Marjono. (BP/Istimewa)

Oleh Marjono

Kala industri pers terikat pada etika dan norma jurnalistik, pasti banyak pertimbangan, pengetahuan dan data yang valid untuk sebuah informasi. Tetapi media warga atau akun personal di medsos barangkali hanya berdasarkan pada intuisi dan validitasnya rendah, yang begitu terbuka terbitnya aneka hoaks dan malapetaka informasi lainnya.

Untuk itulah, penting pers tidak hanya menyebarkan
informasi yang berimbang, cover on both side, tetapi juga menjadi rujukan informasi. Apa yang tersebar di dunia digital maupun dunia nyata, bisa diverifikasi melalui informasi yang tersedia di kalangan pers. Jadi pers ini pembanding bagi masyarakat dalam menelaah informasi, benar atau tidak informasi yang didapat masyarakat.

Jadi mulai saat ini pers tidak hanya bisa mengandalkan jurnalis di lapangan dan editor di meja, tetapi juga harus memiliki lini litbang (penelitian dan pengembangan) yang mampu mengkoding data dan membuat database tersendiri sebagai bahan utama sebuah informasi. Pada era digital, jurnalis dihadapkan kepada keharusan memahami data.

Tantangan pers selanjutnya adalah faktor ekonomi. Urusan mulut dan perut memang tak bisa dihindari dan dipungkiri. Dunia informasi yang memunculkan industri pers atau media sekarang tidak lagi idealis.

Baca juga:  Digempur Kecepatan Informasi dan Algoritma, Pers Tanpa Inovasi Digital Tak akan Mampu Bertahan

Sebagai pilar keempat demokrasi, setelah legislatif, yudikatif dan ekskutif, maka jurnalistik dihadapkan pada bagaimana menggeser saklar sikap. Maka kemudian, industri media harus pandai menggeser posisi switch, apakah hanyut dalam tawaran ekonomi dengan keberpihakan kepentingan semata untuk mengangkat pendapatan usaha, atau switch nya pada posisi ideal yang mampu menjadi idealime sekaligus memiliki peluang dan manfaat ekonomi meskipun tidak banyak.

Monopoli media dan kapitalisme industri media sekarang menjadi salah satu indikasi korporasi kepentingan informasi. Kita dorong dan gerakkan pers saat ini mampu menguasai multiplatform informasi.

Sudah banyak industri media yang melakukan polymedia. Tidak hanya bergerak di media penyiaran atau koran saja, tetapi mereka juga menyediakan website, medsos, youtube dan sebagainya. Tujuannya menarik audiens yang lebih luas dan menyeimbangkan informasi yang beredar di pasar media baru (medsos dan internet), sekaligus pangsa pasar ekonomi.

Catatan pers kita hari ini, organisasi pers berkontribusi pada pemerintah dan wakil rakyat untuk membuat regulasi yang mengatur tentang informasi di dunia maya, tentunya harus diimbangi dengan partisipasi dari operator dan pemilik platform yang digunakan di
Indonesia. Apapun eranya, bad news is not good news.

Baca juga:  Lawatan ke Vietnam, PWI Bahas Tantangan Media dengan VJA

Penting pers memberitakan hal yang enak, menghibur dan memberikan solusi. Misalkan karena pandemi, ekonomi jadi terganggu, maka kita informasikan bagaimana membuat akun e commerce, berdagang secara online. Bagaimana bikin marketplace, coworking
maupun heterospace untuk mendampingi dan fasilitasi anak muda kreatif yang mau membuat usaha.

Atau juga membantu memasarkan produk UMKM melalui akun lapak khusus setiap akhir minggu, tujuannya mendorong masyarakat agar bangkit ataupun berdikari di bidang ekonomi. Sekali lagi, aktualisasi good journalisme (jurnalisme berkualitas) hari ini, rupanya masih relevan kala menggenggam kapital sikap ingin tahu, latar-belakang pendidikan yang cukup, pemahaman isu lintas disiplin, menyukai dan mengikuti
perkembangan isu terkini, sikap percaya diri, bersikap skeptis, rendah hati, penuh determinaasi, pekerja keras, kreatif, memahami bahasa dengan baik (lebih dari satu bahasa pasti sangat membantu), sabar, terus belajar dan berlatih.

Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh dalam Konvensi
Nasional Hari Pers Nasional 2020 mengatakan, ada tiga syarat mendukung good journalism, yaitu kompetensi wartawan, perlindungan wartawan, dan kesejahteraan wartawan. Laman African Center for Media Excellence (ACME) menawarkan sejumlah indicator jurnalisme berkualitas, diantaranya menjunjung tinggi nilai keberagaman, menyajikan kebenaran dan akurasi, bersikap adil dan imparsial, juga harus independen.

Baca juga:  DK-PWI : Taati Kode Etik dan Jaga Perilaku

Maka kemudian pemahaman dan implementasi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan 11 pasal di Kode Etik Jurnalistik penting bagi jurnalis, selain itu juga perlu memahami Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Perlindungan Anak, dan puluhan undang-undang lainnya, belum termasuk aturan di bawahnya, dan sebagainya.

Di tengah kemurungan beragam sektor, bukan pers saja yang harus survive, tetapi masyarakat yang selama ini sering survival, harus juga survive di segala bidang, termasuk dalam menerima informasi. Maka pers harus cakap mengusung informasi positif dan menyejukkan membawa optimisme baru, kembali bangkit, merawat masa depan Indonesia di dunia maya dan nyata.

Penulis, Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng

BAGIKAN