NEGARA, BALIPOST.com – Di tengah tergerusnya minat baca pada generasi muda, kalangan di Gumi Makepung melakukan sejumlah upaya. Budaya literasi bukan hanya digencarkan dalam sekolah saja, melainkan juga dari komunitas-komunitas kecil diluar sekolah.
Salah satunya di Rumah Baca Loloan, Kelurahan Loloan Timur. Para pemuda yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Loloan menginisiasi budaya literasi melalui gerakan membaca selama 30 menit. Komunitas ini menyebutnya dengan 30MB, singkatan 30 Menit Membaca.
Seperti yang terlihat pada Rabu (17/1) malam. Sejumlah pemuda di sekitar Rumah Baca tersebut berkumpul di rumah panggung yang berada di pinggir jalan Loloan Timur tersebut. Sebelum melakukan aktivitas membaca, mereka berkumpul seperti biasa.
Di atas rumah panggung kayu itu, mereka bercengkerama, bercanda, main handphone, makan, minum dan lain-lain layaknya para pemuda berkumpul. Namun memasuki jam 21.30 Wita, kegiatan 30MB dimulai. Masing-masing mengambil buku yang terpajang di rak-rak Rumah Baca tersebut.
Kurang lebih ada 800 koleksi buku yang disediakan untuk membaca. “Temanya bebas, mau membaca apa silahkan selama 30 menit. Nanti setelah membaca, mereka memaparkan apa yang telah dibaca,” ujar Hasbil Ma’ani, Ketua Gerakan Pemuda Loloan.
Rumah Baca ini sendiri telah mulai dibuka sejak 2016 lalu dan disambut cukup baik oleh masyarakat sekitar. Melalui 30MB, diharapkan para pemuda ini bisa sejenak menghentikan kesibukan mereka.
Dari memainkan gadget, gosipin orang, bekerja dan lainnya. Sehingga mereka bisa mencari pengetahuan melalui literasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain itu, dari materi yang dibaca itu mereka bisa mendiskusikan ilmu yang diperoleh secara langsung dengan teman-temannya. “Artinya walaupun mereka baca sebagian dari 1 judul buku, tetapi bisa dapat ilmu dari lima buku atau lebih yang dibaca teman-teman lainnya,” tambahnya.
Kegiatan ini, menurutnya dilakukan seminggu sekali dijadwalkan setiap Rabu malam. Pesertanya dari umum. Siapapun boleh mengikuti gerakan 30MB ini. Diluar hari itu, rumah baca ini juga terbuka untuk umum.
Kegiatan membaca atau meminjam buku bisa dilakukan, seperti perpustakaan. Selain literasi, komunitas ini juga menyelingi dengan kegiatan sosial lainnya. Salah satunya dengan gerakan seribu rupiah sehari. Hasil uang yang terkumpul kemudian digunakan untuk membantu warga tidak mampu.
Beberapa peserta yang datang mengaku tertarik dengan kegiatan ini bermula dari nongkrong bersama. Dengan membaca bersama-sama terasa lebih asyik dan terjadi interaksi. “Sebenarnya saya tidak suka membaca. Kalau membaca sering ketiduran. Tapi setelah dilakukan rame-rame seperti ini, terasa asyik,” ujar Ahmad Baraas, salah satu peserta baca.
Mereka juga terbiasa memaparkan apa yang mereka baca. Sehingga secara tidak langsung membantu memahami sesuatu melalui membaca. “Baca dulu baru paham. Artinya dengan membaca kita bisa menambah pengetahun,” tambah Rachil Ifkar, peserta lainnya. Selama hampir dua jam, diskusi berlangsung terkait apa yang mereka baca.
Budaya membaca juga ditanamkan di beberapa tempat diluar sekolah. Seperti di Rompyok Kopi yang digagas Nanoq da Kansas. Selain menjajakan minuman dan makanan, disini juga menyediakan buku-buku koleksi yang bisa dibaca para pengunjung yang sebagian besar merupakan anak-anak muda. Disini, para generasi muda juga menjadi tempat menyalurkan bakat seni mereka (Surya Dharma/balipost)