DENPASAR, BALIPOST.com – Perjuangan Gubernur Bali, Wayan Koster, meloloskan UU Provinsi Bali di DPR RI layak diapresiasi. Perjuangan totalitas bersama semua elemen masyarakat Bali ini memberikan perlindungan yang utuh dari sisi regulasi terhadap tata kelola Provinsi Bali. Dengan UU ini, selain memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat Bali dalam penguatan adat, seni, dan budaya Bali, juga membuka ruang penguatan hukum terhadap pelestarian subak.
Apresiasi terhadap terobosan kinerja Bali Era Baru ini dalam bingkai Nangun Sat Kerthi Loka Bali ini pun disuarakan banyak pihak. Narasumber pada Dialog Merah Putih Bali Era Baru di Warung Coffee 63 A Denpasar, Senin (24/4), Rektor Dwijendra University, Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., MMA., Pengamat Komunikasi, Drs. Wayan Kotaniartha, S.H., M.H., M.Ikom., dan Petani dari Subak Penangin, Batubulan, I Ketut Punia, menegaskan bahwa UU Provinsi Bali bentuk nyata perlindungan regulasi terhadap Bali. UU ini hendaknya terus disosialisasikan untuk membangun partisipasi publik yang utuh terhadap pengelolaan Bali.
Rektor Dwijendra University, Dr. Ir. Gede Sedana, M.Sc., MMA., mengatakan, banyaknya alih fungsi lahan pertanian di Bali dipengaruhi oleh perkembangan dan dinamika di tengah masyarakat. Salah satunya karena tekanan ekonomi yang dipengaruhi oleh pariwisata dan industri. Sehingga, secara langsung mempengaruhi keberadaan komponen pendukung Subak. Seperti, air (aliran irigasi mengecil), lahan (banyak yang tertutup beton), komoditas pertanian (tumbuh tidak subur), dan menyebabkan petaninya banyak yang beralih profesi. Berdasarkan penelitiannya tahun 1990-2000, ada 3 Subak di Kota Denpasar yang telah habis (hilang).
Namun demikian, Gede Sedana menyambut baik disahkannya UU Provinsi Bali yang salah satunya penguatan hukum terhadap perlindungan subak. Menurutnya, dengan UU Provinsi Bali ini penguatan hukum berupa pararem Subak akan semakin diperkuat. Di samping juga harus memberdayakan SDM Subak. Dengan harapan, tidak ada lagi alih fungsi lahan pertanian/subak di Bali. Sehingga, Subak yang menjadi salah satu warisan budaya di Bali tetap bisa lestari.
“Dengan disahkannya Undang-Undang Provinsi Bali ini saya memiliki keyakinan yang kuat bahwa keberadaan subak semakin diperkuat, karena saya memaknai bahwa roh dari undang-undang ini ada suatu jawaban terhadap kebutuhan yang ada di Bali ini,” tandas Gede Sedana.
UU Provinsi Bali merupakan harapan lama semua penduduk Bali. UU ini kini memberi ruang yang jelas kepada pemerintahan dan elemen masyarakat Bali dalam menjaga dan mengawal kearifan lokal. Ini jelas patut disyukuri dan diapresiasi.
Ia mengungkapkan bahwa UU Provinsi Bali ini juga merupakan suatu upaya dari Pemerintah Provinsi Bali untuk mempercepat pertumbuhan ekonominya, yang berujung untuk menyejahterakan masyarakatnya. Apalagi, Gubernur Bali Wayan Koster dengan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali”, selalu mengangkat nilai-nilai budaya lokal. Sehingga, Subak tidak hanya sebagai suatu organisasi tetapi sebagai sistem budaya. Apalagi, Subak kuat dengan konsep Tri Hita Karana-nya. “Harapan saya dengan adanya Undang-Undang Provinsi Bali ini, dua kekuatan besar yang memiliki nilai-nilai budaya yang sangat kuat berbasiskan pada nilai-nilai lokal, yaitu ada desa adat dan subak bisa diperkuat dan ada perlindungannya secara hukum,” tandasnya.
Petani dari Subak Penangin, Batubulan, I Ketut Punia mengatakan bahwa kondisi Subak di wilayahnya kini masih terjaga dengan baik. Meskipun di sekitarnya telah habis dibeton untuk berbagai pembangunan. Hal ini dikarenakan pararem tidak alih fungsi subak masih kuat. Sehingga, hingga saat ini Subak Penangin yang luasnya 43 hektare masih utuh hingga saat ini. Menurutnya, kekuatan Subak terletak pada pararem dan masyarakat subaknya yang berani mempertahankan Subak ketika ada alih fungsi lahan. Di samping juga memberikan jaminan kepada para petani untuk bisa beraktivitas di Subak. Baginya, menjaga warisan dan budaya leluhur ini sudah menjadi kewajiban para petani subak. Apalagi, dengan adanya UU Provinsi Bali ini akan semakin memperkuat kedudukan hukum (pararem,red) untuk pelestarian Subak itu sendiri.
Pengamat Komunikasi, Drs. Wayan Kotaniartha, S.H., M.H., M.Ikom., agar UU Provinsi Bali ini dipahami oleh seluruh masyarakat Bali, maka penting untuk disosialisasikan dengan strategi tertentu. Terutama aspek perencanaan pesan, substansi, dan materi dari UU ini. Apalagi, UU Provinsi Bali ini akan lebih memperkuat secara hukum keberadaan adat, budaya, seni, dan subak di Bali. Sehingga, taksu Bali tetap bisa dijaga. “Dengan UU Provinsi Bali ini saya kita kita akan lebih punya penguatan yang lebih sempurna untuk implementasi daripada taksu Bali itu sendiri,” ujarnya. (Winatha/balipost)