KERBAU menjadi salah satu ikon untuk Kabupaten Jembrana dalam keterkaitannya dengan tradisi Makepung. Belakangan ini populasi hewan kaki empat ini khususnya indukan sedikit. Bukan saja untuk kepentingan Makepung, kerbau juga masih dipelihara oleh petani sebagai warisan agraris dan identik dengan kebutuhan yadnya warga di Bali. Sangat ironis daerah yang memiliki warisan budaya Makepung, tidak memiliki kerbau. Padahal sejatinya Pemerintah Daerah mempunyai acuan secara hukum untuk pelestarian yakni Peraturan Daerah nomor 4 tahun 2020 tentang Perlindungan dan Pelestarian Ternak Kerbau. Lantas, sejauh mana payung hukum pelestarian kerbau itu mengatur?
Kondisi minimnya bibit kerbau tersebut menimbulkan kegelisahan Bupati Jembrana I Nengah Tamba. Saat event Makepung Kapolres Cup belum lama ini, Bupati asal Kaliakah ini akan mempertimbangkan sejumlah proposal yang diterima tentang perlunya pengembangbiakan kerbau di Bali Barat. Salah satu bentuk upaya pelestarian Makepung sebagai warisan budaya.
Kelangkaan bibit indukan Makepung di Jembrana sudah dirasakan sejak lama. Dulu ketika mencari bibit kerbau untuk yadnya (kerbau suci) masih mudah dicari. Tetapi kini sulit, bahkan harus mencari keluar daerah Jembrana. “Konteksnya sebenarnya (kerbau) bukan hanya untuk Makepung saja. Tetapi juga untuk petani dan kebutuhan yadnya. Khususnya bibit indukan sudah sangat jarang sekali, bahkan harus cari keluar Jembrana,” kata Koordinator Makepung Jembrana, I Made Mara , Minggu (18/6). Untuk Makepung memang juga sangat perlu tetapi harus diseleksi bibit yang super dan bisa puluhan tahun dipelihara. Justru yang lebih banyak diperlukan di petani untuk dikembangbiakan. Sejauh ini memang sangat sulit mendapatkan bibit di Jembrana, khususnya keperluan yadnya (kerbau suci), sudah sangat sulit ditemukan dan harus keluar daerah mencarinya.
“Yang paling banyak menghabiskan untuk kerbau suci. Sampai mencari ke Buleleng dan lainnya. Perlu dipikirkan bagaimana Jembrana ini, yang identik dengan (tradisi) Makepung yang tidak lain pacuan kerbau, menjadi sentra kerbau. Baik itu untuk kerbau suci maupun balap,” harap Made Mara.
Mantan Perbekel Melaya ini sepakat perlunya pengembangbiakan bibit kerbau tersebut. Bila nantinya ada terobosan dari pemerintah, menurutnya bisa melalui kelompok-kelompok petani kerbau. Saat ini di Jembrana menurutnya ada lebih dari 150 sekaa Makepung yang terbagi di blok ijogading Barat dan blok ijogading Timur.
Sementara dari segi teknis, salah satu faktor belum terincinya soal pembibitan dalam Perda Kabupaten Jembrana nomor 4 tahun 2020. Salah satu solusinya perlu ditelurkan Peraturan Bupati (Perbup) terkait pembibitan untuk meningkatkan populasi. Kepala Bidang Peternakan pada Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Jembrana, I Gede Putu Kasthama mengatakan saat ini khusus bibit kerbau super untuk Makepung sulit. “ada beberapa faktor penyebab, seperti belum ada aturan (rinci) terkait pembibitan. Di Perda 4 masih sebatas pelestarian, belum pembibitan. Selain itu juga banyak kerbau jantan khusus untuk Makepung yang dikebiri (mandul),” terangnya.
Kasthama menyebutkan kondisi populasi ini memang sudah dibahas dan solusinya pertama perlunya Peraturan Bupati dari Perda nomor 4 tahun 2020 tersebut.
Dan salah satu cara meningkatkan populasi kerbau secara umum dengan kawin suntik. Dan bila diperlukan khusus kerbau pacu Makepung, mendatangkan bibit kerbau super dari daerah lain. “Kami harapkan juga kerbau super untuk Makepung jangan dikebiri, dan salah satu solusi peningkatan populasi dengan kawin suntik,” katanya. Termasuk dengan menggandeng masyarakat kelompok petani kerbau seperti bantuan sosial bibit kerbau betina yang tujuannya untuk pengembangbiakan. Menurut Kasthama, upaya ini masih dirancang termasuk kalkulasi kebutuhan anggaran. (Surya Dharma/Balipost)