Krama Desa Adat Tinga Tinga melakukan persembahyangan serangkaian piodalan. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Tinga Tinga Kecamatan Gerokgak memiliki komitmen berpartisipasi dengan desa dinas untuk menjaga kebersihan lingkungan. Ini dibuktikan dengan kebijakan desa adat dalam hal penanganan sampah.

Kebijakan ini diambil selain untuk membebaskan ancaman pencemaran sampah plastik, juga sebagai dukungan desa adat atas kebijakan pemerintah bidang lingkungan yang bebas dari sampah plastik. Kelian Desa Adat Tinga Tinga Gede Sukrada beberapa waktu yang lalu mengatakan, sejak terbentuk, desa adat yang dipimpinnya itu memiliki krama desa sebanyak 1.500 Kepala Keluarga (KK).

Krama desa itu bertempat tinggal menyebar di lima banjar adat yaitu, Juntal, Merta Sari, Bubunan, Kembang Udaya, dan Banjar Adat Taman Sari. Sejak terbentuk smapai sekarang profesi sebagain besar krama desa sebagai petani perkebunan, peternak, dan bekerja di beberapa perusahaan yang berkembang di wilayah Tinga Tinga dan sekitarnya.

Baca juga:  Cuaca Ekstrem, Petani Diminta Waspadai OPT

Sementara, deretan Pura Khayangan Tiga di Desa Adat Tinga Tinga terdiri atas Pura Desa, Pura Dalem, dan Pura Segara. Selain itu, di desa adat ini juga terdapat satu Pura Taman. Di mana pengempon yang bertangung jawab atas pura ini adalah kalangan krama subak.

Khusus di bidang parahyangan, Desa Adat Tinga Tinga telah mengambil kebijakan untuk membebaskan krama desa dari urunan (peturunan-red) ketika akan menggelar suatu piodalan yang sudah terjadwal. Kebijakan ini dijalankan berkat kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali yang mengucurkan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) sebesar Rp 300 juta per tahun.

Dengan kucuran dana tersebut, sekarang beban krama diringankan, karena tidak harus membayar iuran ketika digelar piodalan. “Dengan bantuan Pak Gubernur itu, krama desa kami diringankan karena tidak dikenakan peturunan, ketika akan digelar piodalan, sehingga kami snagat terbantu dengan bantuan itu,” katanya.

Baca juga:  Desa Adat Melaya Usulkan Bangun Krematorium

Di sisi lain Skrada mengatakan, sejalan dengan kebijakan pemerintah daerah, pihaknya bersama pemerintahan desa dinas bersama-sama untuk mewujudkan lingkungan desa bersih dan bebas dari sampah plastik. Kebijakan ini diwujudkan dengan ikut beersama-sama melakukan pengelolaan sampah, sehingga tidak mencemari wewidangan desa adat termasuk di kawasan suci pura.

Saat ini, pihkanya sedang mempersiapkan tempat pengolahan sampah. Lokasinya dengan memanfaatkan areal kuburan (setra) dijadikan tempat pengolahan smapah. Khusus untuk sampah yang bisa didaur ulang akan dipisahkan dan dijual kepada pengepul.

Sedangkan sampah lainnya setelah dikeringkan akan dilakukan pembakaran. “Tujuannya jelas kami ingin mendukung kebijakan pemeriintah daerah dalam menjaga kebersihan lingkungan terutama bebas dari pencemaran sampah plastik,” tegasnya.

Baca juga:  PWI Diminta Membumikan "Nangun Sat Kerthi Loka Bali"

Selain dalam lingkungan di wewidangan desa adat, pihkanya juga menggulirkan kebijakan dalam menjaga kelestarian kawasan hutan. Ini tidak lepas karena di bagian selatan desa adat merupakan kawasan hutan Negara. Karena lokasinya di hulu desa, sejak dahulu desa adat sangat menyucikan kawasan hulu itu agar tidak terkontaminasi olah kegiatan perusakan hutan.

Kalau kawasan hulu kelestariannya terganggu, dampaknya akan sangat besar terutama ketika musim hujan akan berpotensi terjadi bencana banjir bandang dan atau tanah longsor. Untuk itu, kebijakan yang diambil adalah berpartisipasi dalam pengawasan kelestarian hutan bersama dengan pemerintah desa dinas dan aparat terkait lain. “Kawasan hutan kami ikut menjaga, karena itu kawasan hulu kalau smapai terjadi kerusakan, maka bisa saja berdampak pada kondisi lingkungan di desa adat kami,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *