Desa Adat Mayong di Kecamatan Seririt komitmen melestarikan warisan Tari Rejang. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Mayong di Kecamatan Seririt memiliki komitmen melestarikan warisan kesenian sakral yang diwarisi para pendahulu di desa adat. Salah satu tarian yang disucikan itu adalah Tari Rejang. Selain disakralkan, tarian ini juga terbilang unik, karena penarinya adalah pemuda laku-laki dan perempuan.

Kelian Desa Adat Mayong, Nyoman Supastra, Senin (6/3) mengatakan, sejak terbentuk, Desa Adat Mayong terdiri dari 6 banjar adat, yaitu Banjar Adat Siwa, Taman, Bada, Poh Asem, Santal, dan Banjar Adat Mayong. Hingga sekarang, desa adat ini memiliki krama desa sekitar 3.000 Kepala Keluarga (KK). Krama desa sebanyak itu membuat desa adat yang dipimpinnya ini adalah desa adat dengan wewidangan besar. Sesuai dresta yang diwarisi, ribuan krama desa ini memiliki tanggung jawab sebagai pangempon baik itu di Pura Kayangan Tiga (Tri Kahyangan) meliputi, Pura Puseh Desa Bale Agung. Pura Dalem, dan Pura Taman.

Baca juga:  Desa Adat Yeh Buah Membangun Kesatuan Desa Adat

Demikian juga di Kayangan Desa terdiri dari, Pura Siwa, Dalem Kerta, Taman, Batur, dan Pura Munduk Kauh. “Wewidangan luas banjar adat juga banyak, sehingga desa adat kami ini memiliki tanggung jawab melestarikan warisan baik prayangan, pawongan, dan palemahan di desa adat,” katanya.

Menurut, Kelian Desa Adat Mayong Nyoman Supastra, salah satu warisan yang menuntut tanggung jawab krama untuk melestarikan adalah Tari Rejang. Sejak tarian ini diciptakan memiliki keunikan tersendiri. Pada umumnya tari rejang ditarikan oleh remaja putri atau kalangan ibu-ibu, namun berbeda dengan Tari Rejang Sakral di Desa Adat Mayong. Dimana, penarinya sebagian perempuan dan sebagian lagi laki-laki.

Baca juga:  Banjar Gelogor Gelar Pemelaspasan Bale Gede

Tari Rejang ini dipentaskan ketika desa adat menggelar upacara piodalan yang jatuh setiap 15 tahun sekali. Upacara piodalan ini mulai dilangsungkan di Pura Siwa kemudian di Pura Pulaki, Kecamatan Gerokgak, Pura Gede, Pura Dalem, dan terakhir di Pura Puseh Desa Bale Agung. “Ini yang kami warisi, karena memang memiliki keunikan, di samping kesuciannya harus tetap dijaga, sehingga pemerintahan kami di desa adat komitmen melestarikan warisan kesenian ini sejalan dengan kebijakan Pak Gubernur Bali yang menggulirkan Nangun Sat Kerthi Loka Bali (NSKLB) Melalui Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru,” katanya.

Menurut Kelian Desa Adat Mayong, Nyoman Supastra, dengan perkembangan jaman seperti sekarang, minat anak-anak muda untuk memahami dan mengimplementasikan warisan leluhur mulai luntur. Tak ingin warisan kesenian sakral ini diancam punah, pihaknya melakukan program pembinaan kesenian melibatkan pelajar dan sekaa teruna teruni (STT) di desa adat.

Baca juga:  Kebakaran Landa 2 Rumah, Cengkeh Siap Jual Ludes

Selain mengajarkan pemuda untuk menari rejang, program ini dijalankan dengan cara mengedukasi dan memberi motivasi untuk melakukan gerakan pelestarian kesenian sakral, sehingga tujuan akhirnya, warisan kesenian tetap lestari dan memberi pemahaman terhadap warisan kesenian di desa adat. “Kami tak mau kesenian ini punah, sehingga kebijakan yang kami ambil adalah membina generasi muda di desa adat tak saja belajar menari, namun menanamkan semangat untuk memahami filosofi dan makna warisan kesenian ini, sehingga dipraktekan, dalam menjaga eksistensi di desa adat,” tegasnya. (Mudiarta/balipost)

 

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *