AMLAPURA, BALIPOST.com – Sejumlah Desa Adat di Karangasem ada yang melarang warganya untuk tidak diizinkan membuat maupun mengarak ogoh-ogoh saat Pengerupukan Nyepi. Salah satunya adalah Desa Adat Geriana Kangin, Kecamatan Selat.
Selama ini desa adat tersebut tidak pernah sekalipun melaksanakan pengarakan ogoh-ogoh pada saat hari pengerupukan. Penyarikan Desa Adat Geriana Kangin, Jero Mangku Diatmika, mengungkapkan, pembuatan atau pengarakan ogoh-ogoh dilarang bukan tanpa alasan. Itu karena sebelumnya di wilayah Desa Adat Geriana Kangin telah melaksanakan ritual khusus kaitannya dengan pecaruan untuk nyomia (menetrarisir) kekuatan negatif, sama halnya dengan makna dan tujuan dibuatnya ogoh-ogoh.
“Sebelum memasuki sasih kesanga perhitungan secara kalender Bali, di wilayah Desa Adat Geriana Kangin telah beberapa kali menggelar ritual nyomia berupa pecaruan yang setiap tahapannnya berkaitan antara ritual satu dengan ritual yang akan datang,” ujarnya.
Diatmika mengatakan, upacara diawali ritual mecaru yang dilaksanakan setiap sasih ke enam, ritual pada sasih ini berlangsung di Pura Dalem. Di sana dilaksanakan upacara manca kelud penyomya bhuta untuk memohon keselamatan serta menetralisir aura negatif sehingga tidak mengganggu proses kehidupan.
Selain itu, ada juga ritual yang disebut aci ngangon. Aci ngangon ini juga bertujuan untuk menetralisir aura negatif hanya saja yang membedakan aci ngangon dilaksanakan setiap tahunnya di batas-batas desa secara bergiliran mengikuti arah jarum jam. Ada juga upacara nyomia berupa pecaruan juga dilaksanakan di banjar untuk mendoakan agar lingkungan banjar, pekarangan dan warga diberikan keselamatan. “Seluruh tahapan tersebut maknanya hampir sama yaitu nyomia atau menetralisir aura negatif yang mencangkup areal palemahan dan pawongan,” katanya.
Dia menjelaskan, dari seluruh tahapan nyomia tersebut, ada satu tahapan terakhir sebelum memasuki pergantian tahun baru caka yang mencangkup semua aspek dimana ritual nyomia dilaksanakan diareal catus pata. Dengan dilaksanakan seluruh rangkaian ritual tersebut, sehingga para tetua terdahulu mengganggap semua rangkaian nyomia sudah komplit. “Jadi sampai saat ini membuat atau mengarak ogoh-ogoh di lingkungan Desa Adat tidak pernah dilakukan,” tegasnya. (Eka Parananda/balipost)