DENPASAR, BALIPOST.com – Imajinasi merupakan sebuah kekuatan kreatif. Hal ini disampaikan oleh Isadora Fichou, Ph.D yang merupakan salah satu narasumber dari Timbang Rasa (Sarasehan) dengan tema Musim Semi Sastra Modern Indonesia-Prancis (Historis, Ragam Karya, dan Apresiasi Publik) yang digelar pada Senin (24/7), di Wantilan Taman Budaya, Denpasar.
Isadora mengatakan pada sarasehan kali ini ia membahas tentang puisi modern di Indonesia dan Prancis pada Abad 20. Pada periode pascaperang yang berbasis 3 penyair dari Prancis.
Ia mengatakan jika hal-hal kecil pada sejarah dapat ditemukan pada sastra. “Pada umumnya kita selalu berpatokan pada buku sejarah yang menggambarkan peristiwa-peristiwa besar kesejarahan bangsa Indonesia, tetapi catatan-catatan besar pada buku sejaran Indonesia itu melupakan hal-hal kecil yang sebenarnya bisa kita temukan pada buku-buku karya sastra,” jelas Peneliti Sastra Indonesia-Prancis di INALCO Paris.
Isadora juga menjelaskan jika ketertarikan pada sastra memang bersifat interpersonal dan tidak bisa dipaksakan. Ketika ketertarikan itu terjadi, ruang fasilitasnya yaitu bergabung pada komunitas-komunitas yang memiliki ketertarikan dengan hal yang sama termasuk Festival Seni Bali Jani V yang digelar selama 2 minggu.
Ia juga mengatakan jika di Indonesia saat ini sudah banyak tempat yang menyediakan atau membuat acara tentang sastra, baik itu diskusi maupun pertemuan, ditambah dukungan atau dorongan motivasi semangat dari guru-guru untuk mengajak siswanya lebih mengenal sastra.
Dalam menerjemahkan puisi modern Indonesia ke Bahasa Prancis, Isadora mengakui ada sejumlah kendala. Ia berharap dari sarasehan kali ini, dirinya dapat berjumpa langsung dengan orang yang juga tertarik dengan sastra Indonesia modern dan sastra Prancis sehingga ada penerusnya yang bisa ikut membantu menerjemahkan ke Bahasa Prancis maupun sebaliknya.
Dalam sarasehan, selain Isadora, hadir satu pembicara lainnya, Dr. Maria Matildis Banda. Maria merupakan sastrawan dan dosen sastra di Universitas Udayana. Kegiatan ini dimoderatori sastrawan, Kadek Desi Nurani. (Sinta/balipost)