Seniman menampilkan Tabuh Petegak Klasik Kreasi (Jejagulan). (BP/wulan)

DENPASAR, BALIPOST.com – Sebuah Tari Gandrung kreasi ditampilkan Komunitas Seni Candi Ghana, Banjar Suwung Batan Kendal, Kelurahan Sesetan pada Selasa (11/7). Pementasan ini bertempat di Kalangan Angsoka, Art Center, Denpasar serangkaian Pesta Kesenian Bali XLV.

Koordinator pementasan, I Wayan Pasek Wigamarta mengungkapkan Tari Gandrung merupakan kesenian sakral dari Banjar Suwung Batan Kendal. Untuk Tari Gandrung ini, penarinya hanya ada satu, yakni seorang laki-laki yang belum beranjak dewasa.

Baca juga:  Karena Hobi Fashion, Ratusan Juta Diraup

Dalam pementasannya, penari laki-laki ini berpakaian seperti wanita. “Dia tarian wanita tapi ditarikan oleh laki-laki,” jelas pria asal Suwung Batan Kendal itu.

Hal itu diakuinya memang keunikan dari Tari Gandrung. Namun, karena tarian ini dipentaskan di PKB, jenisnya bukan yang sakral melainkan dikreasikan. “Karena kita pentas di PKB ini kan ada pengembangan-pengembangan. Nah … artinya kita juga membuat sesuatu pengembangan lagi, kita buat tari kreasinya,” ucapnya.

Baca juga:  Satpol PP Denpasar Rutin Laksanakan Pendisiplinan PPKM Level II

Tari kreasi yang ditampilkan pada kali ini menyesuaikan dengan tema besar PKB yang berhubungan dengan segara atau laut. Garapan mengangkat kehidupan Dipate (orang yang membuat garam).

Dalam pergelaran ini sebanyak 22 orang penabuh dan 6 orang penari kreasi dilibatkan. Untuk penari terdiri dari 5 orang penari Tari Kreasi Gerong dan satu penari utama (gandrung).

Dalam pementasan Gandrung ini terdapat Tabuh Petegak Klasik Kreasi (Kebyar Ndung Samudra Kerti), Tari Condong Gandrung, Tabuh Petegak Klasik Kreasi (Jejagulan), Tari Gegandrangan Ratu Ayu Gandrung, Tabuh Petegak Klasik (Kesiar Angklung), Tari Gegandrangan Ratu Ayu Gandrung sesi II, dan Tari Kreasi (Tasik Amertaning Segara).

Baca juga:  Motivasi Seniman Muda Bali, Pertunjukan Suling Pao Han Chuan Dipentaskan di PKB XLV

“Ke depannya supaya tari-tari klasik itu bisa diangkat lagi. Bisa ditampilkan di sini, sehingga di masing-masing banjar itu punya kebudayaan klasik atau sakral bisa tetap berkembang, supaya bisa tetap diadakan pembinaan-pembinaan di banjar masing-masing,” harapnya. (Wulan/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *