JAKARTA, BALIPOST.com – Angka kasus stunting pada anak di Indonesia turun menjadi 21,6 persen menurut hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2022.
“Saya laporkan bahwa hasil SSGI Tahun 2022 itu (angka kasus) turun dari tahun 2021 lalu 24,4 persen turun 2,8 persen, turun jadi 21,6 persen,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Kerja Nasional Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting 2023 di Jakarta, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Rabu (25/1).
Ia mengatakan bahwa ada beberapa provinsi yang berhasil menurunkan angka kasus stunting hingga sekitar lima persen dari tahun 2021 sampai 2022, yakni Sumatera Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, dan Riau.
Selama kurun itu, angka kasus stunting turun dari 24,8 persen menjadi 18,6 persen di Sumatera Selatan, turun dari 27,5 persen menjadi 22,1 persen di Kalimantan Utara, turun dari 30 persen jadi 24,6 persen di Kalimantan Selatan, dan turun dari 22,3 persen jadi 17 persen di Riau.
Selain itu, ada dua provinsi yang selama 2021 sampai 2022 berhasil menurunkan sekitar tiga persen dari angka kasus stunting di wilayahnya.
Provinsi Jawa Barat tercatat berhasil menurunkan angka kasus stunting dari 24,5 persen pada 2021 menjadi 20,2 persen pada 2022 dan angka kasus stunting di Provinsi Jawa Timur yang pada 2021 masih 23,5 persen bisa turun jadi 19,2 persen pada 2022.
Menteri Kesehatan menyampaikan perlunya melihat penurunan kasus berdasarkan jumlah anak balita yang mengalami stunting di suatu wilayah, bukan hanya dari persentase saja. “Kita juga butuh secara nominalnya turunnya besar. Kalau misalnya Papua dan NTT secara persentase besar, tapi secara jumlah anaknya sebenarnya lebih sedikit. Tapi kalau jumlah anaknya besar itu di Jawa Barat yang paling besar,” katanya.
Budi juga mengemukakan bahwa masih ada wilayah provinsi yang angka kasus stuntingnya naik pada tahun 2022, tetapi dia tidak menyebutkan provinsi mana saja.
Pemerintah menargetkan penurunan angka kasus stunting menjadi 14 persen pada akhir 2024. Guna mencapai target tersebut, pemerintah harus mengupayakan penurunan 3,8 persen kasus stunting setiap tahun.
Menteri Kesehatan menyampaikan bahwa ada dua program intervensi penting yang harus diperhatikan dalam upaya penanggulangan stunting, yakni pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil serta anak berusia enam sampai 24 bulan.
Kementerian Kesehatan meningkatkan pelayanan kesehatan dan gizi, pemeriksaan kesehatan ibu hamil, pemeriksaan untuk mendeteksi anemia, dan pemberian tablet tambah darah bagi remaja dalam upaya menekan risiko stunting.
Guna mendukung pemeriksaan ibu hamil, Kementerian Kesehatan mengupayakan penyediaan alat pemeriksaan USG di puskesmas-puskesmas.
Saat ini alat pemeriksaan USG sudah tersedia di sekitar lima ribu puskesmas dan pemerintah menargetkan alat pemeriksaan itu secara bertahap bisa disediakan di 10 ribu puskesmas.
Di samping itu, Menteri Kesehatan mengatakan, pemerintah menyediakan alat antropometri untuk mendukung pengukuran kondisi fisik anak guna mendeteksi dini risiko stunting di sekitar 100 ribu posyandu. “Diharapkan tahun 2023, 300 ribu posyandu sudah memiliki alat antropometri yang standar, buatan dalam negeri dan baik kualitasnya,” katanya.
Kementerian Kesehatan juga menggiatkan kampanye untuk meningkatkan konsumsi makanan sumber protein hewani seperti ikan dan telur guna menekan risiko stunting. (Kmb/Balipost)