Krama Desa Adat Bila Bajang, Kecamatan Kubutambahan mengikuti prosesi upacara piodalan sesuai dresta setempat. (BP/Istimewa)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Adat Bila Bajang di Kecamatan Kubutambahan salah satu desa adat di Bali Utara yang mewarisi kesenian sakral. Kesenian ini sendiri dikenal dengan nama Tari Baris Dabdab Dharma.

Di samping sakral, tarian yang sekarang diwarisi oleh krama desa adat ini memiliki perbedaan dari taris baris di desa adat lain di Bali. Keunikan itu terletak pada pakem gerak tarinya. Ada gerakan yang dipentaskan oleh penari yang menunjukkan perkelahian antara sesama kaum pria.

Kelian Desa Adat Bila Bajang, Jro Made Swandi dihubungi, Jumat (17/3) menuturkan, sejak desa adat terbentuk, krama desa sudah mewarisi sebuah tarian sakral Baris Dabdab Dharma. Berdasar dresta di desa adat, tarian ini akan dipentaskan ketika digelar upacara piodalan setiap 2 tahun sekali di Pura Kayangan Tiga meliputi, Pura Bale Agung, Puseh, dan Pura Dalem.

Baca juga:  Desa Adat Sepang Jaga Kelestarian Gong Raja Duwe

Ketika dipentaskan, kelompok penarinya hanya berjumlah 6 pria yang sudah dewasa. Penari ini mengenakan pakaian khas tari baris dan kelengkapan lain.

Namun keunikan lain ketika penari ini pentas adalah, ada gerakan tari yang menggambarkan seperti terjadi perkelahian antarsesama pria. Dibandingkan tari baris pada umumnya, tidak ada gerak tari seperti orang berkelahi itu, sehingga keunikan ini menjadi nilai lebih dari Tari Baris Dabdab Dharma di Desa Adat Bila Bajang.

“Salah satunya ya Tari Baris Dabdab Dharma, dan krama sangat percaya kalau tarian ini adalah seni sakral dan memiliki keunikan dibandingkan dengan tari baris pada umumnya, dan keunikan ini membuat kami bangga untuk melestarikan warisan leluhur kami di desa adat,” katanya.

Menurut Kelian Desa Adat Bila Bajang Jro Swandi, sejalan dengan visi misi Gubernur Bali Wayan Koster tentang Nanun Sad Kerthi Loka Bali (NSKLB) Melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Eara Baru, pihaknya melakukan kebijakan pelestarian warisan seni sakral tersebut. Program yang dilakukan adalah melakukan edukasi kepada pelajar dan sekaa truna-truni (STT).

Baca juga:  Tango Dipadukan Filosofi Calonarang Tampil Apik di TIP

Edukasi ini memberikan pemahaman terhadap warisan kesenian sakral, terutama dari sisi makna dan filosofi-nya. Setelah dipahami, pembinaan berikutnya adalah mengajak kalangan anak-anak muda di desa adat untuk tertarik belajar sebagai penari Baris Dabdab Dharma.

Dengan cara ini, pihaknya meyakini kalau kondisi sekarang, dimana penari sudah mulai terbatas, akan lahir calon-calon penari baru yang siap mewarisi peninggalan para pendahulu di desa adat. “Kami mendukung program NSKLB Pak Gubernur dengan melaksanakan Bulan Bahasa dan Aksara Bali, pembinaan sekaa sesebunan seperti Tari Baris Dabdab Dharma, sehingga kami bisa melaksanakan regenerasi penari yang belakangan ini memang mulai bekrurang karena menginjak usia lanjut,” tegasnya.

Baca juga:  Bendesa dan “Paiketan Istri” Ikuti Bulan Bahasa Bali

Di samping melestarikan kesenian sakral, kebijakan yang juga sejalan dengan visi misi NSKLB Pemprov Bali adalah pembentukan Baga Utsaha Praduen Desa Adat (BUPDA). Saat ini prajuru Desa Adat Bila Bajang sedang mempersiapkan untuk membentuk lembaga tersebut.

Sebelum membentuk lembaga ini, sejatinya desa adat melakukan pengelolaan unit usaha di desa adat. Ini dilakukan dengan merintis usaha penyewaan rumah toko (ruko) dengan memanfaatkan aset desa adat.

Saat ini sudah ada 1 lokasi ruko telah berhasil disewakan kepada warga adat. Kemudian, dalam waktu dekat ini dipastikan 1 unit ruko lagi juga akan disewakan. “Kami sedang merintis untuk membentuk Bupda seperti yang diinstruksikan Pemprov Bali, dan sebagai pionir-nya kami rintis usaha penyewaan ruko dengan memanfaatkan tanah desa adat, sehingga ke depan dari usaha ini memberi pendapatan asli di desa adat,” jelasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN