I Kadek Darsika Aryanta. (BP/Istimewa)

Oleh I Kadek Darsika Aryanta

Pada Hari Pendidikan Nasional 2 Mei tahun ini adalah waktu yang tepat bagi seluruh insan pendidikan untuk merefleksikan Kembali setiap tantangan yang sudah dihadapi dalam dunia pendidikan. dengan merefleksikan hal-hal yang sudah dilakukan, sepanjang 4 tahun ke belakang ini, maka kita dapat merancang dan mengarahkan, bahkan memperkuat keberlanjutan merdeka belajar yang ada sekarang ini.

Refleksi ini akan menjadi sebuah katalis dalam
melaksanakan transformasi pendidikan yang ada di Indonesia. Transformasi pendidikan di Indonesia mengalami perubahan pada beberapa tahun
belakangan ini.

Perubahan kurikulum di satuan pendidikan dasar dan menengah sangat kentara dan dirasakan oleh seluruh insan pendidikan kita. Perubahan kurikulum dari kurikulum 2013 menjadi kurikulum merdeka merupakan transformasi pendidikan yang terjadi selama ini.

Berubahnya kurikulum secara mendasar efeknya, ibarat bola salju yang menggelinding dari hulu ke hilir yang semakin membesar. Tidak cukup hanya pada perubahan struktur kurikulum saja tetapi berimplikasi pada perubahan cara mengajar guru, perubahan jam mengajar, dinamika asesmen dan juga perubahan pola pengembangan profesi guru juga ikut terseret.

Baca juga:  Tantangan Eksistensi Subak

Seluruh elemen pendidikan juga ikut terkena imbasnya dimulai dari stakeholder dan juga organisasi pendukung
pendidikan mengalami transformasi, seperti Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) yang berubah fungsi menjadi Balai Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP) dan balai baru seperti Balai Guru Penggerak (BGP) di setiap provinsi. Berubahnya struktur ini tidak akan sukses
apabila di setiap satuan pendidikan ataupun komunitas pendidikan tidak menjalankan program merdeka belajar dengan baik.

Begitu masifnya perubahan kurikulum yang dilakukan oleh pemerintah, hingar bingar pengembangan profesi guru melalui sebuah event, yang mewarnai sosial media kita juga perlu waspadai. Jangan-jangan ini adalah salah satu fenomena dari “isomorphic mimicry” yang memiliki arti tampak berhasil tapi belum tentu berhasil.

Untuk menghindari fenomena “isomorphic mimicry” ini, perlu dilakukan gerakan bersama untuk mendapatkan hasil pendidikan yang sesuai dengan visi dan misi yang sudah dicanangkan secara menyeluruh. Kemajuan teknologi, komunikasi, dan informasi yang ada sekarang ini menjadi salah satu aset pendidikan yang sangat supportif dalam mengakselerasi program merdeka belajar.

Baca juga:  Tatanan Sistem Transportasi Bali

Komunitas harus mencari sebuah model-model baru, cara baru, nilai baru dalam mencari solusi di setiap masalah dengan melakukan inovasi-inovasi di setiap komunitas. Inovasi ini sudah barang tentu harus didukung oleh pemimpin di masing-masing komunitas.

Sinergitas yang baik oleh semua komunitas akan membuat sebuah ekosistem belajar yang mumpuni. Ekosistem belajar ini akan mampu membuat transformasi pendidikan akan menjadi lebih kuat.

Hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan dan membangkitkan komunitas belajar di setiap kantong-kantong pendidikan. Komunitas belajar yang aktif
dapat dilakukan di dalam sekolah, antar sekolah,
lintas instansi, ataupun komunitas yang terbentuk
secara daring.

Beberapa dukungan yang dilakukan untuk mempercepat transformasi pendidikan agar keberhasilan bisa dirasakan secara menyeluruh adalah dengan menyasar pendidikan dari berbagai aspek. Salah satunya adalah dengan menggunakan platform merdeka mengajar.

Platform merdeka mengajar hadir sebagai pendekatan melalui jalur teknologi yang dapat membantu guru dalam mendapatkan referensi, inspirasi, pemahaman
serta pelatihan secara mandiri untuk menerapkan Kurikulum Merdeka. Selait itu sebagai daya dukung yang lain yaitu dengan mengadakan kegiatan webinar-webinar bagi guru dan insan pendidikan secara berkesinambungan sehingga pengetahuan dan materi yang update dapat diterima oleh guru agar dapat diimplementasikan di kelas.

Baca juga:  Penentu Nasib Kurikulum Merdeka

Setiap guru dapat mendiseminasikan hasil praktik baiknya di komunitas belajar bisa melalui webinar ataupun melalui pendekatan luring. Selain itu hal yang tak kalah pentingnya adalah mengakomodasi mitra pembangunan di luar konteks persekolahan untuk dapat berkontribusi dalam mendukung akselerasi program
pendidikan.

Tetapi perlu disadari bahwa dalam melakukan
transformasi pembelajaran secara masif dalam
mengatasi “isomorphic mimicry” ini bukan sekedar ganti dokumen kurikulum saja. Transformasi
pembelajaran merupakan perjalanan yang sangat
panjang.

Hal yang perlu dilakukan oleh guru dan semua komponen pendidikan adalah melangkah bergerak secara serentak untuk melakukan inovasi sesuai dengan kebutuhan peserta didik sekarang ini untuk menyiapkan mereka di masa depan. Semoga pendidikan di Indonesia semakin maju.

Penulis, Fasilitator Sekolah Penggerak Kemendikbud, Guru Fisika, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SMAN Bali Mandara

BAGIKAN