Wisatawan dan warga lokal saat meninggalkan Nusa Penida naik fast boat di Pelabuhan Sampalan, Nusa Penida. (BP/Istimewa)

SEMARAPURA, BALIPOST.com – Sepanjang tahun 2022 banyak WNA menjadi korban saat berwisata ke Nusa Penida. Ada jatuh dari tebing, terseret arus hingga meninggal tenggelam.

Melihat banyak kejadian itu, memasuki tahun 2023, aspek keamanan menjadi perhatian besar untuk dibenahi dengan berbagai langkah antisipasi, agar tidak ada lagi WNA menjadi korban luka-luka maupun korban meninggal. Apalagi, pengelolaan pariwisata setempat, tidak mengatur adanya pemberian santunan/ganti rugi/klaim asuransi.

Banyak pihak sempat berpendapat bahwa setelah melakukan pungutan retribusi terhadap wisatawan, semestinya ada pertanggungjawaban formal dari pengelola objek wisata, setelah wisatawan melakukan kewajibannya membayar retribusi. Namun, Kepala Dinas Pariwisata Ni Made Sulistiawati, saat dimintai penjelasan terkait apa saja kewajiban pemerintah daerah, Rabu (18/1) ketika ada WNA menjadi korban saat berwisata, menegaskan tidak ada mengatur tentang kewajiban tersebut.

Baca juga:  Tak Hanya Tampilkan Seni, Komunitas Fotografi Ini Perkenalkan Potensi Daerah

Sulistiawati menegaskan bahwa Pemungutan retribusi pariwisata di nusa penida didasarkan pada Perda No 13 Tahun 2013 tentang Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga sebagaimana telah diubah dengan Perda Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Perda Nomor 13 Tahun 2013 tentang Tempat Rekreasi dan Olahraga. Dalam regulasi ini, diatur bahwa pemungutan retribusi tersebut merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa penyediaan tempat rekreasi di kawasan wisata nusa penida.

Sebagaimana penjelasan tersebut, maka ditegaskan bahwa retribusi itu hanya menghitung pada tingkat pengguna jasa, berdasarkan pemanfaatan tempat wisata itu. Bukan lagi melebar pada kewajiban pemenuhan hak mendapatkan ganti rugi/santunan/klaim asuransi ketika pengunjung mengalami kecelakaan saat berwisata. “Terkait kewajiban kami untuk memberikan santunan/ganti rugi /klaim asuransi, itu tidak ada pak, karena struktur tarif retribusi tersebut hanya menghitung pada tingkat penggunaan jasa berdasarkan pemanfaatan tempat pariwisata tersebut,” kata Sulistiawati.

Baca juga:  Puluhan Wisatawan Mulai Berkunjung ke Nusa Penida dan Gili Trawangan

Meski demikian, pihaknya menegaskan langkah-langkah antisipasi untuk meningkatkan aspek keamanan dalam berwisata, juga terus dilakukan Dinas Pariwisata, guna mewujudkan pengelolaan pariwisata yang bertanggung jawab. Penguatan aspek keamanan sebagai langkah nyata, untuk menekan adanya korban jiwa lagi saat berwisata. “Terkait keamanan di objek wisata kami telah memasang papan peringatan dan pagar pengaman tebing di beberapa lokasi DTW (Daya Tarik Wisata. Ini dalam rangka peningkatan keamanan. Dalam langkah antisipasi lainnya, kami juga tetap koordinasikan dengan stake holder terkait,” tegasnya.

Sebelumnya, banyaknya WNA yang menjadi korban jiwa saat berwisata ke Nusa Penida, menjadi sorotan banyak pihak. Bahkan, dua korban terakhir yang terseret arus di Diamond Beach, Desa Pejukutan, sampai sekarang juga belum ditemukan, setelah sembilan hari upaya pencarian. Akhirnya Pemkab Klungkung memutuskan untuk menutup akses wisata ke tiga pantai di Nusa Penida. Pantai-pantai ini dianggap berarus keras dan sangat berbahaya bagi wisatawan untuk berenang atau menyelam. Bupati Klungkung Nyoman Suwirta, mengatakan tiga pantai yang ditutup untuk akses wisata, antara lain, Diamond Beach, Kelingking Beach, dan Angel Billabong.

Baca juga:  Peningkatan Aktivitas Gunung Agung Tidak Pengaruhi Pariwisata di Gianyar

“Kalau akses ke objeknya masih boleh, tetapi untuk turun dari tebing menuju pantai dan berenang disana, itu yang dilarang. Kami tutup akses ke pantainya untuk berwisata,” kata Bupati Suwirta. (Bagiarta/balipost)

BAGIKAN