Anom Gumati (kanan) dan Dimitri, Selasa (13/6). (BP/Istimewa)

MANGUPURA, BALIPOST.com – Ribuan mie gratis dibagikan di Canggu pada Selasa (13/6). Pembagian mie gratis ini pun membuat Kober Mie yang berlokasi di Jl. Pantai Berawa, Tibubeneng dipadati warga.

Tak cuma warga lokal, wisatawan mancanegara juga tertarik menikmati mie yang memiliki rasa khas manis dengan beragam level kepedasan itu. Bahkan dikatakan Direktur Utama PT Tiga Arya Inggil selaku pemegang brand Mie Kober, Dimitri Arya Firmansyah, wisman cukup menggemari mie bercitarasa Indonesia ini.

Hal ini terbukti dengan banyaknya wisman yang bolak balik mengunjungi sejumlah outlet berlokasi di daerah wisata, seperti di Ubud dan Jl. Dewi Sri, Kuta. Ditanya soal wisman yang kebanyakan tidak tahan dengan rasa pedas yang menjadi ciri khas mie tersebut, Dimitri mengaku level kepedasan bisa dipesan sesuai selera.

Baca juga:  Agar Layak Huni, Rumah Veteran Dibongkar

Bahkan ada mie yang level kepedasannya 0 alias tanpa cabai. “Dari pengalaman, wisman yang makan di outlet Ubud dan Dewi Sri tidak mengeluhkan soal rasa. Malah ada yang bisa datang setiap hari untuk menikmati mie maupun masakan lainnya,” sebutnya, Selasa (13/6).

Melihat antusiasme wisman ini, Kober Mie menyasar kantong wisman di Canggu. Ia menyebutkan outlet ke 15 di Bali ini sekaligus upaya mengenalkan sajian mie asli Indonesia kepada wisatawan mancanegara.

Baca juga:  Makanan yang Dapat Membuat Tubuh Awet Muda

Sama halnya dengan di Ubud, tampilan restoran lebih modern dengan menyajikan beragam masakan dan minuman. Ia menyebutkan dilakukan pula rebranding terhadap sejumlah nama di menu.

Memasuki usia ke-13, Dimitri mengatakan pihaknya terus berupaya membuat inovasi agar tak ditinggal konsumen. Termasuk, menciptakan beragam menu baru.

Sementara itu, salah satu investor lokal I Gusti Anom Gumati mengaku tertarik untuk memperkenalkan mie bercita rasa Indonesia ini, termasuk etos kerja yang dimiliki oleh restoran dengan 32 outlet di seluruh Indonesia itu. Sebab, ia menilai SDM lokal Bali selama ini hanya mengandalkan pariwisata. Padahal, peluang bisnis maupun bekerja dengan perusahaan swasta masih terbuka lebar. “Kalau SDM lokal umumnya masih berpikir untuk bekerja di hotel dengan sistem kerja 8 jam. Sehingga mereka kebanyakan tidak tertarik berbisnis maupun kerja yang waktunya lebih dari 8 jam,” ungkap pria yang merupakan anggota DPRD Badung ini.

Baca juga:  Saat Syuting "Leak," Sejumlah Hal Horor Terjadi

Hal ini yang dinilai menjadi bumerang bagi SDM lokal, karena lapangan pekerjaan diisi oleh warga luar Bali yang sudah terbiasa bekerja lebih dari 8 jam. Kondisi ini disebutnya perlu diubah sehingga SDM lokal tak lagi terlalu menggantungkan hidup dari pariwisata. (Diah Dewi/balipost)

BAGIKAN