Prof. I Nyoman Sucipta. (BP/Istimewa)

Oleh I Nyoman Sucipta

Sebagai generasi baru mungkin sudah mengetahui perilaku humble. Perilaku humble ini seharusnya sudah di dipahami jauh ketika berada di bangku sekolah dasar. Tidak hanya dipahami, juga tentunya juga diminta untuk diimplementasikan di dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam mengimplementasikan perilaku humble, beberapa langkah yang perlu diperhatikan, yaitu memiliki kesadaran atas kelebihan dan kekurangan, keterbukaan menerima kritik, serta tidak ragu meminta saran dan kritik dari orang lain, hindari membela diri saat menerima kritik atau saran dari orang lain, jadikan hal ini sebagai momen untuk belajar dan bertumbuh, empati terhadap orang lain, yakni mencoba melihat sesuatu dari perspektif orang lain sekaligus menghormati keberadaannya, jangan segan untuk bertanya dan selalu belajar dari siapa pun,  jadilah pendengar yang baik tanpa menghakimi orang lain, hindari mengharapkan apresiasi dari orang lain.

Ketika kita sudah melaksanakan perilaku humble, kita merasa damai atas situasi keluarga yang tetap harmonis, damai karena relasi yang tetap akur, damai karena semua urusan dapat terselesaikan dengan baik. Barangkali itu semua terjadi karena kita memberikan versi terbaik dari diri kita yakni perilaku humble. Perilaku humble ini adalah pijakan hidup yang paling utama. Karena perilaku inilah yang mendasari segala perbuatan baik.

Apapun yang kita lakukan,baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Sikap rendah hati adalah suatu sikap yang mampu menyadarkan kita akan keterbatasan diri kita. Mother Teresa pernah berkata demikian “Kerendahan hati adalah ibu dari semua sifat yang baik; dalam kerendahan hati kita bisa mewujudkan kasih itu menjadi nyata Sementara saran dari banyak orang tentang pengembangan pribadi kita harus merayakan pencapaian kita dan bangga pada diri kita sendiri. Belum lagi dipicu dengan panorama atau indahnya kehidupan dunia membuat kita semakin silau dan tertipu akibat  tumpang tindih ego di zaman yang penuh  kompetitif ini.

Baca juga:  Normalisasi Bali

Masih relevankah berperilaku humble di era globalisasi ini. Tentu saya “ya”  bagi kita yang masih memiliki empati. Kita adalah mahluk yang bernilai sehingga berharga bagi yang lain. Tentu saja nilai itu tidak dibuat-buat dan harganya tidak ditawar-tawar. Kita sendirilah yang membuat nilai dan harga diri kita seperti apa.

Hal ini bisa kita tunjukkan lewat sikap kita setiap saat. Ketika kita mau nilai yang bagus dan harga yang tinggi, mari kita memperbaiki kualitas diri sebelum terlambat. Berperilaku humbel tidak terlalu sulit untuk melakukannya. Hanya saja terkadang kita tidak mampu untuk meruntuhkan ego kita, meruntuhkan ke-“aku”-an ku. Tingkat arogansi kita terlalu tinggi sehingga terasa sulit untuk mengalah,sulit untuk menundukkan kepala atau sulit menjadi pribadi yang rendah hati.

Sementara menjadi orang yang rendah hati itu tidak sedang mengatakan bahwa dia lemah, tidak berdaya, takut atau malu. Kerendahan hati sejatinya tanda bahwa seseorang mengetahui di mana sumber kekuatan sejatinya; antara lain sosok pribadi yang santun, bijaksana, tidak memegahkan diri dan figur yang selalu siap membunuh ego terlebih dahulu. Perilaku humble dilihat dari aspek IPTEKS, aspek proses, dan aspek sikap. Aspek IPTEKS pada perilaku humble yang meliputi  faktual, konseptual, prosedural, serta pengetahuan metakognitif. Pengetahuan faktual  konsepnya mengajak para generasi z, generasi alpha untuk selalu berada pada kejujuran dan kebenaran berdasarkan fakta. Kejujuran dan kebenaran berdasarkan fakta ini sangat penting bagi kehidupan sosial masyarakat yang global ini. Hal ini mengedukasi para generasi untuk teliti dalam menghadapi segala berita dan tidak mudah terpancing berita yang belum tentu kebenarannya.

Pengetahuan prosedural mengajarkan para generasi z dan alpha untuk memahami langkah-langkah dalam menyelesaikan ataupun melakukan sesuatu sehingga dalam prakteknya nanti harapannya hidupnya teratur dan tidak serampangan. Sedangkan pengetahuan metakognitif mengajarkan siswa untuk mandiri dalam mengembangkan daya inisiatif sendiri, mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif sehingga pada akhirnya mereka akan terampil dan senantiasa dinamis selaras dengan perkembangan jaman. Aspek proses ini generasi z dan alpha diajak untuk menerapkan metode yang selalu dipakai para ilmuwan dalam melakukan riset dan pengambilan keputusan. Metode ini adalah metode ilmiah  untuk membuat hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis dan menyimpulkan kebenaran hipotesis yang telah dibuat.  Proses berpikir yang rasional berdasarkan fakta membantu generasi baru dalam pengambilan keputusan yang tepat.

Baca juga:  ASEAN sebagai Destinasi Wisata Tunggal

Hal ini sangat berpengaruh besar dalam proses kehidupan nyata kelak dikemudian hari. Aspek  sikap mengajarkan  untuk memiliki sikap-sikap positif dan mulia. Di antaranya jujur, disiplin, teliti, obyektif, setia pada data, daya tahan tinggi, dan ulet. Di sinilah perubahan cara pandang dan karakter dapat dibentuk. Ketiga aspek  inilah apabila diterapkan dengan sungguh-sungguh akan memberikan hasil generasi z dan generasi alpha nanti tangguh dan siap mendunia di era globalisasi ini. Dengan mengimplementasikan Tri Kaya Parisudha sebagai konsep dasar penerapan perilaku humbel,  generasi z dan alpha akan mampu menantang era globalisasi.

Perilaku humble adalah karakteristik bagi orang-orang sukses dulu, sekarang dan yang akan datang. Perilaku humble adalah atribut soft skills yang dominan menentukan orang-orang menjadi sukses. Perilaku humble konsep dasar dari ajaran Tri Kaya Parisudha yang diyakini olek pemeluk agama Hindu di dunia, sehingga sangat tepat buku perilaku humble, diperuntukkan kepada genersi Z, generasi Alpha dan generasi seterusnya untuk diketahui dan dilaksanakan.

Bagaimana menjadi orang yang humble? Rendah hati, sering juga disebut murah hati atau tawadu’ adalah suatu sikap yang menunjukkan ketidaksombongan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kesadaran bahwa diri sendiri hanyalah seorang makhluk yang tidak berdaya di hadapan Tuhan yang lebih besar kuasanya. Orang yang memiliki sifat rendah hati tentunya sangat disukai oleh banyak orang karena dia cenderung mudah bergaul dan diterima di setiap elemen masyarakat.

Baca juga:  Meminimalkan Disorientasi Peradaban Bali

Rendah hati artinya kamu tidak memiliki kebanggaan dan kesombongan dalam dirimu sekalipun kamu memang memiliki kelebihan yang pantas untuk itu. Intinya rendah hati berhubungan dengan sikap hati untuk menerima segala sesuatu dengan apa adanya. Lawan dari rendah hati adalah tinggi hati, atau sering kita sebut sebagai sombong. Perilaku tinggi hati menjadi salah satu sifat yang harus dikubur dalam-dalam. Karena ini akan bersifat seperti api memakan kayu bakar. Dimana setiap kita meninggi, sebenarnya kita akan tenggelam dan habis oleh sifat tersebut. Ada banyak sekali manfaat dari rendah hati apabila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut salah satu tokoh agama terkenal di Indonesia, yaitu Buya Hamka, mengatakan bahwa orang yang berperilaku rendah hati akan cenderung tidak mencampuri urusan yang tidak dia kuasai dan pahami dan dia akan mengetahui seberapa batas dirinya pada suatu bidang. Contoh sederhana dari rendah hati akan mengakibatkan kehati-hatian dalam berperilaku. Sehingga dengan demikian ujaran kebencian, penyebaran hoax (berita palsu), upaya provokasi dan segala sesuatu perbuatan yang merusak bisa dihindari. Perlu sobat ketahui adalah rendah hati berbeda dengan rendah diri. Rendah hati itu cenderung tetap menghargai diri sendiri dan tahu batasannya. Berbeda dengan rendah diri di mana sifat tersebut cenderung kepada rasa minder (atau low self-esteem atau condescending) yang mana suatu kondisi yang negatif yang menganggap bahwa dirinya lebih rendah dibandingkan orang lain. Hal ini sangat bertolak belakang dengan yang namanya rendah hati.

Penulis, Guru besar Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *