JAKARTA, BALIPOST.com – Komisi II DPR RI kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) lanjutan dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Rapat lanjutan pada Kamis (18/1) di ruang Komisi II DPR itu dilakukan dengan agenda lanjutan pembahasan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang verifikasi faktual.
Ketua Komisi II DPR Zainuddin Amali menyatakan DPR dan pemerintah sepakat bahwa mekanisme verifikasi faktual sesuai amanat putusan MK harus dijalankan oleh penyelenggara pemilu yaitu KPU. Namun verifikasi faktual melalui Peraturan KPU (PKPU) harus sesuai dengan Undang-Undang No 7/2017 tentang Pemilu. “KPU harus tetap menjalankan sebagaimana yang diperintahkan oleh MK. Namun, waktu jangan sampai menjadi hambatan, kita minta tanggal 17 Februari KPU harus sudah bisa mengumumkan partai mana yang lolos verifikasi sebagaimana pandangan UU No. 7/2017 tentang Pemilu,” tegas Zaunuddin Amali selaku pimpinan rapat.
Politisi Partai Golkar itu menilai KPU punya kemandirian untuk memenuhi ketentuan yang tertuang di dalam putusan MK dan tetap sesuai dengan yang diatur dalam UU No. 7/2017. “Dalam memenuhi putusan MK dan tidak melanggar UU ini juga, KPU tidak memerlukan penambahan biaya, penambahan SDM dan tambahan waktu. Jadi tidak ada yang berubah, silahkan KPU menjalankan apa yang sudah diperintahkan UU,” imbuhnya.
Di tempat sama, Mendagri Tjahjo Kumolo menyerahkan kepada KPU untuk melakukan variasi terkait pelaksanaan verifikasi faktual. Namun, dia mengingatkan, verifikasi faktual yang dijalankan KPU harus tetap sesuai dengan koridor Undang-Undang (UU) dan putusan MK.
“Soal KPU melaksanakan kesimpulan antara pemerintah dan DPR atau tidak. Atau ada variasi-variasi lain sepanjang tetap dalam koridor UU dan keputusan MK, ya… silakan. Kan sudah ada putusan MK yang menyatakan bahwa KPU itu mandiri ya sudah,” ujarnya.
Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan, KPU akan menindaklanjuti putusan MK terkait verifikasi faktual. Arief menjelaskan kesepakatan awal terkait mekanisme verifikasi faktual akan menggunakan metode sampling.
“Sesuai keputusan pleno KPU bahwa metode sampling diambil sebesar 10 persen dari tiap kepengurusan anggota parpol di pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota,” katanya.
Namun, setelah proses lobi dengan Komisi II DPR dan pemerintah, metode sampling 10 persen diturunkan menjadi 5-10 persen tergantung wilayahnya. “Ya karena kita nggak ada waktu lagi,” ungkap Arief. (Hardianto/balipost)