Warga mengumpulkan durian hasil kebun mereka saat ritual "Ngaturang Buah" di Sidatapa. (BP/Dokumen)

SINGARAJA, BALIPOST.com – Desa Sidatapa, Kecamatan Banjar, merupakan salah satu desa yang kaya dengan produksi durian lokal. Pada musim panen tiba seperti saat ini, ada ritual unik yang dilakukan warganya.

Ritual itu dilakukan dengan persembahan durian yang dihasilkan melalui sebuah upacara yadnya “Ngaturan Buah.” Ritual ini menunjukkan rasa terima kasih warga dengan mempersembahkan durian yang dihasilkan kebun mereka.

Tradisi ini dilangsungkan Minggu (21/1) dan berlanjut hingga Rabu (24/1). Ratusan warga mendatangi Pura Bale Agung. Masing-masing warga membawa tiga butir buah durian. Para perempuan membawa durian dengan menempatkannya dalam besek. Sementara para pria membawanya dengan menggunakan kisa, atau sangkar ayam yang terbuat dari daun kelapa.

Tercatat ada 835 kepala keluarga (KK) yang mengikuti ritual itu. Setiap kepala keluarga wajib mempersembahkan minimal tiga buah durian. Sehingga total sedikitnya ada 2.505 butir buah durian. Tak pelak, aktivitas ini mirip festival durian karena durian yang terkumpul memenuhi areal pura.

Baca juga:  Pasangan Suzuki Jadi Korban Saat Berbulan Madu, Orangtuanya Datang dari Jepang di Peringatan Bom Bali ke-16

Penyarikan Desa Pakraman Sidatapa, Kecamatan Banjar Made Parma menuturkan, tradisi ini sudah berlangsung secara turun temurun. Kemungkinan sejak tahun 735 saka atau sekitar tahun 767 masehi.

Tidak ada bukti tertulis yang menguatkan ritual ini. Meski demikian, warga tetap menjalankannya secara rutin dengan penuh ikhlas.

Ritual itu sebagai wujud ucapan syukur atas berkah Tuhan yang memelihara tumbuhan dan membrikan hasil untuk kemakmuran warga. “Dengan upacara ini, durian tumbuh lebat di kemudian hari, dan setelah upacara di Pura Bale Agung dilanjutkan dengan upacara di kebun di rumah. Masyarakat mau melangsungkan upacara sebagai wujud syukur di pekarangan bisa, asalkan harus diawali dari Pura Bale Agung ini dulu,” katanya.

Baca juga:  Sampah Kiriman Kembali Muncul di Pantai Kuta

Menurut Parma, tidak ada tanggal tertentu untuk menyelenggarakan ritual ini. Biasanya upacara digelar apabila sudah ada tanda-tanda musim panen akan tiba. Bila sudah demikian, Prajuru Desa mengumumkan kepada seluruh warga untuk melaksanakan Ngaturang Buah. Sesuai aturan adat, upacara ngaturang buah biasanya akan dilangsungkan selama tiga hari.

Pada hari pertama, masyarakat wajib membawa tiga butir buah durian. Apabila ada yang memiliki buah-buahan lain, dipersilahkan mengumpulkan ke pura.

Biasanya masyarakat yang memiliki buah manggis, akan membawa sedikitnya tiga kilogram manggis. Sementara yang memiliki buah rambutan, membawa sedikitnya tiga ikat.

Hari kedua, masyarakat kembali wajib membawa dua butir buah durian. Sedangkan pada hari ketiga, hanya satu buah durian yang wajib dibawa.

Baca juga:  Memprihatinkan, Meru Tumpang Lima Pura Watu Klotok Disangga Bambu

“Warga tidak berani melanggar dan mereka mengerti betul sehingga kalau kebetulan di kebun tidak ada buah, maka bisa membeli atau bahkan meminta ke kerabat atau tetangga,” jelasnya.

Sementara itu, salah satu tokoh warga Desa Sidatapa I Wayan Ariawan mengatakan ritual yang tidak ada di daerah lain ini layak untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata. Untuk itu, dia mencoba merintis agar setiap ritual ini digelar juga festival.

Selain untuk melestarikan, pengunjung bisa menikmati durian yang dihasilkan petani. Dampaknya akan memberikan keuntungan dari pernjualan durian yang lebih banyak dari biasanya. “Kami ingin bagaimana pelestarian sudah dilakukan melalui ritual, dan ke depan ini perlu dikemas sebagai daya tarik wisata. Sehingga manfaatnya adalah petani merasakan karena bisa menjual durian kepada pengunjung saat event digelar,” tegasnya. (Mudiarta/balipost)

BAGIKAN

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

CAPCHA *