Oleh Made Yogi Dwiyana Utama
Delusi merupakan keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataannya (Baihaqi dkk, 2005). Pernahkah tebersit di pikiran Anda, bagaimana jika delusi terjadi pada cara pandang seseorang dalam hidup berbangsa dan bernegara?
Hal ini tentu akan menghambat perkembangan negara ini, apalagi saat ini kita sedang menghadapi kondisi ketidakpastian global. Namun, inilah yang kurang lebih terjadi saat ini, terutama setelah mencuatnya beberapa opini untuk tidak membayar pajak.
Seberapa pentingkah peran pajak menurut Anda? Berdasarkan Data Kementerian Keuangan, pada tahun 2022 pajak telah memberikan kontribusi sebesar Rp1.717,8 triliun untuk total penerimaan negara yang mencapai Rp2.626,4 triliun atau berkontribusi sebesar 65,41%. Bayangkan apa jadinya jika masyarakat tidak membayar pajak. Tentu pemerintah tidak akan mampu membiayai belanja negara sebesar Rp3.090,8 triliun pada tahun 2022 dengan tetap mengontrol tingkat inflasi dan menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Jadi, secara tidak langsung pajak yang dibayarkan masyarakat dapat diibaratkan sebagai bahan bakar untuk menjamin berjalannya negara ini.
Hal yang tersulit dari menggugah kesadaran orang untuk membayar pajak adalah menunjuk langsung kontraprestasi atas pajak yang mereka bayarkan. Pada hakikatnya, pajak merupakan kontribusi berdasarkan undang-undang tanpa imbalan atau kontraprestasi langsung. Tapi bukan berarti tidak ada hasil atau bentuk konkret yang dapat ditunjukkan dari setiap rupiah pajak yang anda setorkan. Pajak telah membiayai banyak hal dalam kehidupan kita, seperti Dana BOS untuk Pendidikan, bantuan dana untuk jaminan Kesehatan melalui BPJS, modernisasi alutsista pertahanan dan keamanan, dan masih banyak lagi.
Jika berbicara tentang infrastruktur, pajak telah memberikan manfaat yang besar, termasuk untuk masyarakat Bali. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, terdapat beberapa Proyek Strategis Nasional yang dibiayai dari APBN yang sedang dikerjakan di Bali tahun 2023. Sebut saja, pembangunan Bendungan Sidan, pembangunan fasilitas Pelabuhan Sanur, penataan Kawasan Pura Besakih, dan beberapa proyek lain dengan nilai total mencapai Rp1.419,3 miliar.
Belum lagi jika kita berbicara tentang dana otonomi dari APBN, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), yang dibagikan setiap tahunnya ke pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/ kota di Bali. Seluruh dana tersebut sebagian besarnya bersumber dari pajak yang dibayar masyarakat.
Apakah uang pajak yang Anda bayarkan akan serta merta dinikmati oleh institusi dan pegawai yang bertugas melakukan pemungutan atas pajak tersebut? Tentu tidak dan hal tersebut patut disyukuri, karena saat ini sistem perpajakan kita sudah cukup modern. Pajak yang terutang harus disetorkan langsung ke kas negara melalui saluran pembayaran yang tersedia, seperti bank persepsi dan kantor pos.
Untuk pembayaran gaji dan remunerasi pegawai serta pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh instansi pemerintah, semuanya mengacu pada anggaran yang telah ditetapkan dan disetujui oleh Pemerintah dan DPR. Jadi, dapat dipastikan bahwa pajak yang anda bayarkan tidak akan serta merta masuk ke kantong pegawai atau institusi yang memungut pajak.
Tak ada gading yang tak retak, begitulah kurang lebih perumpamaan pengelolaan keuangan negara saat ini. Seluruh sistem keuangan negara ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, mari lunasi kewajiban pajak kita dan mari bersama-sama kita awasi penggunaannya. Dengan keuangan negara yang kuat kita optimis Indonesia mampu menjadi negara yang maju dan sejahtera.
Penulis, Staf Kementerian Keuangan