Oleh I Putu Sudibawa
Untuk menjawab tantangan rendahnya kemampuan literasi anak-anak Indonesia akibat kurangnya kebiasaan membaca sejak dini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah meluncurkan Merdeka Belajar Episode 23: Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia. Terobosan Merdeka Belajar Episode ke-23 diluncurkan Kemdikbudristek untuk melengkapi tiga terobosan Merdeka Belajar yang telah hadir sebelumnya dan berfokus pada peningkatan literasi peserta didik.
Pertama adalah program Kampus Mengajar yang menjadi bagian dari Kampus Merdeka sebagai Merdeka Belajar episode ke-2. Mahasiswa yang menjadi peserta program Kampus Mengajar dikirim ke sekolah-sekolah di daerah untuk membantu peningkatan kemampuan literasi dan numerasi peserta didik. Kedua, Organisasi Penggerak yang diluncurkan sebagai Merdeka Belajar episode ke-4. Melalui program ini, 156 lembaga dan organisasi yang bergerak di bidang pendidikan telah mendampingi sekolah untuk mengembangkan penguatan literasi. Ketiga adalah Kurikulum Merdeka sebagai Merdeka Belajar episode ke-15 yang memberikan keleluasaan yang jauh lebih besar bagi guru untuk memanfaatkan buku-buku bacaan sehingga pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.
Seperti yang disampaikan pihak Kemdikbudristek, terdapat tiga pilar utama yang menjadi acuan dalam implementasi kebijakan Merdeka Belajar episode ke-23: “Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia”, yaitu 1) pemilihan dan perjenjangan, 2) cetak dan distribusi, serta 3) pelatihan dan pendampingan. Pilar pertama yaitu pemilihan dan perjenjangan. Kemendikbudristek memilih buku berdasarkan kriteria buku bacaan bermutu, yaitu buku yang sesuai dengan minat dan kemampuan baca anak. Kemudian, terpilihlah 560 judul buku dari pelatihan penulis/ilustrator lokal, terjemahan bahasa daerah ke bahasa Indonesia dan bahasa asing ke bahasa Indonesia, serta modul literasi numerasi siswa kelas 1-6 SD.
Pilar kedua yakni cetak dan distribusi. Kemendikbudristek menyediakan dan mendistribusikan sebanyak 716 judul buku bacaan bermutu dengan total 15.356.486 eksemplar ke daerah 3T yang terdiri atas 5.963 PAUD dan 14.595 SD, serta daerah lainnya yang memiliki nilai kompetensi literasi/numerasi tergolong rendah. Pilar ketiga adalah pelatihan dan pendampingan. Menurut Mendikbudristek, kunci keberhasilan penggunaan buku bacaan terletak pada kemampuan kepala sekolah, guru, dan pustakawan dalam mengelola buku bacaan dan memanfaatkan buku bacaan untuk meningkatkan minat baca dan kemampuan literasi siswa.
Ditegaskana Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim bahwa kunci keberhasilan program Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia bukan hanya menerima buku dari Kemendikbudristek, melainkan semangat para guru dalam membacakan buku kepada para siswa agar anak-anak senang membaca. Program ini tidak akan sukses jika guru-gurunya tidak termotivasi untuk membacakan buku kepada siswanya dan mendorong anak-anak untuk membaca buku, sebagai momentum kolaborasi dan menjaga semangat gotong-royong menumbuhkan benih literasi anak Indonesia.
Terobosan ini diharapkan dapat menjawab dan memberikan solusi terhadap hasil Programme for International Student Assessment (PISA) selama 20 tahun terakhir yang menunjukkan bahwa skor literasi anak-anak Indonesia masih rendah dan belum meningkat secara signifikan. Kemampuan literasi peserta didik Indonesia masih berada di bawah rata-rata kemampuan literasi peserta didik di negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD).
Meningkatkan Literasi
Mengutarakan rasa kekhawatirannya terhadap penyakit rabun membaca (lumpuh menulis) telah melanda sebagian besar siswa kita. Pembelajaran tidak banyak memberikan ruang kepada siswa untuk berekspresi dan berkreasi untuk mengembangkan daya nalar dan imajinasi untuk minat baca dan tulis. Merdeka Belajar ke-23 ini, diharapkan dapat mempraktikkan langkah-langkah pemanfaatan buku bacaan dengan cara 1) membaca nyaring, 2) membaca bersama, 3) meminjamkan buku, 4) menggunakan buku untuk kegiatan ekstrakurikuler, serta 5) menggunakan buku untuk melatih guru/sekolah lain.
Pada peran sebagai jendela, buku membantu pembaca melihat pengalaman baru yang berbeda dari kehidupannya melalui kejadian yang dialami oleh tokoh cerita. Sementara itu, dalam perannya sebagai pintu geser, buku membawa pembaca untuk berimajinasi mengeksplorasi dunia baru melalui ilustrasi dan cerita fantasi. Kemudian, buku berperan sebagai cermin, yaitu buku memberikan kesempatan untuk merefleksikan pengalaman hidupnya sendiri melalui cerita dalam buku. melihat konteks yang sudah dikenal anak di dalam buku. Hal ini mendukung peningkatan daya pikir kritis anak dengan melakukan refleksi atas hal-hal yang ada di sekitarnya.
Dengan bahan bacaan yang bermutu diharapkan adanya perubahan budaya yang mendasar pada siswa. Kebiasaan membaca merupakan proses penyerapan informasi dan akan berpengaruh positif terhadap kreativitas seseorang. Membaca pada hakikatnya adalah menyebarkan gagasan dan upaya yang kreatif. Siklus membaca sebenarnya merupakan siklus mengalirnya ide pengarang ke dalam diri pembaca yang pada gilirannya akan mengalir ke seluruh penjuru dunia melalui buku atau rekaman informasi lain. Membaca memiliki manfaat dan makna. Dengan banyak membaca, akan memperoleh pengalaman dan pelajaran dari orang lain. Begitu pentingnya membaca bagi siswa sehingga masyarakat yang mempunyai peradaban maju adalah masyarakat yang gemar untuk mengetahui sesuatu dengan membaca kemudian menuliskan pengetahuannya.
Disinilah diperlukan inovasi perwajahan bahan bacaan untuk siswa. Misalnya, inovasi buku dalam bentuk komik. Kalau berjalan-jalan di toko buku tentu kita akan mendapati buku-buku macam Einstein for Beginner (Mizan), Das Capital untuk Pemula (Insist), Filsafat untuk Pemula (Kanisius), Berani Gagal-Hikmah Kegagalan (Delapratasa Publishing), dan masih banyak lagi.
Penulis sependapat, ada garis lurus yang bisa ditemukan antara komik sebagai jenis bacaan di satu sisi dan alat komunikasi di bagian lain. Penulis menjumpai banyak bahan bacaan yang dikemas dalam bentuk komik. Komik Kuark misalnya. Bahan bacaan sains yang ruwet dan sering membuat siswa enggan membaca dibuat komik sehingga menjadi menarik dan enak dibaca.
Komik adalah bacaan dengan bahasa yang cair, tampilannya releks, bikin tertawa, ringan tapi mencerdaskan. Dijamin setelah membaca komik, adrenalin siswa tidak akan naik, tapi sebaliknya jantung siswa akan bekerja optimal. Hal itu lantaran kebahagiaan dan tawa yang siswa keluarkan. Karena itu, penulispun sepakat maraknya komikasi buku-buku serius merupakan solusi cerdas atas dua masalah, yakni minat baca yang rendah dan tuntutan profit yang proporsional.
Inovasi perwajahan bahan bacaan dalam bentuk Komik menjadikan motivasi sosiologis dan ekonomis bertemu dalam satu titik. Dengan tampilan layaknya komik, pembaca dapat memanfaatkan waktu yang pendek untuk membaca buku serius tanpa kehilangan substansi sekaligus bisa refreshing.
Membaca hendaknya mencakup kemampuan yang semakin tinggi untuk memahami dan menghargai berbagai macam karangan. Lalu, menulis mencakup kemampuan yang semakin lama semakin unggul untuk menuangkan pikiran dan perasaan secara tertulis. Menirukan sebuah epilog bahwa anggapan seperti minat baca masyarakat Jepang layak dijadikan model bagi Indonesia sudah saatnya dilihat ulang dan dicari duduk perkaranya agar kita tidak mencampuradukkan antara sikap realistis dan meneruskan khayal kolektif yang terbina luas.
Nampaknya membaca saja tidak cukup. Harus ada upaya melakukan perenungan-perenungan sekaligus jalan-jalan melihat realitas, sehingga pemahaman kita terhadap sesuatu akan utuh, tidak parsial. Sebab, tidak jarang yang tertulis dalam buku berbeda dari yang terjadi. Kegiatan membaca menjadi sarana awal seseorang mengenal kenyataan hidup. Tidak sekadar melejitkan ide tapi juga menambah nilai meski sekecil apapun. Akhirnya mari kita bersama untuk menrenung, ”Kebanyakan kita hanya terbiasa dengan pengetahuan operasional, teknis, artistik, dan finansial hasil pertanyaan ”bagaimana”. Perbukuan menantang kita memasuki horizon pengetahuan ”mengapa” …. Kemampuan refleksi menjadi bekal untuk mengembangkan pertanyaan ”mengapa” dan perbukuan menjadi sarana untuk kemampuan refleksi itu.” Tentunya kegemaran membaca dan menulis mampu menjembatani.”
Penulis, Kepala SMAN 1 Semarapura