Bajuri (45), dan Ni Komang Ayu Manik saat berjualan di Toko 2R di jalan raya Banjar Abianseka, Desa Mas, Ubud Selasa (19/12). (BP/nik)
GIANYAR, BALIPOST.com – Bajuri (45), dan Ni Komang Ayu Manik merupakan salah satu pasangan suami istri (pasutri), yang bisa menikmati hidup dengan bahagia meski sama-sama mengalami keterbatasan fisik. Pasutri ini sama-sama mengalami cacat fisik pada bagian kaki, namun bisa mandiri dengan cara berjualan.

Toko pasutri ini pun mengambil lokasi yang cukup strategis persis di barat jalan atau kiri jalan dari arah persimpangan Patung Bayi Sakah, yakni berlokasi di jalan raya Banjar Abianseka, Desa Mas, Ubud.

Sepintas, toko 2R yang dikelola pasutri ini tampak sama seperti toko-toko lain. Tapi jika sempat mampir membeli bensin, teh maupun kopi, maka pembeli akan kaget. Sebab, Komang Ayu Manik memakai kursi roda. Sedangkan suaminya, Bajuri duduk dilantai dengan kondisi cacat kaki. Namun keduanya tetap melayani pembeli layaknya orang normal.

Ditemui ditokonya, Selasa (19/12), Ayu Manik mengungkapkan perjalanannya cukup panjang hingga bisa hidup bersama Bajuri. Bermula dari persamaan nasib menderita cacat fisik, hingga dipertemukan dalam acara penyandang disabilitas nasional di Yogyakarta tahun 2000 silam. “Saya sejak umur 8 bulan sudah sakit-sakitan,” ujarnya.

Baca juga:  Pawai PKB Dirancang Maksimal Dua Jam

Perempuan asal Banjar Banda, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh kelahiran 14 Oktober 1975 ini mengaku mengalami perlambatan pertumbuhan hingga di vonis menderita polio pada usia 8 tahun. Ia pun sempat bersekolah sampai kelas 3 SD, tetapi setelah tidak bisa jalan, ia sempat istirahat sekolah selama 1 tahun.

Selama setahun istirahat, Ayu Manik merasa sangat minder. Ia pun lebih memilih mengurung diri dalam kamar. Kala itu ia pun mendapat motivasi dari Puspadi Bali yang kala itu bernama Yakkum Bali. “ Saya diberi motivasi supaya saya mau sekolah lagi,” jelasnya.

Singkat cerita, Ayu Manik berkesempatan mewakili Bali dalam acara motivasi penyandang disabilitas di Yogyakarta tahun 2000. Kala itu ia bertemu dengan ratusan penyandang disabilitas seluruh Indonesia. Ayu Manik pun tidak lagi merasa minder, malahan ia terpacu untuk bisa berbuat yang terbaik. Dalam pertemuan itu pula, Ayu Manik kecantol dengan Bajuri, laki-laki asal Kediri Jawa Timur.

Baca juga:  Staf Khusus Presiden Minta Penyandang Disabilitas Divaksinasi

Akhirnya pada 2007 mereka menikah, selama beberapa tahun Ayu Manik sempat beberapa tahun menetap di Kediri Jawa Timur. Kebahagiaan semakin dirasakan saat mengetahui dirinya hamil anak pertama. Meski dari atas kursi roda, proses kehamilannya tanpa kendala. Hanya saja, karena terbatas akses ke rumah sakit atau rumah bersalin, anak pertamanya harus lahir di dukun. “Untungnya lahir normal dibantu dukun,” ungkapnya.

Akhirnya anak laki-laki yang sudah berusia 10 tahun itu pun diberi nama Gede Bayu Raditya. Diceritakan, pasutri ini hijrah ke Bali, tepatnya di Desa Mas, Ubud Gianyar sekitar tahun 2011. Ketika itu, anaknya berusia 4 tahun dan bersiap-siap masuk sekolah TK. “Saya kerja di sekitar desa Mas ini. Pas cari sekolah untuk anak, ketemunya Taman Rare yang paling dekat,” jelasnya.

Sementara tempat usaha yang berlokasi di sebelah utara Galeri Alon itu awalnya sebuah mini market. Namun mungkin kurang beruntung, mini market tersebut sepi pembeli. “Awalnya toko ini dikelola yayasan. Tapi buka 3 bulan lalu tutup, karena sepi pembeli. Ada lagi yang kontrak, sama kasusnya cuma buka 3 bulan lalu tutup. Akhirnya per Februari 2016 lalu saya disuruh jaga toko,” jelasnya.

Baca juga:  Berharap Pada Politik Regular Tahunan

Ternyata ketika dijaga oleh Ayu Manik, tempat usaha ini membuahkan hasil. Hingga akhirnya ia ditawari modal Rp 10 juta untuk mengelola sendiri. Pihaknya pun diberikan kebebasan untuk membayar tiap bulannya. Bahkan boleh menunda bayar jika memang uangnya tak cukup. “Sudah berjalan 4 bulan. Setiap bulan saya berusaha bayar Rp 500 ribu,” jelasnya.

Kini Toko 2R ini buka setiap hari, mulai pukul 07.00 pagi hingga 21.00 wita. Selain kebutuhan sehari-hari, Ayu Manik juga menjual pulsa. Terpenting baginya, hidupnya tak lagi minder dan merepotkan orang lain. “Selagi bisa, kami akan berusaha,” tandasnya. (manik astajaya/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *