Oleh Umar Ibnu Alkhatab
Sikap tegas yang diambil Gubernur Bali, Wayan Koster, terhadap sejumlah turis asing yang diidentifikasi berasal dari beberapa negara seperti Rusia dan Ukraina terkait ulah mereka yang membuat gaduh, setidak-tidaknya melanggar hukum di wilayah hukum Bali dan menyalahgunakan visa wisata yang dimilikinya, sangat diapresiasi oleh publik. Sikap tegas itu mencerminkan tanggung jawab seorang kepala daerah terhadap keamanan daerahnya dan demi melindungi masyarakatnya dari perilaku buruk turis asing itu ketika melabrak aturan hukum.
Sikap tegas itu juga berkaitan erat dengan upaya pemerintah daerah melindungi hak ekonomi warganya yang belakangan ini mulai digerogoti oleh turis asing. Poin terakhir ini dapat dikategorikan sebagai kejahatan ekonomi karena menyalahkan gunakan visa wisata untuk bekerja. Sekurang-kurangnya ada dua turis asing yang telah ditangkap pihak imigrasi karena bekerja sebagai fotografer dan pelatih tenis di Bali.
Tentu saja sikap tegas ini harus diikuti dengan komando kepada organisasi perangkat daerah teknis yang tugas dan fungsi (tusi)-nya di antaranya adalah menegakkan Perda; menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman; dan menyelenggarakan pelindungan masyarakat agar melakukan tusinya itu dengan lebih disiplin.
Di samping itu tentu saja kita berharap agar pak Koster menggunakan kewenangannya untuk memastikan bahwa institusi vertikal seperti Kepolisian Bali dan Kemenkumham Bali menggunakan kewenangannya secara tegas tanpa kompromi terhadap setiap tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh turis asing.
Sikap tegas tanpa kompromi ini dibutuhkan karena sejauh ini turis asing memandang remeh terhadap aparat di lapangan akibat sikap kompromis yang selalu diperlihatkan jika berhadapan dengan turis asing yang melanggar aturan hukum, khususnya saat berkendara di jalanan umum dan penyalahgunaan visa. Pihak Kementerian Hukum dan HAM Bali, melalui Kepala Divisi Imigrasi, pun telah merilis bahwa sepanjang Januari hingga pekan kedua Maret 2023 telah ada 22 warga asing di Bali ditindak oleh pihak Imigrasi karena melanggar aturan administrasi keimigrasian. Angka pelanggaran ini tentu saja cukup tinggi dan karena itu sangat meresahkan.
Dalam konteks ini, keinginan pak Koster untuk mencabut visa on arrival bagi turis yang bandel dapat dipahami dan patut juga dimaknai sebagai bagian dari upaya pak Koster menyelamatkan Bali dari dampak buruk yang ditimbulkan oleh ulah turis asing itu, meskipun keinginan tersebut dianggap sangat berlebihan oleh sebagian pihak yang tidak setuju. Kendati keinginan tersebut kemudian tidak dikabulkan oleh lembaga yang berwenang, keinginan pak Koster itu sudah merupakan pesan yang sangat jelas kepada semua turis asing agar tidak bersikap melawan norma dan hukum yang berlaku dan juga pesan itu dikirim kepada instansi yang berwenang baik vertikal maupun daerah agar lebih disiplin di dalam menjalankan tusi-nya saat berhadapan dengan turis asing yang melanggar.
Hemat kita, sikap tegas harus selalu ditonjolkan oleh pemegang otoritas saat berhadapan dengan siapapun yang melanggar norma-norma masyarakat Bali dan aturan hukum nasional yang berlaku. Dengan sikap tegas yang diperlihatkan pak Koster tersebut, misalnya, secara luas akan menciptakan ketertiban umum dan menjamin kenyamanan publik serta mendorong instansi vertikal terkait agar lebih disiplin di dalam menjalankan tugasnya. Kedisiplinan dalam tugas diperlihatkan dengan penegakan aturan tanpa pandang bulu, apakah pelanggar aturan itu warga asing ataukah tidak.
Pengamat Kebijakan Publik.