomaden digital merujuk kepada kaum pekerja yang tidak lagi dibatasi oleh ruang kantor, jam kantor, dan aturan-aturan kantor lainnya. Mereka dapat bekerja dari mana pun mereka mau, sepanjang mereka memiliki koneksi internet.

Para nomaden digital ini umumnya bekerja secara mandiri. Mereka bisa bekerja dari rumah, dari kosan, dari kafe, dari sebuah sudut taman, bahkan dari bibir pantai di sebuah tempat terpencil. Para nomaden digital
bekerja di lokasi yang berpindah-pindah, sesuai dengan keinginan mereka.

Dua bulan di Bali, misalnya. Dua bulan berikutnya, di Maladewa. Bulan-bulan berikutnya, berpindah lagi ke lokasi baru.

Baca juga:  Wayang Itu Kita

Laman digitalnomad.com, baru-baru ini, merilis daftar lima besar kota terbaik bagi para nomaden digital. Posisi teratas ditempati Lisbon, Portugal. Menyusul kemudian Melbourne, Australia, Chiang Mai, Thailand serta Cangu dan Ubud, Bali, Indonesia.

Cukup Menguntungkan

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mencatat, sepanjang periode Januari hingga Agustus 2022,
terdapat sekurangnya 3.017 wisatawan asing datang ke Indonesia sebagai nomaden digital. Merespons fenomena nomaden digital ini, pemerintah Indonesia sendiri telah menyiapkan visa untuk para nomaden digital warga negara asing (WNA) berupa visa tujuan sosial budaya B211, yang berlaku selama dua bulan dan bisa diperpanjang untuk waktu enam bulan.

Tentu saja, secara ekonomi, kehadiran para nomaden digital di Tanah Air cukup menguntungkan. Roda ekonomi kita ikut bergerak dengan datangnya para nomaden digital. Dengan model bekerja sambil liburan atau liburan sambil bekerja, para nomaden digital ini akan turut pula membangkitkan kembali sektor industri
pariwisata kita yang sempat mati suri gara-gara
pandemi COVID yang berkepanjangan.

Persoalannya barangkali tinggal bagaimana keseriusan para pengelola negara ini dan para pemangku kepentingan lainnya untuk membuat terobosan-terobosan brilian dalam sektor pariwisata, termasuk dalam hal ini bagaimana mengkreasi sebuah brand yang jelas, dan juga kuat, yang bakal mampu mengatrol citra pariwisata kita di pasar internasional, sehingga Indonesia menjadi sebuah negara yang “wajib” dikunjungi.

Baca juga:  Terobosan Strategi Recovery Industri Pariwisata

Dalam hal nomaden digital, kita berharap bahwa mereka pada akhirnya juga akan memilih tempat-tepat lainnya, di luar Bali, yang ada di Indonesia. Bagaimanapun, Indonesia bukan cuma Bali. Ada Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, Papua, dan tentu saja, Jawa, serta pulau-pulau lainnya. Selain infrastruktur pariwisata, kekayaan alam dan budaya,
untuk turut menarik kedatangan nomaden digital,
masing-masing pemerintah daerah tentunya perlu
melengkapi daerahnya dengan fasilitas pokok
yang memang dibutuhkan para nomaden digital
yakni koneksi internet yang prima dan andal
serta co-working space. Semakin banyak daerah
di Tanah Air yang menjadi tujuan nomaden digital tentu semakin baik karena akan melahirkan efek berganda yang positif bagi perekonomian masyarakat lokal.

Penulis, Kolumnis dan Bloger

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *