Putu Rumawan Salain. (BP/kmb)

Oleh Putu Rumawan Salain

Pulau Bali merupakan gugus pulau yang luasnya sekitar 0,29% dari luas kepulauan Indonesia, tepatnya 5.636,66 Km2. Posisinya di sebelah utara berbatasan dengan laut Bali, di selatan dengan Samudra Hindia, Selat Bali di bagian Barat, dan Selat Lombok di sebelah Timur. Secara Astronomis posisinya berada pada 08°03’ Lintang Selatan hingga 08°50’ dan membentang dari posisi 114°26’ Bujur Timur hingga 115°42’.

Pulau Bali juga memiliki beberapa gugus pulau yaitu Nusa Penida, Nusa Ceningan, Nusa Lembongan, dan Pulau Menjangan, Pulau Serangan tidak disebut pulau karena sudah menyatu dengan dataran dari Wilayah Kota Denpasar dan setelah di reklamasi pada tahaun 1996 lalu mencapai luas sekitar 481 Hektar.

Seluruh gugus pulau yang termasuk wilayah Bali ada sejumlah 85 pulau (baliprov.go.id). Dari data yang diperoleh menyebutkan bahwa panjang garis pantai (shoreline) yang mengelilingi pulau Bali adalah sepanjang 610,4 Km. Dari panjang tersebut sebagian besar berada di pesisir Bali Utara membentang dari Barat ke Timur sepanjang 172,301 Km (sumber lainnya menuliskan 157,05 Km).

Dari panjang pesisir pantai tersebut data tahun 1988 menyatakan bahwa BWS menemukan 69,96 Km pantai di Bali Utara dilanda abrasi dengan tingkat kerusakan bervariasi  dari ringan, sedang hingga parah. Penanganan yang sudah dilaksanakan sekitar 40,63 Km sehingga tersisa lagi 29.33 Km (balipost.com). Sedangkan Kerusakan berdampak ada hilangnya tanah penduduk, merusak lingkungan pura segara dan tempat masyarakat melakukan ritual melasti, bahkan ada juga yang sampai merusak kawasan pariwisata. Titik-titik yang rawan abrasi antara lain berada di desa seperti : Kalibukbuk, Bungkulan, Giri Emas, dan desa  di Kecamatam Kubutambahan, Kecamatan Tejakula, serta Kecamatan Gerokgak.

Baca juga:  Jati Diri Koperasi

Selain di Buleleng wilayah lainnya yang tercatat mengalami abrasi adalah Kabupaten Badung, tepatnya di pantai Kelan pada bulan Februari 2023 ini. Abrasi merusak pesisir pantai sepanjang 703 meter termasuk Sembilan bangunan berupa warung tradisional. Berikutnya menurut data yang dipetik dari antaranews.com dengan rinci menggambarkan lima zona yang mengalami abrasi adalah zona sepanjang 243,4 meter sepanjang kafe modern, 72 meter zona Kawasan suci, 145 meter pangkalan jukung nelayan, 174 meter warung tradisional dan 67,5 meter zona rekreasi. Arus pantai ini tidak hanya menggerus pasir dan daratan pesisir, namun abrasi Kelan juga menerima sampah kayu dan plastik  hingga 15 ton.

Perluasan Bandara Ngurah Rai yang berada di Utara Desa Kelan diduga menjadi salah satu penyebabnya. Jika ini benar tiga dekade yang lalu ketika perluasan bandara untuk pertama kalinya dilakukan telah memakan korban pantai Jerman di Utara Bandara yang akhirnya hilang terhapus menggerus pesisir dengan bangunannya oleh abrasi. Logikanya adalah setiap penambahan di satu titik bibir pantai akan berdampak mengurangi di satu titik dan bertambah di titik lainnya.

Untuk mencermati gejala tersebut dapat dicermati pada pengaman pantai di Pantai Sanur dan Pelabuhan Ikan di Pengambengan-Jembrana. Belum diketahui dampak yang diakibatkan oleh adanya fasilitas penyeberangan di pantai Matahari Terbit Sanur terhadap pantai di sekitarnya.

Baca juga:  Katup Sosial Krama Bali

Wilayah lainnya yang cukup parah mengalami abrasi adalah sepanjang pantai Gianyar. Data tahun 2017 menyebutkan sepanjang 10.480 Km pantainya terabrasi dari eksisting pantainya sepanjang 14.248 Km. Abrasi yang berlangsung dari tahun ke tahun telah mencaplok lahan hingga 200 meter dari bibir pantai (beberapa sawah tinggal sertifikatnya saja tanpa bukti lahan). Beberapa diantaranya bahkan menggerus keberaaan tempat suci.  Dilema yang dihadapi adalah bahwa untuk menghadapi abrasi dapat dilakukan dengan membuat tanggul penahan ombak, akan tetapi biaya untuk membangunnya mahal dan menyulitkan para nelayan untuk menambatkan perahunya.

Bagaimana dengan abrasi di Kabupaten Karangasem? Data tahun 2022 (balipost.com) menuliskan bahwa dari 87 Km panjang pantainya, 31 Km diantaranya terancam abrasi. Dari kabupaten Jembrana pada tahun 2022 diberitakan bahwa 10 buah rumah rusak berat akibat abrasi, tepatnya di pesisir Pantai Pebuahan, Desa Banyubiru, Kecamatan Negara, Jembrana. Sepanjang 71 Km pantai Jembrana rawan terhadap abrasi. Kabupaten Tabanan yang berdekatan dengan Kabupaten Badung tidak luput dari hantaman abrasi. Berita dari Nusa Bali tahun 2023 menuliskan bahwa Pantai Tabanan mengalami abrasi sepanjang 6,770 Km. Yang terparah adalah pantai di Desa Lalanglinggah di Kecamatan Selemadeg dan Pantai Desa Tibubiu, di Kecamatan Kerambitan.

Dari uraian di atas terlihat bahwa hampir seluruh pantai di Bali mengalami abrasi dengan tingkat yang ringan, sedang hingga berat. Lokasi-lokasi yang indah dan suci yang dibangun oleh para leluhur kini mengalami abrasi. Demikian pula fasilitas pariwisata yang dibangun di sekitar tempat suci ikut mengalami kerugian akibat abrasi. Dari sisi lainnya harusnya dilengkapi dengan analisis akibat pemanasan global dan kenaikan permukaan air laut setiap tahunnya. Demikan pula perekaman dan analisis cuaca untuk mengantisipasi debit air hujan dan hanyutnya sampah dan sedimentasi ke pesisir pantai yang dapat berdampak pada abrasi. Selain upaya tersebut pemerintah dan lembaga perguruan tinggi bekerjasama melakukan penelitian tentang arus pantai, menemu kenali penyebab abrasi,  serta membuat model penahan abrasi yang multi guna, indah dan dapat digunakan oleh masyarakat, wisatawan, dan para nelayan untuk memarkir perahunya.

Baca juga:  Belajar secara Holistik

Keberadaan mangrove dibeberapa pantai di Bali perlu dilestarikan dan dikembangkan karena sudah terbukti dapat membantu menahan abrasi. Kini dengan diperdalamnya laut dipelabuhan Benoa dan reklamasi yang dilakukan bersiaplah kita terhadap perubahan yang akan terjadi. Kami sadar bahwa pembangunan membuahkan perubahan! Pertanyannya adalah perubahan bagaimana yang kita kehendaki bersama. Ingatlah bahwa uang yang dihasilkan oleh pariwisata Bali juga dihasilkan oleh investasi di sepanjang pesisir Bali, mari perjuangkan untuk memperbaiki pesisir untuk pembangunan jangka panjang. Setidaknya itu menjawab bagi masyarakat Bali yang nindihin gumi Bali.

Penulis, Arsitek pemerhati Tata Ruang dan Lingkungan

BAGIKAN