AMLAPURA, BALIPOST.com – Prosesi palebon anak terakhir Raja Puri Agung Karangasem, Prof Dr Ida Anak Agung Agung Gde Putra Agung diiringi ribuan warga Karangasem menuju Setra Desa Adat Karangasem, Jumat (30/6). Upacara pelebon yang juga dihadiri seluruh Pratisentana Puri Agung Karangasem dan Desa Adat Pengabih Puri diiringi dengan sejumlah kesenian tradisional khas Karangasem.
Manggala Puri Agung Karangasem, Anak Agung Bagus Partha Wijaya di Puri Agung Karangasem mengungkapkan, upacara palebon saat ini diikuti seluruh Pratisentana Puri Agung Karangasem dan Desa Adat Pengabih Puri. Ini mencerminkan hubungan historis antara puri dengan masyarakat desa adat yang tetap ajeg dan terjaga termasuk dengan masyarakat Muslim yang ada di sekitar Karangasem.
Partha Wijaya mengatakan sebelum puncak palebon, sebelumnya telah dilaksanakan sejumlah rangkaian dari tanggal 25 Juni 2023 dengan Nunas Toya Ning di Mata air Pura Er Manik dilanjutkan tanggal 26 Juni 2023 dengan Matur Piuning di Pura Prajapati settra desa Adat Karangasem. Kemudian 27 Juni 2023 dilaksanakan Ngajum, Tirta Pemanah, Nyiramang Dewata, Munggah Maca Mana dan Narpana, 28 Juni 2023 dilaksanakan Ngaturang Saji Tarpana, 29 Juni 2023 Upacara Meras Putu.
“Untuk pembakaran jenazah atau nganyut pembuangan abu di Pantai Ujung. Dan hari ini 30 Juni 2023 Puncak Upacara Pelebon mulai dari Melaspas Bade, Nedunang Layon lanjut ke setra untuk pembakaran jenazah dilanjutkan dengan nganyut atau pembuangan abu di Pantai Ujung. Dan setelah upacara puncak pada 30, ada juga Upacara Ngelemekin, Upacara Mererebu dan rangkaian upacara ini ditutup dengan Metirta Yatra di Pura Pesucian Tirta Gangga,” katanya.
Dia menjelaskan, dalam rangkaian Palebon ini diisi dengan berbagai kesenian dan tradisi yang memang memiliki history di Kerajaan Karangasem. Seperti permainan musik Penting Karangasem, dan Rudat yang diiringi Rebana dari umat muslim yang disaksikan raja seluruh nusantara. “Itu memiliki history, jadi karena almarhum sebagai budayawan,” jelasnya.
Lebih lanjut dikatakannya, dalam pelaksanaan Palebon ini melibatkan krama desa adat yang sejak era Kerajaan Karangasem tempo dulu adalah Pengabih Puri yang masih memegang teguh Dresta, Adat Budaya dan Tradisi yaitu Desa Adat Angantiga, Bugbug, Seraya dan juga Desa Adat Jasri serta Banjar kelompok masyarakat adat lainya. Selain itu, juga dihadiri para Pengelingsir Puri sejebag Bali dan beberapa raja atau sultan Kerajaan Nusantara yang merupakan sahabat-sahabat dari zaman Kerajaan Karangasem tempo dulu. Mereka diantaranya PYM Mangkunegoro X yang datang dengan beberapa kerabat dari Mangkunegaran Solo.
“Di samping itu hadir pula ketua Majelis Agung Keraton Nusantara (MAKN) PYM Dr KPH Eddy Wirabumi SH MH yang merupakan kasunanan Surakarta Hadiningrat Solo dan Raja-raja Nusantara lainnya Seperti PYM Kraeng Turikale VII dari Kerjaan Maros Sulawesi. PYM H Handi dari Cirebon, YM Dra Hj RA Yani WSS Kuswodiyono yang menjadi kesultanan Sumenep karena Puri Agung Karangasem. Termasuk juga dihadiri oleh salah satu deklarator berdirinya oragnisasi Raja Nusantara dari Puri Pemecutan. Sebab, organisasi tersebut dideklarasikan oleh Pengelingsir Puri Agung Karangasem bersama Pengelingsir Puri Agung Denpasar Ida Tjokorda Ngurah Jambe Pemecutan,” tandasnya.
Untuk diketahui, almarhum Prof Ida Anak Agung Agung Gde Putra Agung lahir di Puri Agung Karangasem pada tanggal 3 September 1937 sebagai putra raja terakhir Kerajaan Karangasem Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem dengan Permaisuri, I Dewa Ayu Mayun dari Sidemen. Almarhum menyelesaikan studi tingkat sarjananya di Fakultas Sastra, jurusan Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada pada tahun 1974 dan menyelesaikan Studi Pascasarjananya dalam Program Studi Humaniora Jurusan Sejarah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada tahun 1983.
Selain itu juga, almarhum pernah melakukan penelitian di Universitas Leiden Belanda pada tahun 1986 di bawah bimbingan sejarawan Dr Henk Schulte Nordholt dan sekaligus memperdalam pengetahuan dan masalah birokrasi dari Prof Dr H Sutherland ahli sejarah dari Vrije Universitiet Amsterdam. Almarhum juga menyelesaikan desertasinya di bawah bimbingan Prof Dr Sartono Kartodhirdjo dan co-promotor Prof Dr Teuku Ibrahim Alfian MA dengan judul disertasi ‘Peralihan Sistem Birokrasi Kerajaan Karangasem’ di tahun 1890-1938 yang kemudian terbit menjadi buku yang sangat terkenal dan best seller dengan judul ‘Peralihan Sistem Birokrasi Dari Tradisional ke Kolonial’. Selain itu juga menulis begitu banyak karya ilmiah di jurnal dan beberapa buku lainnya.
Pengrajag Karya, Anak Agung Made Kosalia, mengatakan, untuk acara palebon sendiri dipuput sebanyak sembilan sulinggih. Satu pedanda melaspas bade dan lainnya.
Empat orang penerpanaan di Puri, empat orang muput di setra. “Masing-masing dua Pedanda Siwa dan dua Buddha,” katanya. (Eka Parananda/Balipost)